Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi gadis membaca buku Robo Kicil Memburu Bulan
ilustrasi gadis membaca buku Robo Kicil Memburu Bulan (instagram.com/elex.kidzbooks)

Intinya sih...

  • Kicil mengajarkan bahwa siapa pun boleh punya impian besar, tidak terbatas oleh ukuran tubuh.

  • Tuan Pungguk lahir dari peribahasa populer yang penuh makna, memberi keseimbangan pada semangat tokoh kecil yang membara.

  • Memperkenalkan bahasa dan puisi tanpa terasa mendikte, buku ini juga mengingatkan bahwa proses belajar adalah perjalanan yang tak pernah selesai.

Tak ada mimpi yang terlalu tinggi untuk diraih. Mungkin itu pesan manis yang ingin disampaikan Viktor Yudha lewat buku Robo Kicil Memburu Bulan. Buku anak ini bercerita tentang Kicil, seekor hamster kecil yang berani mengejar mimpinya untuk menuju Bulan. Meski tokohnya sederhana, kisah ini disampaikan dari sudut pandang Tuan Pungguk, seekor burung hantu yang bijaksana.

Melalui pertemuan antara Kicil dan Tuan Pungguk, pembaca kembali diajak merenung tentang mimpi mereka. Pernahkah kita merasa kecil di hadapan mimpi yang begitu besar? Dari karakter Kicil yang ceria dan penuh semangat hingga nasihat-nasihat hangat dari Tuan Pungguk yang bijaksana, cerita ini mampu menyampaikan pesan bahwa sebesar apa pun harapan tetap bisa dikejar selama kita percaya dan terus melangkah.

Tak hanya menyentuh hati, buku itu juga menyimpan pelajaran hidup yang relevan untuk segala usia. Ia bukan sekadar cerita anak, tetapi ruang untuk merenung, mengingat, dan kembali berani untuk bermimpi. Berikut lima alasan mengapa buku ini layak dibaca, baik oleh anak-anak yang sedang bertumbuh maupun orang dewasa yang mungkin lupa caranya berharap.

1. Tokoh Kicil mengajarkan bahwa siapa pun boleh punya impian besar

Kicil dalam buku Robo Kicil Memburu Bulan. (instagram.com/robokicil)

Kicil bukan seekor hamster biasa. Ia bertubuh kecil, lucu, dan selalu penuh semangat. Namun, di balik tubuh mungilnya, tersimpan keberanian untuk bermimpi setinggi langit. Dalam wawancara dengan penulis, Viktor Yudha menyampaikan bahwa ia terinspirasi dari hamster roborovski saat menciptakan karakter Kicil yang menggemaskan. Ia sempat membayangkan bagaimana jadinya jika makhluk sekecil itu punya petualangan dan keinginan besar, seperti pergi ke Bulan?

"Aku beranda-andai bagaimana jadinya kalau binatang kecil menggemaskan seperti roborovski punya petualangan besar?" ungkap Viktor.

Dari sanalah, Kicil lahir. Bukan hanya sebagai tokoh cerita, tetapi ia juga lambang harapan yang tak terbatas oleh ukuran tubuh. Lewat karakter mungil ini, pembaca diajak melihat bahwa keberanian tidak selalu datang dari mereka yang kuat atau besar. Kadang, justru dari yang paling kecil, lahirlah semangat yang murni dan membara.

Kicil mengajarkan bahwa setiap orang, sekecil apa pun dirinya, tetap saja pantas untuk bermimpi dan memperjuangkannya. Bahkan, Viktor berharap agar "Robo Kicil memburu Bulan" atau "hamster memburu Bulan" kelak bisa dikenal sebagai peribahasa baru. Ini menjadi ungkapan seorang anak kecil yang punya cita-cita besar dan tak takut mengejarnya meski jalannya penuh tantangan.

2. Tuan Pungguk lahir dari peribahasa populer yang penuh makna

Tuan Pungguk dalam buku Robo Kicil Memburu Bulan. (dok. Elex Kidz/Robo Kicil Memburu Bulan)

Tuan Pungguk bukan hanya berperan sebagai narator dalam cerita ini. Ia berasal dari peribahasa Indonesia yang sudah lama hidup dalam masyarakat, yakni "bagai pungguk merindukan Bulan". Ini merupakan sebuah ungkapan tentang rindu yang tak sampai, tentang kasih yang tak terbalaskan. Dari situlah, Viktor Yudha mulai membayangkan kisah di balik peribahasa yang sering kita dengar, tetapi jarang diresapi mendalam.

Awalnya, Tuan Pungguk hanya akan menjadi narator pasif. Namun, seiring proses penulisan cerita, Viktor menyadari akan lebih kuat jika karakter burung hantu ini ikut dalam petualangan si Kicil. Akhirnya, Tuan Pungguk tak hanya hadir untuk menemani hamster mungil itu, tetapi juga memaknai ulang arti menunggu, mendampingi, dan menerima. Perannya yang bijak memberi keseimbangan pada semangat tokoh kecil yang membara.

