Kenapa Kelahiran Gang Hun Tidak Dianggap Kerugian Hukum di Pro Bono?

- Hukum tidak menganggap keberadaan manusia sebagai kerugian
- Kerugian harus dapat diukur secara objektif
- Tidak terbukti hubungan sebab-akibat yang pasti
Putusan pengadilan dalam kasus Kim Gang Hun (Lee Chun Moon) di Pro Bono mungkin jadi salah satu momen membingungkan bagi penonton. Hasil putusan pengadilan menyebutkan bahwa kelahiran seorang anak yang harus hidup dengan disabilitas, penderitaan ekonomi, dan diskriminasi tidak diakui sebagai bentuk kerugian hukum. Di titik ini, tentunya banyak memunculkan dilema mendalam.
Namun, keputusan tersebut bukan diambil tanpa alasan. Dalam kerangka hukum, ada batasan tegas tentang apa yang bisa dan tidak bisa disebut sebagai “kerugian”. Untuk memahami putusan ini, kita perlu melihat cara hukum memandang kehidupan, tanggung jawab, dan risiko moral yang menyertainya.
1. Hukum tidak menganggap keberadaan manusia sebagai kerugian

Dalam logika hukum, menyebut kelahiran sebagai kerugian berarti menilai bahwa hidup seseorang lebih buruk daripada tidak pernah ada. Jika pengadilan menerima argumen ini, maka hukum secara implisit menyatakan bahwa ada kehidupan yang “seharusnya tidak dilahirkan”.
Preseden seperti ini dianggap berbahaya karena membuka pintu diskriminasi, terutama terhadap penyandang disabilitas. Oleh karena itu, pengadilan memilih untuk menjaga prinsip bahwa kehidupan manusia tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian hukum.
2. Kerugian harus dapat diukur secara objektif

Hukum perdata menuntut kerugian yang bersifat konkret dan terukur, seperti kehilangan harta, pendapatan, atau hak tertentu. Dalam kasus Kim Gang Hun, penderitaan yang dialami bersifat nyata secara emosional dan sosial, tetapi sulit diukur secara objektif dalam kerangka hukum.
Pengadilan menilai bahwa penderitaan hidup, meskipun berat, tidak bisa disamakan dengan kerugian hukum yang bisa dihitung dan dikompensasikan secara langsung.
3. Tidak terbukti hubungan sebab-akibat yang pasti

Agar gugatan berhasil, harus ada bukti jelas bahwa tindakan atau kelalaian pihak tergugat secara langsung menyebabkan kerugian tersebut. Dalam kasus ini, pengadilan menyatakan tidak ada bukti pasti bahwa jika rumah sakit bertindak berbeda, kondisi Kim Gang Hun dapat dicegah. Tanpa hubungan sebab-akibat yang kuat, tanggung jawab hukum tidak bisa dibebankan kepada rumah sakit.
4. Mengakui kelahiran sebagai kerugian menimbulkan dilema moral

Jika pengadilan menerima argumen bahwa kelahiran Kim Gang Hun adalah kerugian, maka secara tidak langsung pengadilan harus mengakui bahwa hidupnya lebih baik jika tidak pernah ada. Ini menempatkan hukum pada posisi menilai nilai hidup seseorang. Untuk menghindari dilema moral tersebut, pengadilan memilih garis aman, mengakui penderitaan tanpa menyebut keberadaan itu sendiri sebagai kesalahan.
5. Hukum memisahkan penderitaan hidup dari tanggung jawab hukum

Pengadilan tidak menyangkal bahwa Kim Gang Hun hidup dalam kondisi sulit. Namun, hukum memisahkan antara empati terhadap penderitaan dan penetapan tanggung jawab hukum. Artinya, meski kondisi hidup Gang Hun diakui berat, hal tersebut tidak otomatis berarti ada pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban hukum atas kelahirannya.
Putusan bahwa kelahiran Kim Gang Hun bukanlah kerugian hukum mungkin terasa tidak adil secara emosional, tetapi itulah batas yang dipilih hukum untuk melindungi prinsip dasar tentang nilai kehidupan. Drama Pro Bono ini dengan jujur menunjukkan bahwa hukum tidak selalu mampu menjawab penderitaan manusia secara utuh.
Justru dari keterbatasan inilah pertanyaan yang lebih besar muncul: jika hukum tidak bisa menyebut kelahiran sebagai kerugian, lalu siapa yang bertanggung jawab memastikan kehidupan setelah kelahiran itu layak dijalani?



















