Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan We Listen We Don't Judge Penting Diterapkan dalam Keseharian

ilustrasi pertemanan (pexels.com/THE MACDUFFIE SCHOOL)
ilustrasi pertemanan (pexels.com/THE MACDUFFIE SCHOOL)

Kamu mungkin sudah cukup sering melihat konten we listen we don't judge di berbagai media sosial. Inti dari konten ini ialah dua orang atau lebih saling memberikan pengakuan dan yang lain gak boleh menghakimi. Misalnya, seseorang mengaku pernah tidak menyukai temannya di awal bertemu karena terkesan galak.

Dia takut-takut dalam berinteraksi sampai mengenal kawannya dengan lebih baik. Bahkan bila teman yang dimaksud juga ada di situ, dia tidak boleh menghakimi apalagi marah. Lebih dari sekadar konten medsos, prinsip we listen we don't judge sebenarnya bagus sekali untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Biasakan dirimu agar mampu mendengarkan apa pun cerita orang lain tanpa berkomentar yang tidak mengenakkan. Manfaat dari mendengarkan tanpa menghakimi akan terasa buat diri sendiri maupun kawanmu. Konten yang positif sangat perlu menjadi inspirasi di kehidupan nyata. Berikut lima alasan we listen we don't judge penting diterapkan dalam keseharian. 

1. Orang lain nyaman membicarakan apa saja denganmu

ilustrasi pertemanan (pexels.com/Matheus Bertelli)
ilustrasi pertemanan (pexels.com/Matheus Bertelli)

Bikin nyaman orang lain gak sesulit yang mungkin sering dibayangkan olehmu. Jangan berpikir mereka hanya akan mau dekat denganmu apabila dirimu sering memberikan bentuk-bentuk materi. Kamu gak kasih apa-apa ke mereka juga tak masalah. Asalkan dirimu tidak suka menghakimi pengakuan-pengakuannya.

Kalian berdua gak harus selalu sepakat tentang sesuatu. Ceritanya mungkin mengundang rasa kurang nyaman di hatimu. Seandainya kamu berada di posisinya, dirimu yakin bakal melakukan sesuatu yang berbeda dan lebih baik daripada tindakannya. Namun, selama isi hatimu ini tidak dikeluarkan di hadapannya bukan masalah.

Kawan merasa tetap didengarkan dengan baik olehmu. Ke depan dia bakal makin terbuka padamu. Mendengarkan tanpa menghakimi merupakan cara yang efektif buat memperoleh kepercayaan dari orang-orang di sekitarmu. Bukan tidak mungkin suatu saat nanti kamu akan mendengar rahasia yang lebih gelap dalam hidupnya. Bila ini terjadi, dirimu jangan cuma tak menghakiminya melainkan juga dilarang menyebarkannya.

2. Menyadari kamu juga pasti pernah berbuat yang kurang pantas

ilustrasi pertemanan (pexels.com/Helena Lopes)
ilustrasi pertemanan (pexels.com/Helena Lopes)

Keinginan untuk menghakimi orang lain biasanya karena kamu merasa perbuatannya sangat tidak patut. Apabila seseorang bertindak benar setidaknya menurut norma, gak ada alasan untukmu buat menghakiminya. Jika kamu mencari-cari alasan guna menyalahkannya, justru diri sendiri yang tampak konyol.

Kamu terlihat jelas gak menyukai seseorang dan bukan perilakunya. Sebaliknya dengan sebatas menjadi pendengar bagi orang lain, sebetulnya kamu sedang mengingatkan diri. Bahwa kamu juga tidak suci dari kesalahan. Dirimu pasti pernah melakukan hal-hal yang seharusnya dihindari. 

Setiap pengakuan teman di hadapanmu sekaligus menjadi cara buatmu berintrospeksi. Dirimu akan terhindar dari sikap selalu merasa paling benar atau baik. Sifat rendah hati tertanam kian subur dalam dirimu. Kalau kamu gemar menghakimi siapa saja, kesalahan-kesalahan diri sebesar apa pun seolah-olah gak terlihat olehmu. Artinya, makin lama kualitas dirimu makin anjlok.

