5 Kesulitan Bekerja dengan Atasan Micromanager, Suka Ikut Campur!

Bekerja dengan seorang atasan yang cenderung menjadi micromanager bisa menjadi tantangan yang sangat berat di tempat kerja. Sebab karyawan akan sering kali merasa terkekang dan merasa kurang bebas untuk bertindak secara mandiri.
Fenomena ini tak hanya memengaruhi produktivitas, tetapi juga memengaruhi dinamika tim secara keseluruhan. Kecenderungan atasan untuk terlibat secara berlebihan dalam setiap detail pekerjaan dapat mengakibatkan frustrasi, kebingungan, bahkan penurunan motivasi karyawan. Berikut ini lima bentuk kesulitan yang dialami oleh karyawan dengan atasan micromanager!
1.Selalu ikut campur pekerjaan yang didelegasikan pada bawahannya

Memiliki atasan seorang micromanager, berarti bahwa ia akan selalu sibuk. Terutama kesibukan pada hal-hal yang tak diperlukan, sesuatu yang mudah ditangai oleh anggota tim lain. Tapi sayangnya, ia tidak bisa menyerahkan proyek kepada orang lain dengan mudah.
Atasan tersebut akan berpikir bahwa jika bukan ia yang melakukannya, maka hal itu tidak akan selesai dengan benar. Parahnya lagi kamu mungkin tengah mengerjakan sebuah proyek cukup lama, tapi tiba-tiba atasanmu telah mengubah seluruh detail dari proyek tersebut. Ini bahkan dilakukan tanpa berkonsultasi denganmu terlebih dahulu.
2.Tidak pernah percaya pada timnya sendiri

Atasan tersebut juga tidak pernah percaya pada tim yang ia pimpin, apalagi untuk hal penting seperti pengambilan keputusan. Bahkan pada karyawan yang paling berpengalaman dan berdedikasi sekalipun ia tidak percaya. Selalu merasa ragu dan merasa harus terlibat dalam pengambilan semua keputusan.
Hal ini bisa membuat karyawan berpikir bahwa sulit mempertahankan posisi pekerjaan ini. Banyak tugas penting yang seharusnya bisa dikerjakan dengan mudah oleh bawahannya, tapi tak didelegasikan dengan baik. Bahkan keputusan sederhana sekalipun, atasan tersebut harus terlibat.
3.Punya standar tinggi, detail gak masuk akal dan gak pernah puas

Atasan micromanager akan selalu bersikap kritis, punya standar yang tinggi dan juga detail yang kompleks. Seringkali menyalahkan bawahannya saat sesuatu terjadi tak sesuai dengan rencana. Ia lebih fokus pada kesalahan yang dilakukan karyawan daripada memuji kemajuannya.
Menyampaikan kritik tanpa alasan, membuat karyawan enggan mengambil keputusan karena takut dikritik. Tak peduli berapa banyak usaha yang dilakukan karyawannya, atasan tidak pernah puas. Selalu memandang karyawannya tidak mampu, sehingga menyebabkan rendahnya kepercayaan diri terhadap kemampuan mereka sendiri.
4.Tidak pernah memberikan umpan balik, juga komunikasi yang buruk

Atasan seperti ini juga tidak pernah memberikan umpan balik pada bawahannya. Apalagi mempertahankan komunikasi yang sehat dengan karyawan lain. Nyatanya, ini akan berdampak pada kinerja karyawan yang juga memengaruhi kinerja perusahaan.
Tempat kerja tidak akan dapat berkembang tanpa komunikasi yang sehat dan terbuka. Karyawan juga butuh tahu tentang kinerja mereka, kelebihan dan juga kekurangannya. Sayangnya, atasannya tidak memberikan umpan balik apa pun kepada timnya, sangat kritis tanpa memberikan masukan tentang cara meningkatkan kinerja.
5.Selalu salah dalam menetapkan prioritas

Kesalahan menetapkan prioritas juga akan sering terjadi dalam lingkungan kerja yang dipimpin oleh atasan micormanager. Atasan tersebut akan lebih mementingkan bagaimana ia dipandang dibandingkan kesuksesan dan kesejahteraan seluruh tim dan juga perusahaan.
Terkadang, ada hal-hal mendesak dan penting yang harus segera diselesaikan, tapi menjadi terabaikan. Sebab ia tak bisa melihat dengan profesional pekerjaan yang harusnya menjadi skala perioritas utama.
Pentingnya memahami motivasi di balik perilaku micromanaging dari atasan dan mencari solusi kolaboratif untuk meredakan ketegangan di kantor. Namun, jika kondisinya semakin sulit, maka lebih baik untuk mencari kesempatan lain yang lebih baik.