Review Film The Exit 8, Apakah Semencekam Versi Game-nya?

Jakarta, IDN Times - Setelah selesai menonton The Exit 8, saya akhirnya menjadi paham kenapa film garapan Genki Kawamura tersebut menerima standing ovation selama 8 menit di Cannes Film Festival ke-78. Tidak hanya mempertahankan esensi dari versi game-nya yang telah diunduh sebanyak lebih dari sejuta kali di dunia, versi filmnya ini ternyata juga menarik untuk diikuti karena dibungkus dengan pengembangan cerita dan karakter yang solid.
Latar hingga detail set film The Exit 8 dibuat semirip itu dengan versi game-nya. Gak cuma menampilkan lorong stasiun kereta bawah tanah yang seolah gak ada ujungnya, film The Exit 8 juga menghidupkan karakter pria misterius (The Walking Man) dengan hentakan kakinya yang cepat dan menciptakan suasana gak nyaman, lho. Lantas, apakah versi film ini juga akan seseram dan semencekam versi game-nya?
1. Pengembangan cerita dan karakternya solid

The Exit 8 merupakan adaptasi dari game Indie Jepang dengan konsep berulang atau looping yang menempatkan pemain (The Lost Man) terjebak di lorong stasiun bawah tanah yang tampak identik dan berulang. Nah, misinya adalah mencapai pintu keluar bernama Exit 8.
Namun, perjalanan tersebut tak semudah yang dibayangkan karena di setiap “loop” lorong, pemain harus jeli melihat anomali, detail yang terasa janggal atau berbeda. Jika menemukan anomali, pemain harus mundur. Jika tidak, pemain bisa terus melangkah maju. Tetapi, jika salah melangkah, maka pemain akan kembali ke awal.
Nah, ketika diadaptasi ke layar lebar, sutradara Genki Kawamura mengemas lagi misi menegangkan tersebut dengan pengembangan cerita dan karakter yang solid. Berbagai isu sosial pun ditambahkan, sehingga jalan ceritanya tidak hanya terasa masuk akal, tetapi juga membuat penonton merasa dekat dan peduli. Misalnya, menghadirkan karakter utama (The Lost Man) sebagai representasi dari masyarakat modern atau juga dengan menguak latar belakang The Walking Man yang ikonik.
2. Lebih seram dan mencekam dari versi game-nya

Film ini memang menambahkan cukup banyak elemen yang tidak ada di versi game-nya demi membuat jalan ceritanya jadi terasa lebih hidup. Tapi jangan khawatir! Hal tersebut sama sekali tidak merusak esensi dari karya orisinalnya.
Ini bisa dilihat dari latar dan detail setnya yang dieksekusi semirip mungkin dengan versi game-nya. Lorong stasiun bawah tanah dan berbagai benda unik di lorong tersebut, termasuk juga papan exit, kini menjadi sesuatu yang nyata. Hanya pajangan-pajangan poster saja yang direvisi sedikit dan dibuat menjadi lebih relevan dengan menampilkan isu terkini.
Seiring berjalannya cerita dan keputusasaan yang diperlihatkan oleh karakter utama, film ini pun mulai menciptakan atmosfer seram hingga beberapa penonton di sekitar saya sampai refleks berteriak kencang. Bisa dikatakan, efek jumpscare-nya sangat minimalis, tetapi bagian tersebut justru sangat efektif dalam hal menggoda kecemasan dan rasa takut. Versi film ini juga terasa lebih mencekam karena menampilkan banyak sekali anomali tak terduga, yang bikin was-was di sepanjang adegan.
3. Teknik sinematografi, scoring, dan akting pemainnya ciamik

Suasana seram dan mencekam dari versi film ini juga terbangun karena teknik sinematografinya yang ciamik. Pergerakan kamera yang tidak stabil, bergoyang ke sana ke mari, membuat pengalaman menonton jadi terasa realistis. Film ini juga menggunakan POV dari karakter utama, yang membuat penonton seolah-olah ikut terjebak di dalam lorong stasiun kereta bawah tanah yang penuh dengan anomali itu. Scoring film ini juga sangat efektif menciptakan suasana tidak nyaman. Suara-suara bising hingga tangisan bayi yang kencang rasanya benar-benar bikin frustasi hingga membuat beberapa orang penonton di sekitar saya sampai menutup telinga mereka.
Selain itu, akting para pemainnya juga gak bisa diabaikan begitu saja. Berbagai emosi yang dikeluarkan oleh Kazunari Ninomiya sebagai pemeran The Lost Man terasa menembus layar. Amarahnya, ketidakberdayaannya, hingga rasa takutnya, semua tergambar detail, meski hanya lewat tatapan mata saja. Akting Yamato Kochi sebagai The Walking Man yang ikonik juga patut diapresiasi, nih. Meski gak melakukan hal-hal yang brutal, kemunculannya tetap saja membuat penonton di studio saat itu merasa panik. Senyumannya yang cringe, tampaknya akan membuat beberapa penonton menjadi trauma. Hihihi~
Hadirkan pengalaman menonton film horor yang unik dan efektif, The Exit 8 resmi tayang di bioskop Indonesia mulai 10 September 2025. Selain Kazunari Ninomiya dan Yamato Kochi, film ini pun juga dibintangi oleh Nana Komatsu.