Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Survei Ungkap Kesulitan Pekerja dalam Mencari Kerja dan Jodoh, Simak!

ilustrasi bekerja di kantor (pexels.com/Mikael Blomkvist)
ilustrasi bekerja di kantor (pexels.com/Mikael Blomkvist)

Jobstreet dan Jobsdb by SEEK melakukan survei yang melibatkan 5000 responden tenaga kerja di lima negara Asia Tenggara pada Mei 2024. Survei ini memberikan pemahaman mengenai berbagai tantangan yang dihadapi oleh tenaga kerja di Asia Tenggara dalam mencari pekerjaan, faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kepuasan kerja, serta pandangan umum pekerja terhadap keputusan karier mereka.

Baru-baru ini, SEEK pun telah merilis hasil survei tersebut yang mengungkapkan tingkat kepuasan kerja dan aspirasi karier pekerja di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Seperti apa? Simak informasinya di bawah!

1. Mencari kerja dan mencari jodoh

hasil survei SEEK (dok. SEEK)
hasil survei SEEK (dok. SEEK)

Mencari pasangan hidup mungkin dianggap sebagai perjalanan yang penuh tantangan. Namun ternyata, orang Indonesia merasakan bahwa menemukan kecocokan karier juga gak kalah sulit. Survei dari SEEK menunjukkan bahwa lebih dari 3 dari 5 (62 persen) pekerja Indonesia merasa menemukan pekerjaan yang tepat sebanding sulitnya dengan mencari pasangan hidup yang ideal.

Sedangkan, 25 persen pekerja Indonesia menganggap mencari pekerjaan yang tepat lebih menantang, lebih banyak dibandingkan 14 persen yang merasa menemukan pasangan hidup lebih sulit. Hasil serupa juga ditemukan di negara lain dengan komposisi yang bervariasi, kecuali di Hong Kong, di mana 43 persen pekerja merasa lebih sulit mencari pekerjaan yang tepat, lebih tinggi daripada yang merasa sama sulitnya (31 persen) dan yang merasa kesulitan mencari pasangan hidup (26 persen).

Di sisi lain, waktu yang dihabiskan untuk mencari pekerjaan dan mencari jodoh cenderung seimbang. Dalam enam bulan terakhir, 37 persen pekerja menghabiskan lebih banyak waktu di aplikasi pencari kerja dibandingkan dengan aplikasi kencan.

Sementara, 11 persen menghabiskan lebih banyak waktu di aplikasi kencan. Sedangkan hampir setengah (48 persen) pekerja menghabiskan waktu yang sama di kedua jenis aplikasi tersebut.

2. Kepuasan pekerja saat ini

hasil survei SEEK (dok. SEEK)
hasil survei SEEK (dok. SEEK)

Selanjutnya, mengenai kepuasan pekerja, survei SEEK menemukan bahwa hampir 6 dari 10 (59 persen) pekerja Indonesia melaporkan bahwa mereka senang dengan pekerjaannya saat ini. Hal ini mencerminkan tingkat kepuasan kerja yang cukup signifikan di kalangan tenaga kerja. Persentase ini mirip dengan pekerja di Malaysia, yang sedikit lebih tinggi dari rata-rata Asia sebesar 57 persen.

Sementara itu, Filipina dan Hong Kong memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi, masing-masing sebesar 66 persen dan 72 persen. Di sisi lain, lebih sedikit pekerja yang merasa puas dengan pekerjaan mereka di Singapura (38 persen) dan Thailand (48 persen).

Faktor utama yang menyebabkan ketidakpuasan pekerja terhadap pekerjaan mereka saat ini adalah ketidaksesuaian antara harapan dan gaji serta kompensasi yang diterima (46 persen), yang juga menjadi faktor terbesar di negara-negara lain. Selain itu, faktor kedua yang cukup berpengaruh di Indonesia adalah kurangnya kesempatan bagi pekerja untuk mengembangkan jenjang karier mereka (33 persen).

3. Kesesuaian pekerjaan dengan keterampilan dan aspirasi

ilustrasi suasana tempat kerja (pexels.com/RF._.studio)
ilustrasi suasana tempat kerja (pexels.com/RF._.studio)

Hampir 1 dari 5 (19 persen) pekerja merasa bahwa pekerjaannya saat ini sangat atau sepenuhnya sesuai dengan keterampilan dan aspirasinya. Namun, persepsi ini lebih rendah di kalangan pekerja berpenghasilan rendah (antara IDR 1,5 juta - IDR 2,5 juta), dengan hanya 9 persen yang merasa pekerjaannya sangat sesuai dengan keterampilan mereka.

