“Anak-anak biasanya belajar paling efektif dari contoh yang mereka lihat," kata Becky Kennedy, psikolog anak, dilansir CNBC.
"Jika orangtua terus-menerus menomorsatukan orang lain, kesulitan membela diri, atau sering berbicara negatif pada diri sendiri, anak cenderung meniru perilaku serupa,” tambahnya.
Cara Melindungi Anak agar Tidak Jadi People Pleaser, Atasi Sejak DIni!

- Orangtua perlu menjadi contoh yang baik agar anak tidak menomorsatukan orang lain dan belajar untuk menghargai diri sendiri.
- Hindari menanamkan rasa bersalah pada anak setiap kali berbuat salah, dan bangun rasa percaya diri mereka dengan pujian yang tepat.
- Ajarkan anak kapan dan bagaimana meminta maaf, tangani kasus perundungan sejak dini, dan libatkan mereka dalam mencari solusi saat berbuat kesalahan.
Memiliki anak yang sopan, penurut, dan gemar membantu tentu membuat orangtua bangga. Namun di balik sikap baik tersebut, kadang tersembunyi kebiasaan tidak sehat, yaitu people pleasing. Anak yang terbiasa berusaha keras menyenangkan semua orang bisa tumbuh dengan rasa cemas, takut ditolak, dan kehilangan jati diri.
Oleh sebab itu, penting bagi orangtua membantu anak agar bisa tetap berempati tanpa harus selalu mengorbankan diri sendiri. Nah, berikut ini cara melindungi anak agar tidak jadi people pleaser. Langsung scroll!
1. Jadi contoh yang baik

Anak paling banyak belajar dari apa yang mereka saksikan sehari-hari. Jika orangtua selalu berusaha menyenangkan orang lain, anak cenderung meniru perilaku itu. Tunjukkan sikap baik tapi tegas dalam menetapkan batasan, agar anak paham bahwa menghargai diri sendiri sama pentingnya dengan menghargai orang lain.
Dengan menjadi panutan yang sehat, anak akan paham bahwa bersikap baik tidak berarti harus mengorbankan diri sendiri. Mereka bisa tumbuh menjadi pribadi empatik yang tahu kapan harus berkata “tidak”, sehingga mampu menjalin hubungan sosial yang seimbang tanpa terbebani harapan orang lain.
2. Jangan tanamkan rasa bersalah

Dalam mendisiplinkan anak, hindari membuat mereka merasa bersalah setiap kali berbuat salah. Katakan bahwa tindakan mereka yang tidak tepat, bukan pribadi mereka yang buruk. Dengan begitu, anak akan belajar memperbaiki perilakunya tanpa merasa harus terus menebus kesalahan demi mendapat penerimaan.
Laura Linn Knight, Parenting Educator, dilansir HuffPost, menjelaskan, rasa bersalah bisa menghentikan perilaku anak sementara, tapi berdampak buruk pada emosi jangka panjang. Anak yang selalu mengutamakan orang lain bisa mengabaikan kebutuhannya sendiri. Sebaliknya, anak yang aman belajar dari kesalahan akan tumbuh tangguh dan percaya diri mengekspresikan diri.
“Orangtua bisa menjadikan pengalaman pribadi mereka tentang dampak buruk rasa bersalah dan malu sebagai pelajaran agar tidak menggunakan cara yang sama saat berbicara dengan anak,” tambah Laura Linn Knight.
3. Bangun rasa percaya diri mereka

Kepercayaan diri membuat anak tidak mudah tergantung pada pengakuan orang lain. Orangtua bisa menanamkannya dengan memberi pujian yang tepat dan apresiasi tulus, tanpa membuat anak merasa harus bersaing dengan saudara atau hal lain seperti gawai.
Menurut Dr. Asmita Mahajan, Konsultan Neonatolog dan Dokter Anak di SL Raheja Hospital, dilansir Times of India, kepercayaan diri anak perlu diperkuat setiap ada kesempatan. Puji pencapaian yang nyata, tapi jangan berlebihan pada hal kecil sehingga anak tumbuh percaya diri dan tidak terbebani untuk selalu menyenangkan orang lain.
4. Ajarkan kapan dan bagaimana meminta maaf

