Review Film Pendek Anak Macan, Drama Sunyi yang Menyentuh

- Menyoroti budaya konsumerisme yang berdampak pada orang yang sudah meninggal
- Minim dialog, tapi berhasil menyentuh hati lewat cara Eki menjalani hidup
- Akting menjanjikan Muhammad Alfat Apriansyah, raih nominasi penghargaan festival internasional
Tahun ini cukup banyak film Indonesia yang mencuri perhatian di festival film dunia. Dari ranah film pendek pun gak mau kalah, salah satunya ada film berjudul Anak Macan. Film garapan sutradara Amar Haikal ini tayang perdana di Leeds International Film Festival 2025 pada 7 November lalu.
Film pendek ini mengusung genre drama yang menyoroti kehidupan anak yang tinggal di kawasan TPA Bantar Gebang. Diselimuti nuansa haru cerita tentang kehilangan dan penemuan diri, kisah Anak Macan mampu menyayat hati, meski hanya memiliki durasi 17 menit saja.
Sinopsis Anak Macan (2025)
Film yang memiliki judul internasional My Plastic Mother ini mengikuti kehidupan Eki, seorang anak SD yang tinggal di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang. Demi melengkapi tugas sekolahnya dalam memeringati hari ibu, ia harus membawa salah satu barang milik ibunya yang paling berkesan, atau paling sering dipakai. Masalahnya, Eki merupakan seorang piatu yang hanya sedikit memiliki kenangan dengan ibunya sedari kecil.
Apakah Eki bisa menemukan barang perempuan di antara tumpukan gunung sampah atau ia hanya akan presentasi di depan kelas dengan tangan kosong?
| Producer | Michael Rainheart |
| Writer | Amar Haikal, Bintang Panglima, Zetta Salwa |
| Age Rating | BO-SU |
| Genre | Drama |
| Duration | 17 Minutes |
| Release Date | 7-11-2025 |
| Theme | Drama |
| Production House | Mailuki Films, Podium Pictures |
| Where to Watch | JAFF 2025 |
| Cast | Muhammad Alfat Apriansyah |
Trailer Anak Macan (2025)
Cuplikan Film Anak Macan (2025)
Review Film Anak Macan (2025)
1. Menyoroti budaya konsumerisme yang punya dampak hingga kepada orang yang sudah meninggal
Lewat gunungan sampah yang selalu terlihat di setiap Eki melangkahkan kaki, Anak Macan menyoroti bagaimana budaya konsumerisme yang tak berhenti pada mereka yang berdaya beli. Barang-barang yang dulunya menjadi simbol status dan kebahagiaan, kini berakhir menumpuk di tempat pembuangan, kehilangan maknanya, tapi tetap menyisakan dampak negatif buat mereka yang terpinggirkan.
Lewat adegan menyentuh di penghujung film, sutradara Amar Haikal juga menggambarkan bagaimana budaya ini juga akhirnya bukan hanya berdampak pada mereka yang hidup, tapi bahkan untuk mereka yang sudah meninggal dunia.
2. Minim dialog, tapi berhasil menyentuh hati lewat cara Eki menjalani hidup
Film yang berdurasi 17 menit ini didominasi oleh kesunyian. Suara-suara bising terdengar bukan dari dialog antarkarakter, melainkan alat-alat berat yang beroperasi di TPA Bantar Gebang. Memindahkan tumpukan sampah dari satu sisi ke sisi lainnya, hanya untuk menjadikannya gunungan sampah lain.
Namun, dari kesunyian tersebut, film ini tetap berhasil menciptakan suasana haru dan menyayat hati. Sosok Eki pada film ini diperankan oleh bocah bernama Muhammad Alfat Apriansyah. Ia bukanlah aktor berpengalaman, bukan juga artis cilik yang sudah tinggi jam terbang. Namun, ia berhasil menciptakan suasana itu lewat gestur, gerak-gerik, hingga mimik yang ia buat untuk Eki dalam menjalani kehidupannya yang berat.
Cara dia memilah sampah, memilih apakah barang ini cocok untuk menggambarkan kepribadian ibunda yang nyaris tidak dia ingat, berlatih presentasi di depan cermin yang retak, hingga membangun ketegangan dengan teman saat gesekan terjadi saat main bola, suasananya dibangun dengan sangat organik dan jujur.
3. Akting menjanjikan Muhammad Alfat Apriansyah, raih nominasi penghargaan festival internasional
Sutradara Amar Haikal dan tim film Anak Macan tepat menggandeng Muhammad Alfat Apriansyah. Bocah ini merupakan nyawa dari filmnya sehingga jadi terasa hidup, tulus, dan menyentuh.
Aktingnya polos, cocok menggambarkan anak seusianya yang harus berjuang menjalani kehidupan keras di tengah himpitan ekonomi dan juga sosial. Dia juga tampak tak berusaha untuk memainkan sebuah peran di sini. Mungkin ia tidak begitu terlatih seperti aktor cilik yang telah punya pengalaman, namun itu yang justru membuat seluruh aktingnya terasa alami.
Atas akting baiknya di film Anak Macan, Muhammad Alfat Apriansyah terpilih masuk dalam nominasi Best Performance Award di Singapore International Film Festival 2025 (SGIFF). Ia akan bersaing dengan aktor-aktris dari Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura, Filipina, Kamboja, dan Thailand.
Film Anak Macan akan ditayangkan di Indonesia, salah satunya dalam gelaran Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) di Yogyakarta pada 30 November 2025.



















