Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Kerja Remote Juga Bisa Menyebabkan Burnout, Pahami!

ilustrasi kelelahan bekerja (pexels.com/Oladimeji Ajegbile)

Bagi gen Z, bekerja secara remote memang menjadi pilihan. Mereka bisa bekerja dari jarak jauh dan waktu yang fleksibel. Tidak dapat dimungkiri jika bekerja secara remote dapat meminimalisir stres dan tekanan. Bahkan kita memiliki waktu yang lebih bebas sehingga mampu menyesuaikan diri dengan kesibukan lain.

Namun yang perlu dicatat, bukan berarti kerja sistem remote tidak bisa menyebabkan burnout. Kondisi ini bisa saja terjadi pada setiap individu jika tidak diwaspadai. Kamu merasa terbebani dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya. Pastinya ada alasan mengapa kerja remote juga bisa menyebabkan burnout. Selengkapnya, baca artikel ini sampai selesai.

1. Batas antara kerja dengan kehidupan pribadi yang kabur

ilustrasi kerja remote (pexels.com/Greta Hoffman)

Banyak alasan mengapa seseorang memutuskan bekerja secara remote. Fleksibilitas sudah tentu menjadi alasan terkuat. Mereka menganggap pekerjaan yang bersifat remote dapat disesuaikan dengan rutinitas sehari-hari.

Tapi jika kita tidak waspada, bekerja dengan sistem remote juga tetap menyebabkan burnout. Kita dihadapkan dengan batas antara kerja dengan kehidupan pribadi yang memudar. Bahkan kita kehilangan waktu istirahat hanya karena tuntutan pekerjaan yang panjang.

2. Jam kerja yang panjang dan tidak pasti

ilustrasi menatap laptop (pexels.com/George Milton)

Bekerja dengan sistem remote memang memiliki keunggulan tersendiri. Tidak ada batasan yang pasti mengenai waktu bekerja. Bahkan, kita dapat mengakses pekerjaan seharian penuh. Tapi bukan berarti bekerja dengan sistem remote terhindar dari burnout.

Kondisi ini tetap bisa terjadi pada siapapun. Dengan sistem kerja remote, otomatis kita dihadapkan jam kerja yang panjang dan tidak pasti. Hal inilah yang memicu kita bekerja lebih lama di luar jam kerja normal offline yang seharusnya.

3. Kurangnya interaksi sosial dengan lingkungan sekitar

ilustrasi kerja remote (pexels.com/Annushka Ahuja)

Ketika bekerja secara offline, mungkin kamu masih bertemu dengan rekan kerja untuk sekadar mengobrol. Atau mungkin membicarakan beberapa topik ringan saat jam istirahat. Tapi ini tidak akan terjadi saat kamu memutuskan bekerja dengan sistem remote.

Di sinilah alasan mengapa bekerja dengan sistem remote juga bisa menyebabkan burnout. Kita dihadapkan dengan pola kerja individualis tanpa adanya interaksi. Tidak jarang kita terisolasi dari lingkungan sekitar karena tuntutan pekerjaan.

4. Tekanan untuk selalu terhubung dengan teknologi

ilustrasi memegang gadget (pexels.com/Roberto Nickson)

Bekerja dengan sistem remote memang memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh pekerjaan offline. Bisa dikatakan, menyelesaikan pekerjaan jauh lebih mudah dan praktis. Tentunya ini didukung oleh perkembangan teknologi yang berlangsung dengan pesat.

Tapi yang harus diwaspadai, ternyata bekerja dengan sistem remote juga bisa menyebabkan burnout. Kita disibukkan dengan tekanan untuk selalu terhubung dengan teknologi. Seperti email, media sosial, maupun aplikasi rapat virtual yang terkadang terasa melelahkan.

5. Tidak mampu keluar dari siklus produktivitas toksik

ilustrasi terjebak toxic productivity (pexels.com/Karolina Grabowska)

Pola kerja dengan sistem remote memang tidak memiliki batasan yang pasti. Bahkan kita tetap bisa mengakses pekerjaan selama 24 jam. Pada situasi yang lebih parah, kita akan menuntut diri untuk selalu produktif sepanjang hari. Seiring berjalannya waktu terjebak siklus produktivitas toksik.

Hal ini yang menjadi penyebab mengapa sistem kerja remote juga mampu memicu burnout. Tuntutan pekerjaan seharian penuh menghadirkan siklus produktivitas toksik yang tidak terputus. Bahkan memaksakan mental dan pikiran yang sebenarnya sudah tidak sejalan.

Bekerja secara remote sering dianggap memberikan fleksibilitas dan kebebasan. Kita tidak tertekan dengan jam masuk kantor yang kaku. Namun demikian, bukan berarti bekerja dengan sistem remote dapat menghindarkan diri dari burnout. Kemungkinan buruk itu bisa saja terjadi saat kita tidak mampu mengelola waktu bekerja dengan bijak.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Agsa Tian
EditorAgsa Tian
Follow Us