Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Financial Habits Orangtua yang Berdampak Buruk bagi Anak

ilustrasi uang jajan anak (pexels.com/Karolina Grabowska)
ilustrasi uang jajan anak (pexels.com/Karolina Grabowska)

Salah satu permasalahan pelik yang bisa dibilang menjadi problem ‘sejuta umat’, adalah persoalan finansial. Mulai dari penghasilan pas-pasan dan gak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, hingga kebanyakan duit sampai gagap dan bingung mau dikemanakan.

Nah, sebenarnya masalah keuangan ini bisa jadi mindset yang sudah tertanam sejak kecil, lho. Melihat berbagai kebiasaan menyangkut keuangan yang dilihat anak dari orangtuanya akhirnya mendorong berbagai perilaku ataupun konsep pemikiran yang berujung pada masalah finansial. Seperti apa financial habits orangtua yang nantinya bisa bawa dampak buruk bagi anak? Mari kita ikuti terus ulasannya di bawah ini.

1. Gali lubang tutup lubang

ilustrasi menganalisis utang (pexels.com/Mikhail Nilov)
ilustrasi menganalisis utang (pexels.com/Mikhail Nilov)

Rasa-rasanya semua orang pernah berutang, mulai dari nominal receh hingga miliaran. Alasannya pun bermacam-macam. Berutang untuk modal usaha, utang demi bisa jalani resepsi pernikahan yang mewah, ataupun memang berutang karena gak cukup uang untuk bertahan hidup.

Idealnya hidup akan lebih tenang jika bisa bebas utang, karena bagaimanapun utang itu wajib dibayar atau menjadi beban. Hanya saja, kadang keadaan memang memaksamu untuk berutang.

Sebenarnya gak masalah selama tidak terbiasa gali lubang tutup lubang. Apalagi jika kebiasaan berutang disebabkan manajemen keuangan yang buruk. Nantinya anak bakal ikut-ikutan hobi ngutang lho, karena merasa bahwa perilaku tersebut normal.

2. Selalu menuruti keinginan jajan anak

ilustrasi jajan es krim (pexels.com/febri visual)
ilustrasi jajan es krim (pexels.com/febri visual)

Banyak orang dewasa berpenghasilan sulit sekali menabung. Kesulitan ini selain disebabkan tidak terbiasa menyisihkan uang, juga akibat spending habit yang gak terkontrol. Sebagai contoh, tiap kali ada diskon mudah sekali gelap mata.

Kesulitan mengendalikan diri terhadap hasrat belanja boleh jadi disebabkan dulunya tiap kali minta jajan selalu dituruti orangtua. Walaupun dihiasi dengan omelan, tapi tetap saja ujung-ujungnya ortu bakal kasih uang jajan. Akhirnya, saat dewasa anak jadi gak bisa menahan diri ketika sudah bisa menghasilkan uang sendiri.

Ada baiknya orangtua memberi jatah uang jajan berkala. Dengan demikian, anak jadi bisa mengatur sendiri uang jajannya, dan ketika dewasa sudah terbiasa membuat skala prioritas mana yang jadi kebutuhan, dan mana yang sekadar keinginan.

3. Sering pamer

ilustrasi perilaku flexing (pexels.com/Pixabay)

Di antara alasan orangtua harus berhati-hati sekali dengan perilakunya, karena anak merupakan peniru ulung. Apa yang ditampakkan orangtuanya sehari-hari biasanya bakal dicontoh. Untuk itu, buat kamu yang sering pamer sebaiknya segera tobat, ya.

Seperti diketahui, sudah banyak sekali kasus finansial akibat perilaku flexing. Gak sedikit yang terlibat korupsi, terjun dalam prostitusi akibat keinginan pamer. Tentu semua orangtua yang baik gak akan mau anaknya sampai seperti itu, bukan?

4. Menjadikan anak pertama sebagai tulang punggung keluarga

ilustrasi pria sedang stres (unsplash.com/Kyle Glenn)

Masih banyak orangtua yang membebani tanggung jawab besar pada anak pertama, termasuk beban finansial. Inilah yang kemudian menciptakan generasi sandwich.

Menanamkan tanggung jawab keuangan pada anak pertama satu sisi bisa mengasah mentalnya agar mandiri dan tangguh. Hanya saja, ada banyak juga kerugian yang dapat terjadi. Sebagai contoh, adik-adik yang ditanggung menjadi pemalas, serta anak pertama jadi rentan sekali stres karena harus menanggung beban finansial banyak orang.

5. Mindset 'uang bisa menyelesaikan semua masalah'

ilustrasi anak yang arogan (pexels.com/Duy Pham)

Memang benar, apa-apa butuh uang. Akan tetapi, bukan berarti semua persoalan di dunia ini selalu bisa diselesaikan dengan uang. Kebiasaan orangtua yang selalu menjadikan uang sebagai ‘solusi’ nantinya bisa bikin anak jadi minim empati, lho.

Belajar di waktu kecil ibarat mengukir di atas batu, sedangkan belajar di waktu besar ibarat mengukir di atas air.

Pepatah di atas cukup jadi pelajaran bagi kita semua bahwa jauh lebih mudah mendidik dan menanamkan berbagai kebiasaan baik sejak anak masih kecil. Uraian tadi semoga bisa jadi koreksi kita bersama agar anak terhindar dari kebiasaan buruk dari financial habits orangtua yang nantinya akan membawanya pada berbagai persoalan finansial.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
L A L A .
EditorL A L A .
Follow Us