Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

3 Konflik Na Jeong di Don’t Call Me Ma’am dan Arah Perkembangannya

still cut drama Korea Don't Call Me Ma'am
still cut drama Korea Don't Call Me Ma'am (instagram.com/tving.official)

Dalam drama Korea Don’t Call Me Ma’am, Jo Na Jeong (Kim Hee Seon) menjadi pusat dinamika yang paling emosional di antara tiga tokoh utama. Setelah pernah berada di puncak karier sebagai seorang pembawa acara home shopping yang populer, ia memilih mundur dan mengabdikan hidup sepenuhnya sebagai ibu rumah tangga. Keputusan itu awalnya tampak mudah, tetapi waktu perlahan membuka sisi lain dari pengorbanan besar yang ia lakukan tanpa banyak bicara.

Jo Na Jeong mewakili banyak perempuan yang menjalani hidup “sesuai rute standar”, tetapi kemudian tersadar bahwa mereka kehilangan jati diri di tengah rutinitas rumah tangga, tuntutan keluarga, dan ekspektasi sosial. Perjuangannya tidak hanya soal kembali bekerja, tetapi juga memulihkan identitas diri yang sempat pudar. Drama ini menyajikan bagaimana ia menghadapi tiga konflik utama yang membentuk perjalanan emosionalnya. Inilah tiga konflik sekaligus potensi perkembangan karakter Jo Na Jeong.

1. Konflik internal: pergulatan antara peran ibu, istri, dan mimpinya sendiri

still cut drama Korea Don't Call Me Ma'am
still cut drama Korea Don't Call Me Ma'am (instagram.com/tvchosuninsta)

Konflik terbesar Jo Na Jeong berasal dari dalam dirinya sendiri, dari keinginan untuk kembali merasa hidup di luar lingkup rumah. Setelah bertahun-tahun hanya menjadi ibu rumah tangga, ia mulai mempertanyakan apakah kebahagiaan pribadinya juga penting. Ada rasa bersalah ketika ia ingin bekerja lagi, ada rasa takut tidak mampu bersaing, dan ada pula ketidakpastian tentang apakah keputusan ini akan menyakiti keluarganya.

Ia terjebak antara kenyamanan rutinitas dan kerinduan akan pencapaian diri. Sebagian dirinya masih merindukan lampu studio, tantangan kerja, dan rasa bangga ketika disebut sebagai seorang profesional. Namun bagian lainnya khawatir dianggap egois jika menempatkan dirinya sebagai prioritas. Konflik batin ini membuat Na Jeong ragu melangkah, tetapi juga menjadi motor penting yang mendorongnya menata ulang hidupnya.

Potensi perkembangan karakter muncul ketika ia mulai menyadari bahwa kebahagiaan pribadinya bukan ancaman bagi keluarga, melainkan fondasi agar ia bisa menjalani peran sebagai ibu dan istri dengan lebih utuh. Di titik ini, Jo Na Jeong perlahan belajar mengizinkan dirinya kembali bermimpi.

 

2. Konflik eksternal: dinamika rumah tangga dan ekspektasi sosial

still cut drama Korea Don't Call Me Ma'am
still cut drama Korea Don't Call Me Ma'am (instagram.com/tvchosuninsta)

Konflik eksternal Jo Na Jeong sangat dipengaruhi oleh lingkungan terdekatnya, terutama keluarga. Suaminya yang terbiasa melihat Jo Na Jeong berada di rumah tidak langsung memahami keinginannya untuk kembali bekerja. Ada gesekan emosional, perbedaan sudut pandang, bahkan momen ketika upaya Jo Na Jeong dipandang sebagai tindakan “tidak realistis” mengingat usianya yang sudah 40-an.

Di luar rumah, ia juga berhadapan dengan ekspektasi sosial yang menempatkan ibu rumah tangga pada posisi “aman” dan “normal”. Ketika Jo Na Jeong mencoba memasuki kembali dunia profesional, ia harus menghadapi komentar sinis, persaingan lebih muda, hingga minimnya kepercayaan yang diberikan kepadanya. Semua ini memperlihatkan betapa tidak mudahnya wanita yang pernah berhenti bekerja untuk mengklaim ruangnya kembali.

Konflik eksternal ini mendorong Jo Na Jeong untuk memahami dunia kerja yang telah berubah dan menguatkan tekadnya untuk membuktikan bahwa nilai diri tidak ditentukan oleh usia atau status pernikahan. Justru dari sini, perkembangan karakternya terlihat semakin jelas, kepercayaan diri yang tumbuh, keberanian menghadapi kritik, dan tekad untuk berdiri di panggungnya sendiri.

3. Konflik interpersonal: persahabatan dan rasa iri yang tersamar

still cut drama Korea Don't Call Me Ma'am
still cut drama Korea Don't Call Me Ma'am (instagram.com/tvchosuninsta)

Persahabatan Jo Na Jeong dengan Gu Ju Young (Han Hye Jin) dan Lee Il Ri (Jin Seo Yeon)menjadi warna penting dalam alurnya, namun juga memunculkan konflik interpersonal yang hadir secara halus. Melihat Lee Il Ri yang sukses dan Gu Ju Young yang hidup mapan, Jo Na Jeong kadang merasakan perasaan “kalah” meski ia tidak pernah mengakuinya. Ada momen-momen kecil ketika ia bertanya pada dirinya sendiri apakah hidupnya sudah cukup.

Namun di sisi lain, justru kedua sahabat ini yang menjadi sumber keberanian terbesarnya. Gu Ju Young mengajarkan ketenangan dan introspeksi, sementara Lee Il Ri menantangnya untuk keluar dari zona nyaman. Interaksi mereka tidak selalu mulus, ada ketegangan, perbandingan, bahkan debat mengenai pilihan hidup. Tetapi konflik interpersonal inilah yang membuat Jo Na Jeong berkembang: ia belajar menerima perbedaan, menemukan nilai diri sendiri, dan memahami bahwa setiap wanita punya perjalanan unik yang tidak bisa diukur satu sama lain. Pada akhirnya, hubungan ini menjadi dorongan bagi Jo Na Jeong untuk benar-benar mengambil langkah baru, meski penuh risiko.

Don’t Call Me Ma’am menempatkan Jo Na Jeong sebagai contoh nyata perempuan yang berani menata ulang hidupnya meski sudah berada di usia matang. Melalui konflik internal, eksternal, dan interpersonal yang rumit, drama ini menunjukkan bahwa pencarian jati diri tidak pernah mengenal kata terlambat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ken Ameera
EditorKen Ameera
Follow Us

Latest in Korea

See More

3 Alasan Lim Hyeon Jun Kembali Perankan Pil Gu di Nice to Not Meet You

17 Nov 2025, 08:07 WIBKorea