5 Masalah Perilaku Anak yang Sebenarnya Tidak Perlu Dikhawatirkan

Sebagai orangtua, wajar jika muncul kekhawatiran ketika anak menunjukkan perilaku yang tampak tidak biasa. Namun, tidak semua perilaku tersebut merupakan tanda masalah serius. Terkadang, apa yang terlihat mengkhawatirkan justru menjadi bagian dari perkembangan anak yang normal.
Bagaimana sebagai orangtua bisa membedakan antara perilaku yang memerlukan perhatian lebih dan yang sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan dari anak? Yuk, ketahui apa saja masalah perilaku anak yang sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan melalui artikel berikut!
1. Menggunakan kata-kata yang menyinggung

Menggunakan kata-kata yang menyinggung sering kali menjadi sumber kekhawatiran bagi orangtua, terutama jika anak mengatakan hal-hal seperti "Aku benci kamu" atau ungkapan serupa yang terasa menyakitkan. Ari Goldstein, Ph.D., seorang psikolog pendidikan, dilansir Parents, menjelaskan, anak-anak di bawah usia 7 tahun belum memiliki kemampuan untuk menyaring, mengontrol, atau menilai ucapan mereka dengan baik sebelum berbicara.
"Ini karena mereka kekurangan keterampilan sosial, anak-anak yang lebih muda tidak memahami bagaimana kata-kata mereka akan mempengaruhi orang lain," kata Ari Goldstein.
Mereka juga belum mengembangkan filter sosial yang baik, sehingga sering kali berbicara secara spontan untuk mengekspresikan emosi, seperti marah, kecewa, atau frustrasi. Hal ini bukanlah tanda bahwa mereka benar-benar bermaksud menyakiti, melainkan bagian dari proses belajar mengenali dan mengelola emosi.
2. Bertindak kasar pada teman sebaya

Bertindak kasar terhadap teman sebaya, seperti memukul, mendorong, atau merebut mainan, sering membuat orangtua merasa khawatir. Namun, perilaku ini sebenarnya normal dalam perkembangan anak, terutama sebelum usia 3 atau 4 tahun. Pada usia ini, anak-anak masih belajar mengelola emosi, memahami konsep berbagi, dan mengembangkan keterampilan mengatur diri.
"Anak-anak kecil memang belum belajar keterampilan pengaturan diri yang akan mencegah perilaku seperti merebut mainan dari anak lain," kata Goldstein.
Mereka mungkin belum sepenuhnya menyadari dampak dari tindakan mereka terhadap orang lain. Sebagian besar anak pada tahap ini hanya sedang menguji batasan perilaku yang dapat diterima. Jika perilaku ini berlanjut hingga usia sekolah atau menjadi terlalu sering dan sulit dikendalikan meski sudah diberi pengajaran dan disiplin, barulah hal ini memerlukan perhatian lebih lanjut.
3. Memukul kepala atau melukai diri sendiri

Dilansir Parents, Lourdes Quintana, seorang spesialis perkembangan bayi dan balita, menjelaskan bahwa, perliaku menyakiti diri sendiri ini sering menjadi kekhawatiran para orangtua. Namun, selama hal ini tidak sering terjadi, kemungkinan ini bukanlah masalah yang perlu dikhawatirkan berlebihan.
Perilaku ini umum terjadi, terutama saat anak merasa frustrasi atau kewalahan oleh emosi seperti malu, marah, atau kecewa. Biasanya, tindakan ini bersifat sementara dan tidak berbahaya selama tidak sering terjadi. Namun, jika perilaku ini berulang, sulit dihentikan, atau muncul setiap kali anak menghadapi tantangan, konsultasi dengan ahli disarankan untuk memastikan tidak ada masalah serius.
4. Menggigit

Anak yang gemar menggigit mungkin cukup mengkhawatirkan, terutama jika anak menggigit dirinya sendiri, orangtua, atau teman sebayanya. Namun, perilaku ini sebenarnya cukup normal, terutama pada balita yang merasa frustrasi karena keterbatasan kemampuan berkomunikasi dengan kata-kata.
Menggigit dapat menjadi cara mereka mengekspresikan emosi seperti marah, kecewa, atau tidak nyaman. Dalam banyak kasus, perilaku ini akan berkurang seiring dengan perkembangan kemampuan komunikasi anak.
5. Masalah makan

Masalah makan sering menjadi perhatian bagi banyak orangtua, terutama jika anak menjadi pemilih makanan. Namun, pada masa kanak-kanak, perilaku ini sebenarnya adalah bagian yang normal dari proses eksplorasi. Balita dan anak prasekolah sering bereksperimen dengan berbagai rasa dan tekstur makanan, sehingga wajar jika mereka hanya menyukai beberapa jenis makanan tertentu.
Masalah ini biasanya akan berangsur-angsur membaik seiring bertambahnya usia dan perkembangan kebiasaan makan anak. Namun, jika anak yang lebih besar hanya mau makan makanan tertentu hingga nutrisi mereka terganggu, orangtua perlu memberikan perhatian khusus dan berkonsultasi dengan ahli gizi atau dokter untuk memastikan kebutuhan nutrisi anak tetap terpenuhi.
Dengan mengetahui bahwa hal-hal di atas adalah normal, orangtua dapat lebih tenang dalam menghadapi tantangan tumbuh kembang anak, dan fokus pada memberi bimbingan yang tepat saat diperlukan. Namun, jika perilaku tersebut terus berlanjut atau semakin mengganggu, penting untuk konsultasi dengan seorang profesional!