Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Kesalahan Fatal yang Membuat Pembaca Kapok dengan Cerita Fiksimu

Pexels/Muhammad Rifki Adiyanto
Pexels/Muhammad Rifki Adiyanto

Karya tulis atau cerita fiksi tidak melulu harus dicetak dan dipublikasikan melalui penerbit. Dewasa ini, sudah banyak situs-situs daring yang menyediakan wadah bagi penulis, mulai dari yang pemula hingga senior.

Namun, perjalanan seorang penulis fiksi untuk berkarya tidak selalu mulus. Seringkali pembaca memberikan kritik yang membangun, komentar-komentar pedas, bahkan merasa 'kapok' setelah membaca hasil karyamu. Kira-kira, apa saja kesalahan fatal seorang penulis dalam menciptakan sebuah karya fiksi? Yuk, disimak!

1. Ceritamu adalah hasil plagiarisme

Pexels/Perfecto Capucine
Pexels/Perfecto Capucine

Menurut definisi dari KBBI V, plagiarisme adalah penjiplakan yang melanggar hak cipta. Plagiarisme juga dianggap sebagai kejahatan tak termaafkan dalam menulis. Apa lagi, tulisan hasil plagiarisme sekarang ini sangat mudah untuk dikenali. Jika para pembaca mengetahui bahwa karyamu adalah hasil plagiarisme, sudah sewajarnya mereka kehilangan kepercayaan terhadap semua karya tulismu.

2. Tidak memiliki tanda baca yang baik

Pexels/Min An
Pexels/Min An

Jangan pernah menyepelekan fungsi dari tanda baca. Tanpa tanda baca, para penikmat karyamu (bahkan, kamu sendiri) akan kesulitan untuk memahami arti dari susunan kalimat yang ada. Namun, jika dipakai secara asal atau berlebihan, hal tersebut akan sangat mengganggu kenyamanan. Ada baiknya kamu mempelajari penggunaan tanda baca yang baik sebelum menulis cerita.

3. Gaya bahasa yang tidak tepat

Pexels/Pixabay
Pexels/Pixabay

Menurut Gorys Keraf, gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis.

Dalam menulis sebuah cerita, penggunaan gaya bahasa yang tepat membangkitkan suasana tertentu bagi para pembaca. Misalnya gaya bahasa hiperbola untuk menambah efek dramatis ke dalam suasana cerita yang emosional. Namun, jika kamu menggunakannya dalam suasana cerita yang hanya menggambarkan keseharian tokoh, pembaca akan kehilangan 'rasa' dari tulisanmu.

4. Konflik dalam cerita fiksimu terlalu sedikit, bahkan tidak ada

Pexels/Daria Shevtsova
Pexels/Daria Shevtsova

Cerita yang menarik adalah cerita yang dapat menggugah rasa dari para pembacanya. Oleh karena itu, karyamu harus mengandung setidaknya satu macam konflik. Konflik itulah yang membuat karya fiksimu tidak membosankan untuk dibaca. Tidak ada seorang pembaca yang menginginkan sebuah cerita yang flat-flat saja, bukan?

5. Judul cerita tidak 'nyambung' dengan isinya

Pexels/Thought Catalog
Pexels/Thought Catalog

Karena terlalu fokus memikirkan sinopsis, alur, tokoh, dan konflik untuk karyamu, judul dari cerita itu sendiri akhirnya diabaikan. Alhasil, judul ceritamu tidak serasi dengan isinya. Padahal, judul cerita adalah kunci sekaligus hal yang pertama kali dilihat oleh pembaca untuk menentukan karyamu menarik atau tidak.

Ternyata, untuk menulis karya fiksi yang baik tidak semudah yang dibayangkan. Kita harus pandai-pandai mengolah usaha, bahasa, dan rasa. Terlepas dari kesalahan-kesalahan yang ada, tetaplah menulis dan memperbaiki kualitas tulisanmu!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vondra Wijaya
EditorVondra Wijaya
Follow Us