Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Tanda Anak Seorang People Pleaser dan Cara Membantunya

ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/augustderichelieu)
ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/augustderichelieu)
Intinya sih...
  • Anak people pleaser sering meminta maaf berlebihan, penting untuk mengajarkan bahwa tidak semua situasi membutuhkan permintaan maaf.
  • Anak yang selalu mencari persetujuan bisa kehilangan kemampuan mengenali perasaan dan kebutuhannya sendiri, orangtua perlu menegaskan bahwa cinta tidak bergantung pada performa anak.
  • Anak people pleaser sulit mengatakan tidak dan cenderung sulit menolak permintaan orang lain, orangtua bisa melatih mereka untuk mengatakan "tidak" dengan sopan tapi tegas.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Memiliki anak yang sopan, penurut, dan senang membantu tentu membanggakan. Namun di balik perilaku “baik” itu, bisa saja tersimpan kebiasaan tidak sehat, yaitu people-pleasing atau terlalu berusaha menyenangkan orang lain. Anak yang terus-menerus menekan keinginannya demi membuat orang lain bahagia berisiko tumbuh dengan rasa cemas dan kesulitan menegaskan diri.

Para ahli menyebut, kebiasaan ini sering muncul karena anak ingin diterima atau takut membuat orang kecewa. Jika dibiarkan, mereka bisa kehilangan rasa percaya diri dan batas pribadi yang sehat. Yuk, kenali tanda anak seorang people pleaser dan cara membantunya agar tumbuh menjadi anak yang empatik tanpa kehilangan jati diri.

1. Terlalu sering meminta maaf

ilustrasi seorang anak perempuan bersedih (pexels.com/liza-summer)
ilustrasi seorang anak perempuan bersedih (pexels.com/liza-summer)

Salah satu tanda anak people pleaser adalah terlalu sering mengatakan maaf, bahkan untuk hal kecil yang bukan kesalahannya. Mereka melakukannya bukan karena tanggung jawab, tapi takut membuat orang lain kesal. Akibatnya, anak belajar menenangkan orang lain dengan mengorbankan kenyamanannya sendiri.

Sebagai orangtua, penting untuk mengingatkan bahwa tidak semua situasi membutuhkan permintaan maaf. Jelaskan bahwa memiliki pendapat berbeda atau menolak sesuatu tidak berarti mereka bersalah. Dengan begitu, anak belajar bahwa menjadi disukai tidak harus selalu menyenangkan semua orang.

“Jika orangtua sering mengesampingkan kebutuhan sendiri, sulit berbicara jujur, atau punya self-talk negatif, anak kemungkinan akan meniru hal serupa. Anak belajar lebih banyak dari apa yang mereka lihat daripada dari apa yang kita katakan,” jelas Becky Kennedy, seorang psikolog anak, dilansir CNBC.

2. Takut mengecewakan dan selalu mencari persetujuan

ilustrasi memarahi anak (pexels.com/lizasummer)
ilustrasi memarahi anak (pexels.com/lizasummer)

Anak yang sering mencari persetujuan terus bertanya, “Aku sudah benar belum?” atau “Kamu marah gak sama aku?”. Mereka takut jika tidak memenuhi harapan, orang lain akan menjauh atau marah. Dalam jangka panjang, hal ini bisa membuat anak kehilangan kemampuan mengenali perasaan dan kebutuhannya sendiri.

Menurut Dr. Joseph Laino, seorang psikolog, dilansir Parents, anak seperti ini sering mengaitkan rasa aman dengan validasi dari orang lain, bukan dari dirinya sendiri. Orangtua bisa membantu dengan menegaskan, bahwa cinta dan penerimaan tidak bergantung pada performa anak. Ketika anak tahu bahwa ia dicintai tanpa syarat, rasa cemasnya akan berkurang dan kepercayaan dirinya meningkat.

“Kita sering mengajarkan anak-anak, terutama anak perempuan, untuk terus-menerus mengecewakan diri sendiri demi membuat orang lain bahagia,” jelas Kennedy.

"Jadi, jangan heran kalau mereka dewasa nanti sulit menjalin hubungan yang sehat dan tidak merasa berharga terhadap diri sendiri,” tambahnya.