3. Ada alasan seseorang melakukan sesuatu

ilustrasi pertemanan (pexels.com/Budgeron Bach)
ilustrasi pertemanan (pexels.com/Budgeron Bach)

Menghakimi orang lain tidak hanya gak penting. Namun juga menjauhkanmu dari kemampuan memahami mereka. Walaupun tindakannya tak tepat, pasti ada alasan yang kuat di baliknya. Sebagai contoh, seseorang mengaku pernah sengaja tidak menolong saudaranya yang membutuhkan uang. Bagimu, tindakannya itu amat kejam.

Kamu selalu siap membantu siapa pun secara finansial. Apalagi saudara sendiri yang menurutmu harus diprioritaskan. Temanmu juga gak terlihat kesulitan keuangan sehingga wajar apabila ia menolak memberikan bantuan. Namun, alasan di balik tindakannya tentu ada dan tetap perlu dihargai.

Boleh jadi saudaranya gak seperti saudaramu. Saudaramu hanya meminjam uang ketika sungguh-sungguh membutuhkannya. Ia juga berkomitmen kuat untuk mengembalikannya. Sementara itu, saudaranya lebih seperti berusaha memanfaatkannya dari segi finansial. Dia menjadi lelah dan tak ikhlas buat terus memberikan sejumlah uang.

4. Hal yang diakui sudah menjadi masa lalu

ilustrasi pertemanan (pexels.com/Oleksandr P)
ilustrasi pertemanan (pexels.com/Oleksandr P)

Betapa pun pengakuan seseorang membuatmu kaget, ingat bahwa itu sudah terjadi di masa lalu. Bahkan biasanya tindakan yang paling memalukan atau keliru baru dapat diceritakan ke orang lain bertahun-tahun setelahnya. Penghakiman darimu gak ada gunanya. Malah cuma berpotensi merusak hubunganmu dengan teman.

Jika hari ini dia mampu mengatakannya, berarti ia sudah cukup pulih dari luka atau menyadari perbuatannya yang salah. Jangan sampai kamu menghakimi dan membuatnya kembali merasa sakit. Bahkan mungkin dia berkali-kali lipat lebih sakit oleh penghakimanmu ketimbang masa lalunya.

Begitu pula ketika seseorang sudah menyadari kesalahannya. Itulah hal terbaik yang dapat dicapainya sebagai seorang manusia. Penghakiman dari sesama manusia hanya akan kembali mengeraskan hatinya. Tinggalkan peristiwa yang diceritakannya di belakang. Dengarkan saja penuturannya atau bantu ia menemukan hikmahnya tanpa menghakimi.

5. Capek sendiri jika menghakimi setiap perkataan orang

ilustrasi percakapan (pexels.com/Sarah Chai)
ilustrasi percakapan (pexels.com/Sarah Chai)

Orang yang dihakimi memang merasa lelah dan marah. Akan tetapi, kamu sebagai pihak yang gencar menghakimi juga tidak lantas merasa lebih baik. Dirimu membuang-buang energi buat memperhatikan hal-hal yang gak penting lagi untuk saat ini. Ketika kamu menghakimi orang lain, baik pikiran maupun perasaanmu sama-sama negatifnya.

Sejak dirimu mendengar pengakuannya, pikiranmu sulit beralih ke hal-hal lain. Teman yang dihakimi boleh jadi sudah tenang dan kembali melanjutkan hidupnya. Ia memilih tidak terlalu memikirkan reaksimu. Apalagi kalau ini bukan pertama kalinya dia dihakimi seperti itu. Ia memang kecewa padamu, tetapi memilih buat gak memperpanjangnya.

Sedang kamu malah terus merasa negatif karena memikirkan hal tersebut. Dirimu tidak habis pikir dengan perbuatan kawan. Padahal masuk akal atau tidak menurutmu, sesuatu itu sungguh-sungguh sudah terjadi. Kamu punya banyak alasan buat mencelanya pun cuma menambah keruh pikiranmu.

We listen we don't judge penting diterapkan dalam keseharian karena kamu berinteraksi dengan begitu banyak orang. Harus ada rasa saling pengertian dan menghargai. Dengan dirimu berhenti menghakimi, tandanya kamu makin terbuka pada pengalaman hidup orang lain. Wawasan tersebut akan memperkaya jiwamu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us