Perfeksionis atau Sekadar Cemas? Ini 5 Cara Membedakannya

Perfeksionisme memang sering dianggap hal yang positif karena identik dengan standar tinggi dan hasil yang sempurna. Di sisi lain, sikap perfeksionis juga bisa membawa tekanan yang besar, bahkan membuat seseorang sulit menikmati hidup.
Yang jadi pertanyaan, apakah seseorang benar-benar perfeksionis, atau sebenarnya hanya cemas dengan hasil kerja atau penilaian orang lain? Dua hal ini sekilas mirip, tapi sebenarnya punya perbedaan yang cukup signifikan. Yuk, kita bahas lima cara untuk membedakan apakah kamu atau orang terdekatmu benar-benar perfeksionis atau sekadar sedang dilanda kecemasan!
1. Perfeksionis fokus pada hasil, sementara orang cemas takut pada penilaian orang lain

Orang perfeksionis biasanya menetapkan standar tinggi untuk dirinya sendiri dan fokus untuk mencapai hasil yang terbaik. Mereka sering kali puas setelah melihat hasil kerjanya sesuai dengan ekspektasi. Sebaliknya, orang yang cemas lebih khawatir tentang apa yang dipikirkan orang lain, bahkan setelah pekerjaan selesai.
Misalnya, seorang perfeksionis akan berusaha membuat presentasi kerja semenarik mungkin karena mereka ingin hasilnya sempurna. Tapi, orang yang cemas mungkin lebih fokus pada apakah bosnya akan marah, apakah koleganya akan mengkritik, atau apakah pekerjaannya akan dianggap buruk. Perbedaan ini terlihat jelas dari cara mereka memandang pekerjaan: perfeksionis termotivasi untuk mencapai yang terbaik, sedangkan orang cemas sering terjebak dalam rasa takut akan penolakan atau kritik.
2. Perfeksionis memiliki kontrol, orang cemas sering hilang arah

Perfeksionis biasanya tahu apa yang mereka inginkan dan bagaimana cara mencapainya. Mereka punya rencana yang jelas, meskipun kadang terkesan kaku. Sementara itu, orang yang cemas cenderung terjebak dalam kebingungan karena terlalu banyak memikirkan berbagai kemungkinan buruk yang belum tentu terjadi.
Misalnya, saat diberi tugas sulit atau project besar, seorang perfeksionis akan menyusun langkah-langkah detail untuk menyelesaikannya dengan baik. Tapi, orang yang cemas bisa jadi terlalu sibuk memikirkan apakah tugas tersebut akan selesai tepat waktu, apakah akan ada masalah di tengah jalan, atau apakah mereka akan dimarahi jika terjadi kesalahan. Akibatnya, mereka justru kehilangan fokus dan sulit mengambil tindakan nyata.
3. Perfeksionis mencari solusi, orang cemas cenderung berhenti karena masalah

Ketika menghadapi hambatan, orang perfeksionis cenderung melihatnya sebagai tantangan yang harus diselesaikan. Mereka mungkin merasa frustrasi, tapi mereka akan mencari cara untuk mengatasinya. Di sisi lain, orang yang cemas sering kali stuck pada masalah itu sendiri tanpa berusaha mencari jalan keluarnya.
Contohnya, jika sebuah proyek tidak berjalan sesuai rencana, perfeksionis akan menganalisis apa yang salah dan mencoba memperbaikinya. Sebaliknya, orang cemas bisa jadi malah terpaku pada ketakutan akan kegagalan, merasa malu, atau takut dimarahi. Alih-alih mencari solusi, mereka justru tenggelam dalam kekhawatiran yang memperburuk keadaan.
4. Perfeksionis mengapresiasi usahanya, orang cemas akan merasa kurang

Meskipun perfeksionis sering menetapkan standar yang tinggi, mereka biasanya masih bisa merasa puas dengan usaha terbaik yang telah dilakukan, meski hasilnya tidak sempurna. Sebaliknya, orang yang cemas sering merasa usahanya tidak cukup, bahkan ketika orang lain sudah memberikan apresiasi.
Misalnya, seorang perfeksionis yang mendapatkan nilai 90 di ujian mungkin berpikir, "Aku bisa memperbaiki ini di waktu berikutnya." Sementara itu, orang yang cemas akan terus memikirkan kesalahan kecil yang mereka buat dan merasa nilai tersebut tidak cukup baik. Perasaan "selalu kurang" ini membuat orang cemas sulit menghargai apa yang sudah mereka capai.
5. Perfeksionis termotivasi untuk berkembang, orang cemas selalu takut gagal

Motivasi juga menjadi pembeda antara perfeksionis dan orang yang cemas. Perfeksionis biasanya terdorong untuk terus berkembang dan meningkatkan kemampuan mereka, bahkan jika itu berarti harus menghadapi risiko atau tantangan baru. Sebaliknya, orang yang cemas sering kali menghindari risiko karena takut gagal atau merasa tidak cukup mampu.
Contohnya, perfeksionis mungkin berani mengambil proyek baru meskipun itu di luar zona nyamannya, karena mereka melihatnya sebagai peluang untuk belajar. Sebaliknya, orang yang cemas mungkin akan menolak kesempatan tersebut karena terlalu takut dengan kemungkinan gagal atau kritik yang akan mereka terima.
Memang perfeksionisme maupun kecemasan memiliki sisi positif dan negatifnya masing-masing, tergantung bagaimana kamu mengelolanya. Menjadi perfeksionis tidak masalah selama kamu tetap bisa menghargai usaha dan tidak terlalu keras pada diri sendiri. Sebaliknya, jika kecemasan mulai mengganggu aktivitasmu sehari-hari, mungkin sudah saatnya mencari cara untuk mengatasinya, seperti berbicara dengan orang yang kamu percaya atau bahkan mencari bantuan profesional seperti psikolog.
Dengan memahami perbedaan antara perfeksionis dan rasa cemas, kamu bisa lebih bijak mengenali dirimu sendiri. Jangan lupa, hidup bukan soal menjadi sempurna, tapi tentang bagaimana kamu belajar dan berkembang dari setiap proses yang kamu jalani.