“Setelah seharian menahan diri, anak akhirnya kehabisan energi hingga rasanya seperti balon besar yang siap meledak,” jelas Nair, kepala Infinity School di London, Ontario, dilansir Motherly.
“Mereka harus berusaha tegar sepanjang hari, menghadapi tuntutan, kekecewaan, dan berbagai kesulitan, semua itu tanpa dukungan langsung dari orangtua. Gak heran kalau mereka merasa sangat lelah,” tambahnya.
5 Penyebab Anak Sering Meluapkan Emosi Setelah Pulang Sekolah

- Anak menahan diri di sekolah seharian, kehabisan energi dan butuh tempat aman untuk meluapkan emosi.
- Tekanan akademik membuat anak lelah dan sulit mengendalikan emosi setelah pulang sekolah.
- Kebutuhan fisik yang belum terpenuhi seperti lapar, haus, atau kurang tidur juga memengaruhi suasana hati anak setelah sekolah.
Setiap orangtua pasti pernah mengalami momen ketika anak tiba-tiba rewel begitu pulang sekolah. Padahal, sebelumnya mereka terlihat ceria saat dijemput. Fenomena ini wajar terjadi dan sering disebut sebagai bentuk pelampiasan emosi setelah seharian menahan diri di sekolah.
Kondisi ini membuat banyak orangtua bingung sekaligus khawatir. Namun, memahami penyebabnya bisa membantu dalam menghadapi situasi tersebut dengan lebih sabar. Berikut beberapa alasan kenapa anak sering meledak emosinya setelah pulang sekolah.
1. Anak seharian menahan diri di sekolah

Di sekolah, anak dituntut untuk patuh pada berbagai aturan. Mulai dari duduk diam, mendengarkan guru, hingga bersikap sopan terhadap teman. Semua ini membutuhkan energi besar untuk menjaga sikap dan emosi mereka.
Ketika pulang, rasa lelah karena menahan diri seharian bisa langsung muncul. Anak merasa rumah adalah tempat paling aman untuk meluapkan semua yang ditahan. Inilah yang akhirnya membuat mereka sering tampak rewel begitu sampai di rumah.
2. Tekanan akademik yang membuat anak lelah

Setiap hari, anak dihadapkan pada tugas-tugas sekolah yang menuntut konsentrasi tinggi. Mulai dari pelajaran matematika hingga membaca panjang, semuanya bisa menguras tenaga. Tidak heran, jika setelah pulang mereka merasa benar-benar kehabisan energi.
Dilansir Parents, Jeannine Jannot, Ph.D., psikolog perkembangan menjelaskan, setelah berjam-jam fokus pada tugas akademik dan mengikuti aturan kelas, banyak anak tidak lagi bisa mengendalikan emosinya begitu berada di rumah. Rasa lelah inilah yang sering membuat mereka menangis atau marah tiba-tiba. Jadi, bukan semata-mata karena mereka manja, melainkan memang butuh istirahat total.
3. Kebutuhan fisik yang belum terpenuhi

Selain lelah secara mental, anak juga bisa kehabisan energi secara fisik. Mereka mungkin lapar, haus, atau kurang tidur sejak malam sebelumnya. Hal-hal sederhana ini sering memengaruhi suasana hati mereka setelah sekolah.
Dikutip Parents, Andrea Loewen Nair, psikoterapis yang pertama kali memperkenalkan istilah restraint collapse, menyarankan orangtua untuk lebih peka. Daripada bertanya ‘kamu lapar atau tidak?’, lebih baik langsung sediakan camilan sehat dan air minum setelah anak pulang sekolah. Cara ini bisa membantu anak cepat pulih dari kelelahan sekaligus mengurangi risiko ledakan emosi.
4. Perbedaan anak neurotipikal dan neurodivergen

Tidak semua anak punya kemampuan yang sama dalam mengatur emosi. Anak dengan ADHD, autisme, atau kecemasan cenderung lebih cepat kewalahan di lingkungan sekolah. Hal ini membuat mereka lebih berisiko mengalami ledakan emosi setelah pulang.
“Anak yang lebih sensitif dan intens, serta anak yang kesulitan belajar dan bersosialisasi, lebih mungkin terpengaruh,” jelas Vanessa Lapointe, psikolog anak sekaligus pendidik orang tua asal Surrey, BC, dilansir Motherly.
Anak yang disebut neurotipikal adalah mereka yang perkembangan otak dan perilakunya sesuai pola umum, sehingga lebih mudah mengikuti aturan sekolah. Sebaliknya, anak neurodivergent seperti yang memiliki ADHD, autisme, atau kondisi lain, memiliki cara berpikir, belajar, dan merespons yang berbeda dari kebanyakan anak.
Jannot menjelaskan, bahwa sekolah didesain untuk siswa neurotipikal, sehingga struktur dan rutinitasnya sering kali bertentangan dengan apa yang paling cocok bagi anak neurodivergen. Tekanan itu membuat mereka lebih mudah kelelahan dan akhirnya melampiaskannya saat kembali ke rumah. Orangtua perlu memahami hal ini agar bisa lebih sabar mendampingi.
5. Rumah dianggap sebagai tempat paling aman

Bagi anak, rumah adalah ruang aman tempat mereka bisa jadi diri sendiri. Setelah seharian berusaha tampil baik di sekolah, mereka tahu di rumah ada orangtua yang akan menerima segala emosinya. Rasa aman inilah yang memicu mereka meluapkan perasaan tanpa banyak berpikir.
“Anak menunggu sampai di rumah untuk meledak karena merasa di situlah tempat yang aman,” kata Jannot.
“Orangtua yang mampu menunjukkan kasih sayang dan penerimaan akan membantu anak lebih cepat pulih, lebih tangguh, dan berkembang lebih baik dalam jangka panjang.”
Walau melelahkan bagi orangtua, hal ini sebenarnya tanda bahwa anak percaya pada lingkungannya. Mereka tahu bahwa meski menangis atau marah, kasih sayang orangtua tidak akan hilang. Justru dari sini, anak belajar bahwa meluapkan emosi itu wajar selama dilakukan di tempat yang aman.
Melihat anak rewel setelah pulang sekolah memang bisa membuat orangtua kewalahan. Namun, memahami penyebabnya akan membantu menghadapi situasi dengan lebih tenang dan penuh empati. Ingat, di balik ledakan emosi itu sebenarnya ada rasa percaya dan aman yang anak rasakan di rumah.