Takut Merepotkan Orang Lain? 6 Hal di Masa Kecil Bisa Jadi Alasannya

- Menjadi penengah dalam keluarga membuatmu terbiasa menahan diri demi menjaga kedamaian, sehingga kebutuhanmu sering diabaikan.
- Mengambil peran orangtua sebelum waktunya bisa membuatmu merasa meminta bantuan sama dengan kelemahan.
- Sering diingatkan untuk "jangan ribut" mengakibatkan kecenderungan menekan ekspresi emosi dan merasa gak pantas meminta bantuan.
Pernah gak kamu merasa ragu minta tolong ke orang lain karena takut dianggap merepotkan? Meski sebenarnya butuh bantuan, tetap saja kamu memilih menahan diri.
Sikap ini sering muncul bukan tanpa alasan, lho, melainkan berakar dari pengalaman masa kecil. Cara kamu dibesarkan, pola asuh yang diterima, sampai kondisi keluarga bisa menanamkan keyakinan bahwa kebutuhanmu bukan prioritas atau bahkan terasa salah.
Kalau kebiasaan ini terus terbawa sampai dewasa, kamu mungkin jadi lebih sering memendam perasaan, terlalu mandiri, atau merasa gak pantas merepotkan siapa pun. Supaya lebih paham, yuk simak enam pengalaman masa kecil yang bisa jadi alasan kenapa kamu takut dianggap beban.
1. Menjadi penengah dalam keluarga

Sejak kecil mungkin kamu terbiasa jadi “penjaga kedamaian” ketika orangtua atau anggota keluarga lain berselisih. Bisa jadi kamu memilih diam, mengalihkan perhatian dengan candaan, atau berusaha menenangkan semua pihak.
Lama-lama, sistem sarafmu belajar bahwa cara terbaik menjaga kedamaian adalah dengan tidak menambah masalah. Akhirnya, kebutuhanmu sendiri jadi hal terakhir yang dipikirkan. Saat dewasa, kamu bisa sangat peka terhadap suasana hati orang lain, tapi sering mengabaikan perasaan sendiri karena takut memicu konflik.
2. Mengambil peran orangtua sebelum waktunya

Kalau semasa kecil kamu sering menggantikan peran orangtua, misalnya mengurus adik, membantu keuangan rumah, atau jadi tempat curhat, itu disebut parentifikasi. Menurut sebuah tinjauan sistematis tahun 2023 terhadap 95 studi mengenai parentifikasi, kondisi ini berhubungan dengan meningkatnya risiko kecemasan, depresi, bahkan gangguan kesehatan fisik di usia dewasa. Pengalaman ini bisa bikin kamu merasa bahwa meminta bantuan sama saja dengan kelemahan, karena sejak kecil kamu dipaksa selalu kuat.
3. Sering diingatkan untuk “jangan ribut”

Ada anak yang sejak kecil sering ditegur karena dianggap terlalu banyak bertanya atau terlalu sering menangis. Kalimat seperti “jangan cengeng” atau “jangan bikin repot” bisa mengirim pesan tersirat bahwa perasaanmu gak penting.
Seiring waktu, kamu belajar menekan ekspresi emosimu supaya gak dianggap menyusahkan. Hasilnya, ketika dewasa kamu terbiasa tersenyum dan bilang “gak apa-apa” meski sebenarnya butuh bantuan atau perhatian dari orang lain.
4. Hidup dengan pola asuh yang gak konsisten

Kalau pengasuhan di rumah sering berubah-ubah, misalnya kadang hangat lalu tiba-tiba dingin atau abai, kamu bisa tumbuh dengan rasa gak aman. Peneliti hubungan emosional, Sue Johnson, menjelaskan bahwa ketidakpastian dalam pola asuh bisa menimbulkan kecenderungan menarik diri karena sulit percaya dukungan akan selalu ada. Akibatnya, saat dewasa kamu memilih menyelesaikan semuanya sendiri supaya gak kecewa, meski sebenarnya butuh bantuan.
5. Menanggung kesulitan keluarga sejak kecil

Anak yang tumbuh dalam kondisi keluarga penuh tantangan, seperti masalah kesehatan serius, keterbatasan ekonomi, atau konflik berat, biasanya belajar untuk meminimalkan kebutuhannya. Studi dari CDC-Kaiser Permanente mengenai Adverse Childhood Experiences menemukan bahwa pengalaman emosional negatif di masa kecil punya dampak jangka panjang terhadap kesehatan fisik maupun mental saat dewasa. Jadi wajar kalau kamu merasa segan meminta sesuatu, karena sejak kecil sudah terbiasa menomorduakan diri sendiri demi mengurangi beban keluarga.
6. Terbiasa mendengar kalimat bernuansa kekurangan

Kalimat seperti “uang kita gak cukup,” “waktu itu mahal,” atau “jangan banyak maunya” sering muncul di rumah dengan pola pikir serba terbatas. Anak yang tumbuh dalam situasi ini biasanya menanam keyakinan bahwa meminta sesuatu berarti egois.
Setelah dewasa, kamu mungkin jadi sering minta maaf hanya karena meminta tolong hal sepele, bahkan merasa bersalah saat meluangkan waktu orang lain. Padahal dalam banyak situasi, kerja sama justru bisa memperkuat hubungan.
Rasa takut merepotkan orang lain memang sering terlihat sederhana, tapi sebenarnya berakar dari pengalaman mendalam sejak masa kecil. Mulai dari peran dalam keluarga, cara orangtua mengasuh, sampai situasi keuangan rumah bisa membentuk pola pikir bahwa kebutuhanmu gak sepenting orang lain.
Menyadari asal-usulnya adalah langkah pertama untuk mengubah kebiasaan ini. Ingat, meminta bantuan bukan tanda kelemahan, lho. Justru dengan memberi kesempatan orang lain mendukungmu, kamu juga membangun hubungan yang lebih sehat dan saling menghargai.