4 Ciri Hubungan Kerja yang Sehat Menurut Teori Patron-Klien, Tahu?

James Scott memiliki teori bernama patron-klien dalam kaitannya dengan dimensi ekonomi. Patron sendiri merupakan sosok atasan kerja yang memiliki modal. Dengan kepemilikannya tersebut, maka patron memiliki status sosial-ekonomi yang tinggi.
Sebaliknya, klien merupakan sosok pekerja yang menjual kemampuan kerjanya kepada patron. Secara kasat mata, hubungan patron dan klien tampak memiliki arah yang vertikal dengan klien yang ada di bawah dan begitu membutuhkan patron.
Atas dasar itu, tak jarang kekuasaan patron membuat hubungan kerja jadi tidak sehat. Lantas, bagaimana ciri hubungan kerja yang sehat? Teori patron-klien menjawabnya lewat ulasan di bawah ini.
1. Patron bukan hanya memberikan gaji, tetapi juga perlindungan dan kenyamanan ke klien

Menurut Scott, hubungan patron-klien ialah sebuah ikatan yang melibatkan persahabatan instrumental antara patron dengan status sosio-ekonominya yang lebih tinggi dengan klien yang ada di bawahnya. Oleh karena statusnya yang lebih tinggi, maka patron menggunakan pengaruh dan sumber dayanya untuk menyediakan perlindungan dan keuntungan-keuntungan lainnya bagi klien yang statusnya lebih rendah.
Sehingga, hubungan kerja yang terjalin bukan hanya memberikan timbal balik berupa gaji, melainkan lebih dari itu. Patron dengan kekuasaan dan kemampuannya harus menjamin perlindungan dan kenyamanan klien selama bekerja. Dengan kata lain, semua akses, fasilitas, dan berbagai tunjangan yang menjamin perkembangan klien harus dipenuhi oleh patron.
2. Hubungan dibangun bukan atas dasar pemaksaan atau kekerasan

Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa hubungan patron dan klien memiliki kedudukan yang berbeda. Yang mana, patron sebagai pemilik modal lebih memiliki kekuasaan dibandingkan klien.
Oleh karena patron lebih tinggi, namun menurut Scott bukan artinya klien bisa dipaksa demi kemajuan diri patron. Menurut teori patron klien, hubungan yang terjalin atas keduanya itu berbentuk layaknya hubungan pertemanan.
Tentunya, dalam pertemanan harus bersifat simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan. Dengan kata lain, hubungan timbal balik antara patron dan klien tidak boleh merugikan salah satu pihak, termasuk dengan memaksa apalagi kekerasan.
3. Klien membalas budi dengan loyal dalam lingkup profesionalitas kerja

Seperti penjelasan Scott, hubungan patron dan klien harus bersifat imbal balik. Maka dari itu, bukan hanya patron yang berkewajiban memenuhi hak-hak dari klien, tetapi juga patron berhak mendapatkan kinerja terbaik dari kliennya.
Klien memiliki kewajiban untuk melakukan tanggung jawabnya dalam bekerja, bahkan hal lain yang dibutuhkan oleh patron dalam lingkup profesionalitas kerja. Loyalitas yang diberikan oleh klien merupakan wujud timbal balik dari semua imbalan dan fasilitas setimpal yang diberikan patron kepadanya.
4. Hubungan saling membantu, termasuk di luar urusan pekerjaan

Scott menjelaskan, bahwa hubungan patron dan klien merupakan strategi pencarian nafkah dengan pemanfaatan hubungan modal sosial untuk bertahan hidup atau memperbaiki standar hidupnya. Namun, hubungan patron dan klien juga bersifat pribadi yang memungkinkan keduanya berhubungan di luar urusan kerja.
Dengan begitu, hubungan patron dan klien yang diibaratkan seperti pertemanan ini memiliki timbal balik yang enggak melulu urusan ekonomi. Tetapi, juga bisa saling memberikan bantuan untuk urusan pribadi maupun sekadar memberi semangat atau kekuatan.
Pada akhirnya, Scott membuat konsep patronase yang mengandung dua unsur saling menguntungkan tanpa melihat status, walau memang ada yang lebih tinggi. Unsur tersebut mengatakan bahwa apa yang diberikan oleh satu pihak haruslah sesuatu yang berharga di mata pihak lain, begitu juga sebaliknya. Sehingga, dari hubungan patron dan klien ini tercipta kehidupan yang sehat dalam kehidupan antar keduanya.