Wonka, Kisah Asal-usul Willy Wonka yang Dikemas Semanis Cokelat

Siapa yang tak tahu dengan Willy Wonka sang raja cokelat yang penuh misteri? Karakter yang diciptakan oleh penulis legendaris Roald Dahl ini telah menginspirasi banyak generasi dengan kisahnya yang fantastis dan penuh pelajaran. Namun, gimana awal mula Willy Wonka menjadi sosok yang kita kenal sekarang? Apa yang membuatnya begitu berbeda dan unik?
Wonka (2023), yang rilis di bioskop Indonesia sejak Rabu (6/12/2023), mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan menghadirkan prekuel yang mengisahkan masa muda Willy Wonka. Disutradarai oleh Paul King (Paddington, Paddington 2), film yang menampilkan Timothée Chalamet sebagai sang karakter tituler ini di luar dugaan menyajikan kisah yang seunik cokelat buatan Wonka. Hal itu dibuktikan dengan skor sebesar 85 persen yang diraihnya di Rotten Tomatoes.
Lantas, seunik apa, sih, prekuel dari film Charlie and the Chocolate Factory ini? Jika kamu penasaran dan masih ragu untuk menontonnya karena sejumlah alasan, ulasan film Wonka di bawah ini mungkin bisa membujukmu untuk segera melangkahkan kaki ke bioskop. Simak baik-baik dan resapi keajaibannya, ya!
1. Kisahkan perjuangan "zero to hero" dari seorang Willy Wonka

Setiap orang pasti mempunyai impian yang ingin mereka wujudkan, begitu pun dengan Willy Wonka (Timothée Chalamet). Berasal dari sebuah tempat miskin, sepeninggal sang ibu (Sally Hawkins), Wonka berangkat ke sebuah kota demi mewujudkan mimpinya selama ini: membangun sebuah toko cokelat di Galeries Gourmet, etalase cokelat tersohor di dunia.
Sesampainya di sana, Wonka sadar bahwa mewujudkan mimpi tak semudah membalikkan telapak tangan. Ia mendapat ancaman dari trio pengusaha cokelat yang tamak, Arthur Slugworth (Paterson Joseph), Prodnose (Matt Lucas), dan Fickelgruber (Mathew Baynton), dan seorang kepala polisi korup yang menjadi antek mereka (Keegan-Michael Key). Wonka pun dijebak untuk bekerja pada Mrs. Scrubbit (Olivia Colman), pemilik penginapan yang licik.
Namun, Wonka tak sendiri. Ia bersama empat korban Mrs. Scrubbit lainnya, Abacus Crunch (Jim Carter), Piper Benz (Natasha Rothwell), Larry Chucklesworth (Rich Fulcher), dan Lottie Bell (Rakhee Thakrar), dan seorang anak yatim piatu bernama Noodle (Calah Lane). Mereka mencoba melarikan diri dari sana.
Mampukah Wonka mewujudkan mimpinya sebagai pembuat cokelat terkenal di dunia? Akankah para korban Mrs. Scrubbit kembali ke kehidupan normalnya? Apakah Noodle sekadar anak yatim piatu atau ada rahasia di baliknya? Percayalah, dari sini, alur cerita Wonka akan menjadi semakin menarik.
2. Keajaiban cokelat, komedi, dan musikal bercampur menjadi satu

Bagi yang sudah menonton Paddington (2014) dan Paddington 2 (2017), pasti familier dengan gaya penuturan komedi dari kedua penulis naskahnya, Paul King dan Simon Farnaby. Wonka pun demikian. King dan Farnaby masih piawai mengolah serangkaian situasi absurd dan dialog quirky. Bahkan, salah satunya hanya berupa gumaman sederhana, seperti "hah", menjadi "senjata" yang ampuh untuk mengocok perut penonton.
Sebagaimana yang ditampilkannya dalam Paddington 2, King kembali memamerkan kemampuannya dalam merangkai sekuen musikal. Musiknya terdengar estetik sekaligus imajinatif. Lewat bidikan lensa kamera Chung Hoon Chung (Oldboy, Last Night in Soho) selaku sinematografer; desain produksi yang menawan; deretan nomor musikal, termasuk salah satunya versi re-imagining dari "Pure Imagination"; Wonka tak gagal dalam memercikkan perasaan hangat.
Sebagai pelengkap, Wonka pun tak luput memasukkan elemen yang paling mendasar, tetapi magical, dalam seri film Charlie and the Chocolate Factory, yakni keajaiban cokelat itu sendiri. Dalam Wonka, kamu akan menemukan berbagai macam cokelat yang unik, dari yang mampu membuat orang yang memakannya terbang sampai cokelat yang terbuat dari sambaran petir dan susu jerapah. Siap-siap terperangah!
3. Timothee Chalamet mampu mengkreasikan Willy Wonka versinya sendiri dan berhasil!