Anak perlu memahami bahwa meminta maaf adalah tanggung jawab, bukan tanda kelemahan. Akan tetapi, jangan sampai mereka merasa harus minta maaf untuk hal yang bukan kesalahan mereka. Ajari mereka membedakan antara memperbaiki kesalahan dan sekadar menenangkan orang lain demi menghindari konflik.
Selain itu, tanamkan nilai bahwa setelah meminta maaf dengan tulus, mereka berhak dimaafkan. Hal ini membantu anak memahami pengampunan dan keadilan emosional sejak dini, sehingga mereka bisa lebih berani mengakui kesalahan tanpa merasa harus selalu disukai orang lain
5. Tangani kasus perundungan sejak dini

Anak yang mengalami perundungan kerap tumbuh dengan harga diri rendah dan berusaha keras mencari penerimaan. Oleh karena itu, penting bagi orangtua segera menindaklanjuti, misalnya berdiskusi dengan guru, pihak sekolah, atau orangtua pelaku, agar pengalaman negatif ini tidak membekas terlalu lama.
Dr. Mahajan menegaskan, tanpa dukungan, anak yang dibuli cenderung mencoba menyenangkan semua orang demi diterima. Dengan bimbingan yang tepat, mereka belajar membela diri dan merasa aman menjadi diri sendiri. Peran orangtua di masa ini menjadi fondasi penting untuk membangun rasa percaya diri anak di masa depan.
6. Libatkan anak mencari solusi

Daripada langsung menghukum anak saat mereka berbuat salah, ajak mereka berdiskusi tentang penyebab dan cara memperbaikinya. Misalnya, jika anak menumpahkan minuman, bantu mereka membersihkannya sambil menjelaskan langkah yang bisa dilakukan lain kali. Cara ini mengajarkan tanggung jawab tanpa membuat anak merasa rendah diri.
“Dengan menanyakan pendapat anak, ini membantu mereka berkembang sesuai potensinya tanpa menambahkan tekanan dari keinginan atau perasaan kamu sendiri,” jelas Kathleen Schlegel, terapis pernikahan dan keluarga berlisensi di Philadelphia, dilansir HuffPost.
Dengan melibatkan anak dalam mencari solusi, mereka memahami bahwa kesalahan adalah bagian dari belajar. Anak juga merasa dihargai karena pendapatnya didengar. Selain itu, cara ini membantu mereka tumbuh mandiri, berpikir kritis, dan tidak mudah tergantung pada penilaian orang lain.
7. Tetapkan ekspektasi yang realistis

Anak masa kini tumbuh di tengah tekanan media sosial yang sering menampilkan standar kesempurnaan. Oleh karenanya, orangtua perlu membantu mereka memahami bahwa hidup tidak selalu seperti yang terlihat di dunia maya. Bimbing anak agar mampu membedakan mana hal yang realistis dan mana yang sekadar pencitraan.
Selain itu, pastikan anak tahu bahwa nilai diri mereka tidak ditentukan oleh nilai akademik atau jumlah “likes” di media sosial. Dengan panduan yang lembut, anak belajar mencintai diri sendiri apa adanya. Saat mereka mampu menghargai diri tanpa membandingkan diri dengan orang lain, risiko menjadi people pleaser pun semakin kecil.
Menumbuhkan sifat empatik anak tanpa harus jadi people pleaser butuh keseimbangan antara kasih sayang dan ketegasan. Dengan teladan dan dukungan emosional, anak belajar bahwa kebaikan tak selalu berarti menyenangkan semua orang, tapi juga berani jadi diri sendiri.