Catat, Ini 7 Perkataan Orangtua yang Tanpa Sadar Menyakiti Anak

Orangtua memegang sebagian besar tanggung jawab emosional anak. Namun, sebagai orangtua, menavigasi percakapan dengan si kecil bisa menjadi hal yang rumit. Ini menjadi perjalanan yang sulit antara membimbing dan membiarkan anak membentuk pandangan mereka sendiri.
Namun, ada perbedaan yang mencolok antara menginstruksikan anak dan membentuk proses berpikir mereka. Kuncinya terletak pada bahasa yang kita gunakan. Tak jarang, perkataan yang mungkin sering dilontarkan justru bersifat toxic pada hubungan orangtua dan anak.
"Kata 'toksik' dalam sebuah hubungan berarti bahwa perilaku satu orang menyebabkan konsekuensi emosional negatif yang serius bagi orang lain," kata Elliot Pinsly, LMSW, seorang pekerja sosial klinis berlisensi, dikutip Life Hack.
Untuk itu, mungkin ada beberapa ungkapan yang harus dihindari untuk melindungi dan memberikan rasa aman pada anak. Berikut kami rangkum perkataan orangtua yang tanpa sadar menyakiti sang buah hati.
1."Kenapa sih, kamu gak ngelakuin sesuatu yang kamu bisa aja?"

Ini mungkin ungkapan yang sering digunakan orangtua tanpa menyadari bahwa ungkapan ini merendahkan. Setiap orangtua tentunya ingin anak-anak mereka berhasil dalam hidup. Namun, mengatakan kepada anak-anak untuk menyerah pada hal yang menantang yang sedang mereka lakukan karena terlalu sulit bagi mereka adalah sebuah pukulan telak.
Orangtua mungkin benar-benar mengatakan hal ini karena peduli, dan ingin melindungi anak mereka dari kekecewaan akibat kegagalan. Tetapi, ungkapan ini juga menunjukkan kurangnya kepercayaan diri mereka terhadap anak-anak mereka sendiri.
2."Kalo kamu sayang bapak/ibu kamu akan.."

Jika kita berbicara tentang kata terburuk yang secara tidak sadar diucapkan oleh orangtua kepada anak-anak mereka, maka frasa yang sarat dengan rasa bersalah seperti ini harus ada di dalam daftar. Tentu saja, orangtua mengharapkan anak-anak mereka untuk membalas cinta mereka, tapi menggunakan harapan cinta ini untuk memanipulasi anak-anak mereka adalah hal buruk untuk dilakukan. Hal ini pada dasarnya mengajarkan mereka bahwa cinta itu bersyarat dan perasaan mereka sendiri tidaklah penting.
Mereka mungkin merasa mencintai orangtua mereka, tetapi orangtua menegaskan bahwa cinta ini harus sesuai dengan persyaratan mereka saja. Ini akan mendorong anak tidak memiliki self-esteem dan perasaan cinta tanpa syarat yang berhak mereka dapatkan.
3."Kamu terlalu sensitif"

Mengekspresikan perasaan kepada orangtua adalah kebiasaan yang sehat, terutama jika hal tersebut merupakan respons terhadap sesuatu yang dikatakannya yang menyakitkan. Namun, berkata ini setelah anak mengungkapkan perasaan membuat anak merasa tidak divalidasi. Ucapan ini justru hanya semakin menyakiti anak yang membuatnya merasa tidak percaya diri.
Itulah sebabnya, menurut terapis keluarga Dawn Friedman, MS.Ed, ucapan ini merupakan tanda lain dari gaslighting pada anak. Orangtua merupakan rumah bagi anak, dan seharusnya mereka menyediakan rasa aman dan nyaman.
"Dalam hubungan yang sehat, orang akan mendengarkan kita saat kita memiliki masalah dengan cara mereka berkomunikasi," jelas Friedman, dikutip Bustle.
4.Saat anak masih memiliki kegelisahan dalam hatinya, orangtua berkata "Kenapa sih gak bisa dilupain aja?"

Komentar seperti ini dapat menyakiti anak karena membuat mereka mempertanyakan apakah dirinya diterima atau dihormati. Hal ini juga dapat membuat anak meragukan pengalamannya sendiri, atau bertanya-tanya apakah ia harus peduli dengan perasaannya. Ucapan ini dapat membuat anak justru menjadi tidak tenang dengan pikirannya sendiri, membuatnya merasa sendiri dan tidak tervalidasi.
Tujuan dari orangtua mungkin ingin mengalihkan pikiran anak ke hal lain. Namun, hal ini tidak memberi solusi dan menyelesaikan masalah.
5.Ketika anak menangis, orangtua justru berkata "Jangan nangis, malu dilihat orang"

Menyuruh anak untuk 'berhenti menangis' mungkin terlihat seperti cara cepat untuk mengembalikan rasa tenang dan damai, tetapi itu tidak selalu merupakan pendekatan yang terbaik. Kalimat ini mungkin secara tidak sengaja mengajarkan anak-anak bahwa perasaan mereka tidak penting atau tidak apa-apa untuk mengekspresikan kesedihan atau frustrasi. Menangis adalah respons alami manusia terhadap berbagai emosi, dan penting bagi anak-anak untuk memahami bahwa tidak ada yang salah dengan mengekspresikan perasaan-perasaan ini.
Nyatanya, menangis dapat menenangkan kita dan menghilangkan stres dengan melepaskan oksitosin dan endorfin. Alih-alih mencoba menghentikan air mata, cobalah menawarkan kenyamanan dan pengertian. Validasi perasaan mereka dan bantu mereka menavigasi emosi mereka.
6.Ungkapan "Kamu sama aja kayak Ibu/bapakmu" saat anak berbuat salah

Ketika mengatakan hal ini, tidak hanya secara tidak adil membandingkan anak dengan orang lain, tetapi juga melampiaskan rasa frustrasi orangtua terhadap orang tersebut. Ini adalah pukulan ganda yang dapat membingungkan dan menyakiti mereka. Hal ini juga dapat membuat mereka mempertanyakan ayah atau ibu mereka dalam keluarga.
Kalimat ini juga merupakan perbandingan bagi anak yang memberikan pengaruh buruk pada pola pikirnya. Alih-alih membandingkan, lakukanlah diskusi yang sehat dan tetap membuat keluarga harmonis.
7."Kamu harusnya tahu mana yang lebih baik"

Ungkapan ini mengomunikasikan rasa kewajiban dan rasa bersalah pada anak. Hal ini dapat membuat anak merasa bahwa mereka adalah beban, yang dapat merusak harga diri dan kemandirian mereka. Orangtua memiliki tanggung jawab untuk merawat anak-anak mereka.
Alih-alih mengungkapkan rasa frustrasi, cobalah untuk mengomunikasikan kebutuhan dan perasaan dengan tenang. Doronglah mereka untuk mengambil tanggung jawab dan tugas yang sesuai dengan usia mereka, untuk menumbuhkan rasa kontribusi dan kemandirian.
Dengan pendekatan tersebut tidak hanya meringankan beban, tapi juga membekali mereka dengan keterampilan hidup yang akan mereka bawa hingga dewasa. Semoga bermanfaat ya, parents!