5 Cara Mengatasi Anak yang Enggan Bertemu Keluarga, Jangan Dimarahi!

- Anak menunjukkan ketidaksenangan bertemu keluarga melalui perilaku murung, menarik diri, atau menghindari pembicaraan kunjungan.
- Empati dan pendekatan penuh pengertian penting dalam mendekati anak untuk memahami perasaannya tanpa kritik atau penilaian.
- Memberikan anak kendali dan pilihan, serta fleksibilitas dalam jadwal pertemuan dengan keluarga dapat membantu mereka merasa dihargai dan lebih terbuka untuk berpartisipasi.
Menghadapi situasi di mana anak enggan bertemu keluarga bisa menjadi tantangan tersendiri bagi orangtua. Terkadang, meskipun orangtua ingin anak menjalin hubungan yang baik dengan keluarga besar, mereka mungkin merasa tidak nyaman atau tidak tertarik.
Hal ini tentu memunculkan pertanyaan tentang bagaimana orang tua bisa mendukung mereka tanpa melanggar batasan pribadi yang anak miliki. Dalam menghadapi masalah seperti ini, penting untuk menemukan pendekatan yang bijaksana dan penuh pengertian. Berikut ini cara mengatasi anak yang enggan bertemu keluarga. Cek, yuk!
1. Cari tahu alasan anak tidak ingin bertemu keluarga

Anak mungkin menunjukkan ketidaksenangan mereka melalui perilaku seperti murung, menarik diri, atau menghindari pembicaraan tentang kunjungan keluarga. Sebagai orangtua, penting untuk mendekati anak dengan rasa ingin tahu dan empati, bukan kritik.
"Kamu bisa memulainya dengan membagikan perasaan, menanyakan kabar dengan tulus, atau menerapkan cara-cara komunikasi yang sudah dipelajari," jelas Grace Olivia Dickman, LCSW, seorang terapis, dilansir Psych Central.
Mulailah percakapan dengan nada yang tenang, seperti bertanya, “Apa yang membuatmu merasa tidak nyaman saat bertemu keluarga?”. Alasannya pun bisa beragam, mulai dari kelelahan karena jadwal yang padat, rasa bosan, hingga pengalaman kurang menyenangkan dengan anggota keluarga. Lakukan cara ini agar anak merasa didengar dan dimengerti.
2. Gunakan pendekatan penuh empati

Menunjukkan empati dapat membantu anak merasa dipahami dan dihargai tanpa rasa dihakimi. Cobalah mendengarkan perasaan mereka secara aktif dan validasi emosi mereka, misalnya dengan mengatakan, “Ibu paham kalau kamu merasa tidak nyaman, dan itu penting untuk Ibu mengerti”. Pendekatan ini mengharuskan kamu untuk menahan kritik atau penilaian, sehingga anak lebih terbuka untuk berbagi.
"Ketika memvalidasi pengalaman anak, ini memberi mereka rasa aman untuk berbicara dan memahami apa yang telah mereka alami," kata Laura Fonseca, pekerja sosial klinis berlisensi yang khusus menangani anak-anak dan remaja di Missouri, dilansir Psych Central.
Ketika anak merasa bahwa orangtua benar-benar ingin memahami sudut pandangnya, mereka akan lebih mudah diajak berdiskusi untuk menemukan solusi bersama. Empati juga mengajarkan anak tentang pentingnya memahami perasaan orang lain, termasuk anggota keluarga yang pada akhirnya dapat mendorong hubungan agar lebih baik.
3. Jelaskan nilai keluarga

Anak perlu memahami bahwa keluarga bukan hanya sekumpulan orang, tetapi juga tempat belajar tentang kasih sayang, dukungan, dan kebersamaan. Sampaikan pentingnya menjaga hubungan dengan anggota keluarga, seperti nenek, kakek, atau sepupu, sebagai bagian dari membangun ikatan yang kuat.
Orangtua bisa menggunakan contoh sederhana, seperti momen kebersamaan yang menyenangkan untuk menunjukkan bagaimana hubungan keluarga memberikan rasa aman dan kebahagiaan. Cara ini akan membuat anak lebih termotivasi untuk meluangkan waktu bersama keluarga, meskipun pada awalnya mereka merasa kurang nyaman.
4. Berikan pilihan dan fleksibilitas

Anak cenderung lebih mudah menerima suatu aktivitas jika mereka merasa memiliki kendali atau pilihan dalam prosesnya. Orangtua pun dapat menawarkan opsi, seperti memilih waktu yang lebih nyaman untuk bertemu keluarga atau menentukan kegiatan yang ingin dilakukan bersama keluarga.
Jika pertemuan dengan keluarga terasa terlalu sering, ajak anak untuk membuat jadwal yang lebih seimbang antara waktu bersama keluarga dan waktu untuk dirinya sendiri. Adanya fleksibilitas ini akan membuat anak merasa lebih dihargai dan memiliki ruang untuk menyesuaikan dirinya, sehingga kemungkinan besar anak akan lebih terbuka untuk berpartisipasi.
5. Bantu anak menghadapi konflik keluarga

Konflik dengan anggota keluarga, seperti saudara sepupu atau orang dewasa tertentu, bisa menjadi alasan anak menolak untuk berkunjung. Sebagai orangtua, cobalah bantu anak menemukan cara untuk menghadapi situasi tersebut, seperti mengajarinya cara menyampaikan perasaan dengan sopan atau memberikan contoh bagaimana menangani konflik dengan bijak.
Selain itu, jika konflik melibatkan perilaku yang melanggar batas anak, seperti pertanyaan atau tindakan yang tidak sopan, pastikan kamu hadir untuk memberikan dukungan dan berbicara atas nama anak jika diperlukan. Memberikan solusi dan dukungan, anak akan merasa lebih percaya diri dan aman saat berinteraksi dengan keluarga.
Demikianlah tadi beberapa cara mengatasi anak yang enggan bertemu dengan keluarga. Proses ini mungkin memerlukan waktu, namun dengan komunikasi yang baik dan penghormatan terhadap perasaan anak, hubungan keluarga yang harmonis dan penuh kehangatan pada akhirnya dapat tercipta.