Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Novel Luar Negeri yang Pedihnya Mirip Orde Baru

novel 1970 dan I Must Betray You (marjinkiri.id | penguinrandomhouse.com)
Intinya sih...
  • Orde Baru bukan kasus unik, beberapa negara mengalami pengalaman serupa
  • Novel dari berbagai penulis internasional menggambarkan kepedihan rezim diktator
  • Kisah novel mencakup peristiwa tragis dan pelanggaran hak asasi manusia di Rumania, Brasil, Ukraina, dan Republik Dominika

Kepedihan rezim diktator ala Orde Baru (1966—1998) bukan kasus endemik Indonesia. Beberapa negara lain pernah jatuh ke lubang yang sama dan harus merasakan kepedihan serupa.

Pembatasan kebebasan berpendapat, propaganda yang memuakkan, sampai penghilangan paksa orang-orang yang dianggap berseberangan dengan agenda pemerintah adalah pola yang ternyata bisa digolongkan isu internasional. Ngeri, bukan?

Biar kamu ada gambaran, baca saja enam rekomendasi novel luar negeri yang pedihnya mirip Orde Baru berikut ini. Datang dari penulis Asia, Eropa, sampai Amerika Latin, beberapa sudah terbit dalam versi terjemahan bahasa Indonesia, lho.

1. Human Acts

Human Acts (granta.com)

Human Acts adalah salah satu novel terbaik penulis peraih nobel sastra 2024, Han Kang. Terinspirasi Peristiwa Gwangju 1980 yang juga berkutat pada pelanggaran terhadap hak berdemokrasi dan kekerasan aparat, kamu akan diajak mengikuti konflik berlapis yang bermula dari terbunuhnya seorang bocah bernama Dong Ho. Novel ditulis secara berkelindan lewat beberapa sudut pandang sekaligus, mulai dari sahabat Dong Ho, jurnalis, napi, hingga buruh. 

2. I Must Betray You

I Must Betray You (penguinrandomhouse.com)

I Must Betray You adalah novel berlatarkan Rumania era Komunis 1989. Lakonnya Cristian, remaja 17 tahun yang hidup bersama kelima anggota keluarganya di sebuah apartemen sempit.

Hidup mereka begitu terkekang. Orang dewasa harus bekerja 12 jam 6 hari seminggu, sementara anak-anak sekolah harus ikut dalam program ekstrakurikuler wajib sampai malam. Tak ada ruang untuk bernapas bagi Cristian, apalagi setelah ia dipaksa polisi rahasia jadi informan. 

3. 1970

1970 (marjinkiri.id)

Sesuai judulnya, novel ini berlatar tahun 1970 ketika Brasil jatuh ke tangan rezim militer. Bebarengan dengan gerakan pemberantasan komunis yang masif dan terstruktur, penculikan penghilangan paksa jadi hal umum yang terjadi di negeri itu.

Apesnya, seorang pemuda jadi korban salah tangkap. Ia disiksa dan dipaksa mengakui kesalahan yang sama sekali tak ia tahu. Sebuah pengingat kalau opresi pemerintah terhadap rakyat jelata bisa menimpa siapa saja. 

4. Ivan and Phoebe

Ivan and Phoebe (deepvellum.org)

Ivan dan Phoebe adalah pasutri Ukraina yang secara langsung dan tidak jadi saksi pergerakan mahasiswa menuntut kemerdekaan dari Uni Soviet. Memotret kota-kota strategis, seperti Kyiv, Lviv, dan Uzhhorod, yang jadi episentrum gerakan itu, novel ini jadi semacam dokumentasi sejarah yang penting. Kesulitan dan tantangan sebagai rakyat sipil pada era Soviet memang mengganggu dan memilukan, tetapi penting disebarluaskan. 

5. In the Time of the Butterflies

In the Time of the Butterflies (hachettebookgroup.com)

Pada November 1960, Republik Dominika dihebohkan dengan penemuan jenazah tiga bersaudara dalam sebuah mobil. Kematian mereka diklaim sebagai kecelakaan dan dianggap angin lalu begitu saja oleh aparat berwenang.

Namun, yang tidak mereka tahu, ada satu orang selamat yang berhasil kabur dan jadi kunci dari kejadian mengerikan yang menimpa ketiga saudaranya. Berlatarkan era pemerintahan diktator Jenderal Rafael Leónidas Trujillo, ini potret satu dari sekian banyak rezim fasis yang berkembang pesat di Amerika Latin selama periode Perang Dingin. 

6. The Feast of the Goat

The Feast of the Goat (us.macmillan.com)

Dikenal sebagai penulis progresif yang karya-karyanya selalu mengkritik rezim zalim, Mario Vargas Llosa akan mengajakmu menilik detik-detaik terakhir dalam kekuasaan Rafael Leónidas Trujillo di Republik Dominika. Ia menggunakan perspektif perempuan bernama Urania Cabral yang memutuskan pulang ke kampung halamannya pada 1960-an hanya untuk menemukan negaranya berada dalam cengkraman orang sekeji Trujillo. Teror, ancaman, dan opresi jadi makanan sehari-hari rakyat sipil era itu. Namun, apapun yang tidak baik sejak awal tak akan bertahan lama. 

Apa yang terjadi di Indonesia pada periode Perang Dingin (1960—1990-an) sebenarnya punya pola yang sama dengan beberapa yang berlangsung di luar negeri. Dikemas seolah ini perang ideologi, nyatanya ini semua soal penyelenggara pemerintah dan pemegang senjata yang tamak dan terbutakan kekuasaan. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Naufal Al Rahman
EditorNaufal Al Rahman
Follow Us