Sebaliknya, hampir setengah (49 persen) pekerja berpenghasilan menengah ke atas (lebih dari IDR 16 juta) merasa pekerjaan mereka sangat atau sepenuhnya sesuai dengan keterampilan dan aspirasi mereka. Berdasarkan survei yang sama, ditemukan bahwa 57 persen pekerja Indonesia merasa lebih sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan aspirasi mereka saat ini dibandingkan dengan pencarian pekerjaan pertama mereka.

Di sisi lain, sebanyak 83 persen pekerja terbuka untuk melakukan perubahan karier yang drastis atau berspesialisasi dalam bidang baru dibandingkan dengan apa yang mereka pelajari atau lakukan sebelumnya. Situasi ini menunjukkan bahwa upskilling dan reskilling menjadi hal yang sangat penting bagi para pekerja untuk memperluas peluang karier mereka.

4. Kesediaan untuk bertahan di pekerjaan telah terlampaui

ilustrasi pekerja pabrik (unsplash.com/Remy Gieling)
ilustrasi pekerja pabrik (unsplash.com/Remy Gieling)

Ditemukan juga bahwa lebih dari 6 dari 10 (61 persen) pekerja bersedia bertahan di pekerjaan yang telah terlampaui lebih dari setahun sebelum mulai mencari peluang baru. Namun, kesediaan ini bervariasi menurut kelompok usia.

Sebanyak 44 persen pekerja berusia 18-24 gak bersedia bertahan lebih dari setahun di posisi yang sudah gak sesuai lagi. Sementara, 31 persen pekerja berusia 35-54 bersedia tetap berada di pekerjaan semacam itu lebih dari 5 tahun sebelum mencari pekerjaan baru. Penemuan ini menyoroti bahwa pekerja dari generasi Z cenderung lebih cepat ingin bereksplorasi dalam jenjang karier mereka dibandingkan dengan generasi milenial dan x.

5. Prinsip rekrutmen yang adil

ilustrasi perekrut mewawancarai (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi perekrut mewawancarai (pexels.com/RDNE Stock project)

Sebanyak 24 persen pekerja Indonesia merasa bahwa bias atau diskriminasi dalam proses rekrutmen telah menghambat kesempatan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang tepat. Lebih banyak pekerja berusia 18-24 tahun (27 persen) yang merasa bahwa bias atau diskriminasi dalam proses perekrutan menghalangi mereka memperoleh pekerjaan yang sesuai.

Sementara itu, 14 persen pekerja Indonesia percaya bahwa hambatan budaya atau diskriminasi menghalangi mereka untuk aktif mencari peluang kerja baru. Persentase yang lebih tinggi ditemukan di kalangan pekerja berusia 55 tahun ke atas (19 persen), merasa hambatan budaya atau diskriminasi menghalangi mereka mencari peluang kerja baru.

Hambatan utama yang dihadapi pekerja Indonesia dalam mencari pekerjaan yang sesuai adalah keterbatasan akses terhadap informasi lowongan kerja yang relevan dengan keterampilan yang dimiliki (37 persen) dan proses melamar pekerjaan yang rumit serta sulit (35 persen).

Hal ini sejalan dengan temuan dalam Laporan Eksklusif Jobstreet by SEEK "Decoding Global Talent 2024: GenAI Edition", yang menyebutkan bahwa faktor utama penyebab penolakan tawaran pekerjaan adalah proses rekrutmen yang dijalani oleh kandidat. Faktor tersebut, antara lain; kesan negatif saat proses wawancara, seperti pertanyaan diskriminatif (54 persen) dan pengalaman rekrutmen yang buruk, seperti proses yang lambat (38 persen).

SEEK mendukung pasar kerja Indonesia dengan memanfaatkan teknologi AI melalui platform Jobstreet by SEEK untuk meningkatkan pencarian dan pencocokan pekerjaan. Jobstreet juga berkontribusi dalam menciptakan lowongan kerja di seluruh Indonesia melalui gerakan #NextMillionJobs, yang mengajak publik untuk optimis terhadap peluang kerja yang semakin terbuka.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Kori
EditorKori
Follow Us