Sebelum Wonka dirilis, banyak orang yang skeptis akan penampilan Timothée Chalamet sebagai Willy Wonka. Ia dibanding-bandingkan dengan dua pemeran Wonka sebelumnya, yakni Gene Wilder dan Johnny Depp. Karakter suram dan depresif yang melekat pada mereka pun dianggap tak ada pada Chalamet. Fans pun khawatir dengan kemampuan sang aktor menghidupkan keeksentrikan Willy Wonka.
Namun, Chalamet berhasil menepis semua itu lewat performa luar biasanya dalam Wonka. Alih-alih pendekatan cruel, but charming seperti Wilder dan Depp, aktor peraih nominasi Best Actor Oscar lewat Call Me by Your Name (2017) tersebut menampilkan Wonka yang lebih naif dan positif—bahkan kelewat positif—tapi masih menampilkan sisi humanis yang membuatnya mudah dicintai.
Berbanding lurus dengan Chalamet, para pemeran pendukungnya pun menghadirkan akting yang mencuri perhatian. Hugh Grant, dalam balutan CGI, memberi warna dan penegasan soal asal-usul Oompa Loompa lewat penampilannya sebagai Lofty. Meski memiliki screen time sedikit, Sally Hawkins mampu memberi rasa haru pada setiap kemunculannya. Begitu pun dengan Olivia Colman, Keegan-Michael Key, dan Paterson Joseph, mereka mampu menghidupkan karakter villain komikal dengan porsi yang pas.
Namun, kejutan datang dari aktris pendatang baru Calah Lane. Meski terhitung rookie, pemeran Noodle tersebut mampu menjalin chemistry yang solid dengan Timothée Chalamet. Salah satu adegan terbaik mereka adalah sebuah sekuen musikal di atap gedung. Diwarnai ratusan balon dan penghayatan juara dari keduanya, sekuen tersebut jadi terasa megah sekaligus menghipnotis.
4. Sebagai tontonan keluarga, Wonka kaya akan pesan moral

Secara keseluruhan, Wonka sejatinya adalah film tentang jatuh dan bangunnya Willy Wonka dalam mewujudkan mimpinya sebagai pembuat cokelat legendaris. Namun, lebih daripada itu, film ini berhasil menyisipkan sejumlah pelajaran hidup yang mencegah penonton keluar dari bioskop dengan tangan hampa. Adapun, pesan yang kental adalah soal keberanian untuk bermimpi dan berjuang.
Sepanjang film, penonton dibuat kagum oleh bagaimana gigihnya Willy Wonka dalam menghadapi banyak rintangan dan tantangan selama perjalanannya. Ia tak gentar menghadapi para kartel cokelat yang ingin menguasai pasar. Willy lantas melawan balik mereka dengan kecerdikannya.
Selain soal mimpi dan perjuangan, Wonka juga memperlihatkan betapa indahnya berbagi kepada sesama. Meski awalnya bermaksud mencari keuntungan, Wonka tak pernah lupa untuk membagi cokelatnya kepada orang-orang terdekatnya. Hal ini sesuai dengan pesan yang diselipkan mendiang ibunya dalam cokelat terakhir yang dibuatnya untuk Wonka, “It's not the chocolate that matters, it's the people you share it with.”
Rasanya tak berlebihan jika menyebut Wonka sebagai salah satu film paling heartwarming tahun ini. Sekuen musikal yang menghibur, komedi yang menggelitik, akting yang cemerlang, dan pelajaran hidup yang kaya, semua itu lebih dari cukup untuk membuat penonton tersenyum lepas, bahkan setelah credit title bergulir. Jadi, tunggu apa lagi? Yuk, segera pesan tiketnya dan nikmati sensasi manisnya Wonka di bioskop!