Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Tips Menghadapi Anak Tantrum Tanpa Perlu Membentak, Tetap Tenang!

ilustrasi anak yang sedang tantrum (pexels.com/Keira Burton)
ilustrasi anak yang sedang tantrum (pexels.com/Keira Burton)
Intinya sih...
  • Menenangkan diri sebelum merespons tantrum anak, berikan contoh cara mengelola emosi
  • Temani anak dengan kehadiran yang tenang dan konsisten, tanpa memberi ceramah
  • Validasi emosi anak dengan kata-kata yang tepat, tetapkan batasan dengan lembut tapi tegas

Tantrum adalah bagian normal dari tumbuh kembang anak, terutama di usia balita. Meski sering membuat orang tua kewalahan, cara kita merespons tantrum akan sangat memengaruhi perkembangan emosional anak. Dengan pendekatan yang tenang dan penuh pengertian, tantrum bisa menjadi momen belajar, bukan sekadar ledakan emosi.

Membentak mungkin terasa melegakan sesaat, tapi justru memperburuk situasi dalam jangka panjang. Anak tidak belajar menenangkan diri, melainkan hanya takut atau bingung. Berikut enam tips efektif untuk menghadapi anak tantrum dengan cara yang lebih sehat dan penuh kasih.


1. Tarik napas dan kendalikan emosi diri dulu

ilustrasi orang tua dengan anak (pexels.com/Kampus Production)
ilustrasi orang tua dengan anak (pexels.com/Kampus Production)

Sebelum kamu merespons anak yang sedang tantrum, pastikan dirimu berada dalam kondisi tenang. Anak butuh orang dewasa yang stabil untuk membantunya mengatur emosi, bukan yang ikut meledak bersama. Ambil napas dalam-dalam tiga kali, dan katakan dalam hati, “aku orang dewasa, dia butuh bantuan, bukan bentakan.”

Dengan menenangkan diri terlebih dahulu, kamu memberi contoh langsung tentang bagaimana mengelola emosi. Ini adalah langkah pertama yang sangat penting agar responmu tidak impulsif. Anak pun akan merasa lebih aman berada di dekat orang tua yang tenang.


2. Tetap dekat, tapi jangan langsung menasehati

ilustrasi orang tua dengan anak (pexels.com/Yan Krukau)
ilustrasi orang tua dengan anak (pexels.com/Yan Krukau)

Saat anak sedang tantrum, mereka tidak bisa langsung mencerna nasihat atau logika. Tugas utamamu adalah menemani, bukan memberi ceramah. Duduklah di dekatnya, jaga kontak mata, dan ucapkan dengan lembut, “mama di sini kalau kamu sudah siap” atau “kamu boleh marah, mama tetap sayang.”

Kehadiran yang tenang dan konsisten akan membuat anak merasa tidak sendirian. Mereka belajar bahwa emosi besar bisa ditenangkan tanpa harus dimarahi. Hal ini membangun ikatan emosional yang lebih kuat antara anak dan orang tua.


3. Berikan validasi emosi anak

ilustrasi memvalidasi emosi anak (pexels.com/Timur Weber)
ilustrasi memvalidasi emosi anak (pexels.com/Timur Weber)

Anak tantrum bukan karena ingin membangkang, tapi karena kesulitan mengekspresikan emosinya. Tunjukkan bahwa kamu memahami perasaannya dengan kata-kata yang tepat. Misalnya, “kamu kecewa ya karena nggak jadi beli es krim?” atau “mama tahu kamu kesal karena mainannya rusak.”

Validasi ini membuat anak merasa dipahami, bukan disalahkan. Ketika merasa dimengerti, anak akan lebih cepat tenang dan terbuka. Ini adalah fondasi penting dalam membangun kecerdasan emosional sejak dini.


4. Tetapkan batasan dengan lembut tapi tegas

ilustrasi menetapkan batasan soal tantrum pada anak (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi menetapkan batasan soal tantrum pada anak (pexels.com/cottonbro studio)

Menanggapi tantrum bukan berarti membiarkan semua perilaku anak. Tetap penting untuk mengajarkan batasan yang jelas tanpa harus membentak. Katakan dengan nada tenang, “kamu boleh marah, tapi tidak boleh pukul” atau “kalau kamu lempar barang, mainannya mama simpan dulu, ya.”

Dengan batas yang konsisten, anak belajar bahwa mengekspresikan emosi itu boleh, tapi tetap ada aturan yang harus dipatuhi. Hal ini membantu anak membedakan antara perasaan dan perilaku. Sikap tegas namun penuh kasih membuat aturan lebih mudah diterima.


5. Alihkan dengan aktivitas positif

ilustrasi mengalihkan anak pada mainan saat tantrum (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)
ilustrasi mengalihkan anak pada mainan saat tantrum (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Setelah emosinya mulai reda, bantu anak mengalihkan perhatian ke aktivitas yang lebih menenangkan. Ajak dia menggambar, membaca buku bersama, atau memeluk boneka kesayangannya. Aktivitas ini membantu mengalihkan fokus tanpa mengabaikan perasaannya.

Pengalihan bukan berarti menghindari emosi, tapi memberi jeda agar anak bisa kembali tenang. Saat suasana hati membaik, anak akan lebih mudah diajak berbicara. Ini adalah cara efektif untuk menutup fase tantrum dengan positif.


6. Ajak bicara setelah tantrum reda

ilustrasi mengajak anak bicara setelah tantrum (pexels.com/Yan Krukau)
ilustrasi mengajak anak bicara setelah tantrum (pexels.com/Yan Krukau)

Saat anak sudah benar-benar tenang, itulah waktu terbaik untuk mengajaknya berdialog. Tanyakan dengan lembut, “tadi kamu marah karena apa?” atau “lain kali kalau kesal, kamu mau ngomong gimana?” Obrolan ini membantu anak memahami dan mengevaluasi emosinya sendiri.

Dengan refleksi semacam ini, anak belajar bahwa setiap perasaan bisa diungkapkan dan dipahami. Kamu juga bisa membimbingnya menemukan cara yang lebih baik untuk menghadapi situasi serupa. Perlahan, anak akan membentuk kemampuan mengelola emosi secara mandiri.

Menghadapi tantrum anak memang menantang, tapi bukan alasan untuk membentak atau kehilangan kendali. Dengan ketenangan, empati, dan konsistensi, kamu bisa membantu anak belajar mengenali dan mengelola emosinya dengan sehat. Tantrum bukan akhir dunia—justru bisa menjadi kesempatan emas untuk membangun kedekatan dan kecerdasan emosional yang kuat.



This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Agsa Tian
EditorAgsa Tian
Follow Us