3. Sulit mengatakan tidak

ilustrasi memarahi anak (pexels.com/gabbyk)
ilustrasi memarahi anak (pexels.com/gabbyk)

Anak people pleaser cenderung sulit menolak permintaan orang lain, bahkan saat merasa tidak nyaman. Mereka takut dikira egois atau tidak sopan, sehingga lebih memilih mengalah. Padahal jika terus dilakukan, kebiasaan ini bisa membuat anak kehilangan kontrol atas dirinya sendiri.

Orangtua bisa melatih anak mengatakan “tidak” dengan sopan tapi tegas. Misalnya, ajarkan mereka berkata, “Aku tidak bisa sekarang karena ingin istirahat dulu”. Saat anak berhasil melakukannya, berikan pujian agar mereka tahu menetapkan batas bukanlah hal yang salah.

4. Selalu ingin membuat orang lain bahagia

ilustrasi grocery shopping bareng anak (pexels.com/anna-pou)
ilustrasi grocery shopping bareng anak (pexels.com/anna-pou)

Beberapa anak berusaha keras agar disukai semua orang, bahkan sampai berpura-pura menyukai hal yang tidak mereka sukai. Mereka menganggap bahwa diterima berarti harus selalu membuat orang lain bahagia. Namun, hal ini bisa membuat mereka kehilangan arah dan sulit mengenali identitas dirinya sendiri.

Menurut Nina Westbrook, LMFT, seorang terapis keluarga, dilansir Parents, people pleasing bisa dimulai ketika anak merasa mereka harus baik agar dicintai. Orangtua perlu menunjukkan bahwa cinta tidak bergantung pada seberapa patuh anak. Dukung anak mengekspresikan pendapat dan minatnya dengan jujur agar mereka merasa aman menjadi diri sendiri.

“Jika anak menyimpulkan bahwa nilai dirinya bergantung pada menyenangkan orangtua, pola ini akan tertanam dan menjadi syarat untuk diterima orang lain. Hal ini tidak hanya membuat mereka kehilangan prioritas, nilai, dan minat sendiri, tetapi juga menempatkan kebutuhan mereka di bawah keinginan orang lain,” jelas Leon Seltzer, seorang psikolog, dilansir HuffPost.

5. Menghindari konflik dengan segala cara

ilustrasi anak dan ibu saling marah (pexels.com/rdne)
ilustrasi anak dan ibu saling marah (pexels.com/rdne)

Anak yang suka menyenangkan orang lain cenderung menghindari konfrontasi, bahkan dalam hal kecil. Mereka lebih memilih diam atau mengalah daripada menimbulkan ketegangan. Akibatnya, mereka jarang belajar menyampaikan pendapat atau perasaan secara terbuka.

Untuk mengatasinya, orangtua bisa menormalisasi perbedaan pendapat di rumah. Jelaskan bahwa tidak semua konflik harus berakhir buruk, asalkan disampaikan dengan hormat. Dengan begitu, anak belajar bahwa mengungkapkan ketidaksetujuan bukanlah bentuk ketidaksopanan, melainkan bagian dari komunikasi yang sehat.

6. Takut melakukan kesalahan

ilustrasi seorang ayah dan anak (pexels.com/cottonbro)
ilustrasi seorang ayah dan anak (pexels.com/cottonbro)

Anak people pleaser sering merasa harus sempurna agar tetap disukai. Mereka takut membuat kesalahan karena khawatir kehilangan cinta atau penerimaan dari orang lain. Pola pikir ini bisa memicu stres dan rasa takut berlebihan terhadap penilaian.

Orangtua bisa menenangkan anak dengan menekankan bahwa kesalahan adalah bagian alami dari proses belajar. Ceritakan pengalamanmu sendiri saat gagal dan apa yang bisa dipetik darinya. Dengan cara ini, anak belajar bahwa cinta dan penerimaan tidak hilang hanya karena mereka tidak sempurna.

Membesarkan anak yang baik bukan berarti menuntut mereka selalu menyenangkan semua orang. Anak perlu belajar bahwa kebaikan sejati juga mencakup keberanian untuk berkata “tidak” dan menjaga diri sendiri. Dengan bimbingan penuh kasih, mereka bisa tumbuh menjadi pribadi yang empatik sekaligus percaya diri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Tarmizi Murdianto
EditorMuhammad Tarmizi Murdianto
Follow Us

Latest in Life

See More

7 OOTD Formal Pakai Dress ala Syifa Hadju, Tradisional hingga Modern

06 Okt 2025, 23:40 WIBLife