Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Parenting Zaman Dulu yang Sudah Gak Relevan di Masa Kini

ilustrasi orangtua yang marah pada anaknya (freepik.com/master1305)

Parenting, seperti halnya juga masyarakat secara keseluruhan, terus berkembang seiring berjalannya waktu. Bagaimanapun juga, teknologi, pengetahuan, dan perubahan budaya jelas mempengaruhi cara orangtua mendidik anak-anaknya.

Di masa lalu, beberapa metode parenting mungkin dianggap efektif, ya. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, beberapa dari hal tersebut sudah dianggap gak lagi relevan atau bahkan gak sehat untuk diterapkan dalam pola asuh modern, seperti pada lima poin berikut, nih.

1. Pendidikan yang otoriter dan otoritatif

ilustrasi orangtua yang marah pada anaknya (freepik.com/peoplecreations)

Di masa lalu, bisa dibilang, pendidikan yang otoriter atau otoritatif sering dianggap sebagai metode yang efektif. Terutama untuk mendidik anak-anak agar mereka bisa patuh dan mau mendengarkan apa yang diberitahu atau diajarkan oleh orangtua.

Di masa itu, orangtua memberi perintah dengan tegas dan harapannya adalah agar anak paham dan patuh tanpa banyak bertanya. Namun, pendekatan ini justru dikenal menghasilkan anak-anak yang pasif, kurang percaya diri, dan bahkan kurang mampu membuat keputusan sendiri. Itulah kenapa ini sudah gak relevan lagi di zaman sekarang.

2. Hukuman fisik atau kekerasan

ilustrasi orangtua yang marah pada anaknya (freepik.com/master1305)

Pada masa lalu, hukuman fisik seperti pukulan, cambukan, atau tampan sering dianggap sebagai cara yang sah, ya. Gak terkecuali untuk menegakkan ketaatan dan kedisiplinan dalam diri anak.

Namun, penelitian sudah menunjukkan bahwa hukuman fisik bisa berdampak negatif jangka panjang pada perkembangan anak. Termasuk masalah perilaku, masalah kesehatan mental, dan meningkatnya risiko kekerasan di masa depan.

3. Peran gender yang gak fleksibel

ilustrasi seseorang ayah yang marah pada anak (pexels.com/Monstera Production)

Berikutnya, di zaman dulu, peran gender seringkali sangat kaku dan jelas terdefinisi. Misalnya, anak laki-laki diharapkan untuk kuat, agresif, dan dominan, sementara anak perempuan diharapkan untuk jadi lembut, penyayang, dan patuh.

Akan tetapi, pandangan ini gak lagi relevan di zaman sekarang. Terutama karena sekarang masyarakat semakin mengakui perbedaan dan kompleksitas setiap individu.

4. Gak berani membicarakan masalah emosi

ilustrasi orangtua dan anak (Pexels.com/Ksenia Chernaya)

Di masa lalu, emosi masih sering dianggap sebagai hal yang lemah atau gak pantas untuk dibicarakan. Bahkan terutama oleh anak laki-laki. Emosi dianggap sebagai sesuatu yang harusnya bisa dipendam sebaik mungkin terlebih jika itu adalah emosi negatif.

Gak sedikit orangtua yang mengajarkan anak-anaknya untuk menekan atau menahan emosi mereka, terutama emosi negatif seperti kesedihan atau ketakutan. Namun, sekarang sudah banyak yang memahami bahwa membicarakan dan meluapkan emosi dengan tepat adalah kunci untuk kesehatan mental yang baik dan hubungan yang kuat.

5. Pendidikan tanpa diskusi atau pertimbangan anak

ilustrasi orangtua dan anak (Pexels.com/August de Richelieu)

Selanjutnya, di masa lalu, keputusan yang dibuat oleh orangtua sering dianggap sebagai keputusan mutlak. Gak ada kesempatan untuk mempertimbangkan atau melakukan diskusi dengan anak-anak.

Anak-anak diharapkan untuk tunduk pada otoritas orangtua tanpa bertanya atau mengajukan pertanyaan. Padahal, pendekatan ini gak lagi relevan di zaman sekarang, dimana orangtua harus lebih menghargai partisipasi dan perspektif anak-anak dalam proses pengambilan keputusan.

Seiring berjalannya waktu, masyarakat sudah jauh berkembang dan pandangan tentang parenting juga sudah banya berubah. Hari ini, orangtua lebih cenderung mengadopsi pendekatan parenting yang positif, peka, dan bahkan berdasarkan bukti ilmiah.

Nah, mengakui dan melepaskan bentuk-bentuk parenting zaman dulu yang gak lagi relevan adalah langkah pertama untuk menjadi orangtua yang lebih baik dan lebih sadar. Berani dan siap menciptakan lingkungan keluarga yang sehat dan bahagia, dimana setiap anggota keluarga merasa didukung dan dihargai?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fajar Laksmita
EditorFajar Laksmita
Follow Us