Melalui Tuan Pungguk, kita belajar bahwa rindu bukan sekadar kehilangan. Kadang, ia adalah bentuk cinta yang diam-diam menjaga dari jauh. Ia mengajarkan bahwa tidak semua yang tak tercapai harus dilupakan. Karena dalam diamnya, pungguk tetap menatap Bulan, sama seperti kita yang tetap menyimpan harapan di tengah segala ketidakpastian.

3. Memperkenalkan bahasa dan puisi tanpa terasa mendikte

ilustrasi anak-anak membaca untuk mengenal banyak kosakata dan belajar (pexels.com/Marta Wave)

Salah satu kelebihan yang patut diapresiasi dari Robo Kicil Memburu Bulan ialah caranya memperkenalkan anak-anak pada kosakata bermakna secara menyentuh. Buku ini tidak memberikan definisi seperti dalam kamus, melainkan membiarkan makna tumbuh dari pengalaman para tokohnya. Kata-kata seperti sabar, bahagia, dan terima kasih tidak hanya disebut, tetapi dihayati melalui cerita.

Kicil, dengan kepolosannya, sering melontarkan pertanyaan yang tampak sederhana, tetapi menyimpan kedalaman. Dalam satu momen yang hangat, ia bertanya kepada Tuan Pungguk, "Apa itu bahagia?" Tuan Pungguk tidak menjawab dengan panjang lebar. Ia hanya berkata, "Kamu hanya perlu ingat sesuatu ... sesuatu yang bisa membuatmu terus bahagia." Kalimat itu sederhana, tetapi menyentuh. Anak-anak bisa memahaminya dengan mudah dan orang dewasa bisa merasakannya dalam-dalam.

Tidak berhenti di situ, buku ini juga mengingatkan bahwa proses belajar adalah perjalanan yang tak pernah selesai. Dalam satu percakapan, Tuan Pungguk berkata bahwa manusia harus selalu belajar karena mereka sering lupa. Kalimat ini menjadi pengingat lembut bahwa belajar bukan soal usia, tetapi tentang kesadaran.

4. Karakter dan ilustrasi yang membangkitkan empati

Tuan Pungguk dan Kicil dalam buku Robo Kicil Memburu Bulan. (dok. Elex Kidz/Robo Kicil Memburu Bulan)

Tak butuh tokoh yang sempurna untuk membuat pembaca jatuh hati dan simpati. Dalam buku ini, justru karakter-karakternya yang sederhana dan penuh celah membuat kita merasa dekat. Ada Kicil yang polos, Tuan Pungguk yang tenang, dan binatang-binatang lain yang membawa kejujuran serta kesederhanaan. Mereka seperti cermin kecil yang memantulkan perasaan kita sendiri.

Setiap karakter tidak hadir untuk sekadar mengisi cerita. Mereka muncul membawa warna, suara, dan makna. Kita juga bisa merasakan semangat Kicil, kekaguman Tuan Pungguk, dan hangatnya percakapan di antara mereka. Buku ini mengajarkan empati tanpa mengatakannya secara langsung.

Anak-anak bisa belajar memahami perasaan, sementara orang dewasa bisa teringat pada sisi lembut dalam diri mereka. Ilustrasi yang menyertai cerita pun memperkuat emosi itu. Dengan warna-warna yang lembut dan gaya gambar yang penuh ekspresi, setiap halaman terasa hidup. Membaca buku ini seperti melihat dunia kecil yang berbicara dalam bahasa kalbu.

5. Pesan moral disampaikan dengan lembut dan penuh kasih

potret buku Robo Kicil Memburu Bulan (dok. pribadi/Lavennia)

Pesan dalam buku ini tidak datang dengan suara lantang. Ia hadir secara perlahan, melalui percakapan sederhana dan kisah yang hangat. Viktor Yudha tidak memberi nasihat secara langsung. Ia membiarkan pembaca menyelami ceritanya, lalu menemukan makna masing-masing dengan cara yang alami.

Kicil dan Tuan Pungguk tidak mencoba mengajari apa pun. Mereka hanya berbagi cerita, bertanya, dan mendengarkanmu. Dari pertemuan keduanya, lahirlah ruang yang tenang untuk kamu merenung. Buku ini terasa seperti teman lama yang tak banyak bicara, tetapi ia tahu caranya hadir pada waktu yang tepat.

Ketika ditanya apa yang ingin dikatakan Kicil kepada anak-anak yang takut bermimpi besar, Viktor menjawab, "Kenapa kamu takut? Aku bisa menemanimu." Kalimat itu terdengar sederhana, tetapi begitu tulus dan penuh kasih. Karena kadang, yang kita butuhkan bukan jawaban yang rumit, melainkan kehadiran yang mampu membuat kita merasa utuh dan tidak sendirian.

Robo Kicil Memburu Bulan bukan hanya cerita tentang hamster kecil yang ingin mencapai Bulan, tetapi juga tentang keberanian untuk percaya dan terus melangkah. Dalam setiap halaman, kita diajak kembali menjadi diri yang pernah bermimpi, takut, dan penuh harap. Buku ini mengingatkan kita bahwa tak ada mimpi yang terlalu tinggi, selama ada keyakinan dan kasih yang menemani langkah-langkah kecil kita.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorYudha