Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tanda Masokis Emotional, Orang yang Senang Disakiti Secara Emosi

ilustrasi orang menangis (pexels.com/emre keshavarz)

Mungkin kamu lebih mengenal istilah masokis yakni seseorang yang memperoleh kesenangan seksual karena dikendalikan atau disakiti orang lain, dilansir Dictionary Cambridge. Tapi apakah kamu familiar dengan masokis emosional? 

Dilansir Mvorganising, masokis emosional adalah gangguan kepribadian di mana seseorang secara terus-menerus memperoleh kebebasan atau kepuasaan yang didapat dari perasaan bersalah sebagai akibat penghinaan atau kesengsaraan. Bisa dibilang, masokis emosional merasa puas setelah disakiti secara emosi. Namun dalam beberapa kasus juga disertai dengan tindakan sadis secara fisik. 

Beberapa kali mengalami kesedihan bukan hal yang aneh. Namun jika mengalaminya hingga merasa candu dan bahkan 'bahagia' setelah disakiti, ini ada yang aneh. Apalagi, jika tidak ada drama dalam hidupnya, maka dia akan mencari-cari dan membuat drama itu sendiri, di mana dia yang menjadi tokoh yang paling tersakiti. 

Apakah kamu mengenali orang dengan kecenderungan masokis emosional? Untuk memastikannya, yuk lihat lima tanda masokis emosional berikut ini. 

1. Terbelenggu dengan self-talk dan kritik diri yang negatif

ilustrasi self-talk (unsplash.com/Fares Hamouche)

"Aku bodoh", " Aku gak ada gunanya ", atau " Dasar, aku bisanya jadi beban keluarga". Kalimat-kalimat negatif yang selalu diucapkan dalam diri ini bisa membuat seseorang jadi masokis emosional, lho. 

Bukannya jadi lebih baik, dialog batin seperti itu malah membuatnya makin pasrah dengan dirinya. Jangan biarkan, temanmu terlalu lama meratapi dan mengasiani dirinya sendiri, ya. 

Ajaklah bicara, yakinkan dia adalah orang yang hebat. Jika dia tidak suka dengan bantuanmu, bisa jadi dia masokis emosional, lho. 

2. Selalu merasa kesal dengan seseorang karena sesuatu

ilustrasi masokis emosional (pexels.com/Liza Summer)

Bagai sayur tanpa garam, dia akan merasa ada yang hilang jika tak ada seseorang yang mengganggunya. Walaupun tidak ada sebab yang membuat hatimu buruk, tapi dia akan memerlukan seseorang yang dapat membuatnya kesal. 

Kalau begini, hidupnya tidak akan stabil, bahkan bisa menciptakan masalah dengan orang lain. Apakah dia jadi merasa bersalah? Tentu tidak, yang ada malah hatinya merasa senang. 

3. Hobi mencari masalah yang sebenarnya tidak ada

ilustrasi teman bertengkar (pexels.com/Keira Burton)

Kalau orang lain senang jika hubungan keluarga dan temannya lancar dan menyenangkan, masokis emosional justru bosan dengan  hal ini. Bukannya lega tak ada masalah, dia justru bosan jika hal ini terjadi. 

Alih-alih merasa tentram, dia akan membuat pertengkaran yang mengada-ada untuk menciptakan keributan. Apabila pertengkaran itu benar-benar terjadi, maka si provaktor akan berubah jadi orang yang paling tersakiti. Hmm, bikin kesel, nih! 

4. Membuat orang lain toksik padanya

ilustrasi orang menggunakan hp (pexels.com/Alex Green)

Jika dia adalah seseorang yang suka berkata kasar pada teman, kemudian dia jadi cemas dan merasa bersalah dan sibuk mengirimi pesan permintaan maafnya. Pada awalnya, permintaan maaf itu diterima.

Sayangnya apa yang dilakukannya kembali terulang berkali-kali hingga akhirnya teman itu pun jadi malas untuk menerima permintaan maafnya. Tidak ada lagi balasan perihal chat permintaan maafnya. 

Jika orang normal akan semakin bersalah, namun bagi masokis emosional, situasi itu menimbulkan kepuasaan dalam dirinya. Perasaan bersalahnya justru akan membuatnya 'bahagia' dan senang melakukan pola itu berulang kali. 

5. Menyimpan dendam dan mempermasalahkan hal yang sama

ilustrasi teman bertengkar (pexels.com/Liza Summer)

Tak sedikit orang yang memilih untuk menghindari situasi yang dapat menyebabkan pertikaian. Sayangnya, seseorang dengan masokis emosional akan masuk dalam pertikaian itu dengan membawa kisah masa lalu, berbicara tentang hal yang sama, dan meratapi rasa sakit yang sama berulang kali 

Sebagai temannya, mungkin merasa kasian pada awalnya. Tetapi jika melihat dia menangisi hal yang sama untuk kesekian kalinya, titik lelah untuk mendukungnya akan berakhir. 

Sebenarnya kelakuan masokis emosional ini tidak disengaja. Pengalaman buruk di masa lalu, trauma, dan berada dalam keluarga toksis bisa menjadi penyebabnya. 

Karena itu, bantulah dia terbebas dari hal tersebut. Carilah terapis profesional untuk memahami masa lalunya dan dukung dia untuk mengelola kecemasannya. Semoga membantu, ya. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Indiana Malia
EditorIndiana Malia
Follow Us