Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kisah Reza Riyady, Perawat yang Alirkan Air Bersih di Pedalaman Bali

Reza Riyady Pragita
Reza Riyady Pragita (instagram.com/rezariyadyid)

“Kalau mungkin kita berpikir bahwa orang mandi itu tiga kali sehari. Tapi di sana itu ya, jangankan tiga kali sehari. Tiga hari sekali pun belum tentu," ujar Reza saat menceritakan awal mula terbentuknya program SAUS.

Siapa di sini yang mandi tiap hari? Rasanya pasti aneh dan bikin gerah kalau tidak bertemu air walau satu hari saja. Terlebih di pagi hari atau saat ada kegiatan di luar rumah. Apalagi dengan cuaca di Indonesia yang cenderung panas dan bikin gampang keringatan.

Mandi merupakan salah satu kegiatan yang membutuhkan air. Di sisi lain, air menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia. Meskipun terlihat sederhana, dampaknya begitu penting dan berperan besar dalam semua bidang kehidupan. Minum, memasak, bercocok tanam, hingga bersih-bersih pun menggunakan air.

Meskipun air begitu penting dalam kehidupan, kenyataannya tidak semua daerah memiliki air bersih yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal inilah yang mendorong Reza Riyady Pragita membuat program SAUS (Sumber Air Untuk Semua) di Desa Ban, Karangasem, Bali. Simak, yuk, kisah inspiratifnya!

1. Kepedulian yang datang dari kepekaan seorang perawat

Reza Riyady Pragita
Reza Riyady Pragita (instagram.com/rezariyadyid)

Florence Nightingale merupakan sosok The Lady with the Lamb pada abad ke-19. Di masa itu, prajurit Inggris yang terluka parah akibat perang dirawat di rumah sakit dengan keadaan sanitasi buruk dan kurangnya perawatan medis yang memadai. Ia menjadi sukarelawan yang merawat pasien dengan membawa lampu sentir. Terinspirasi dari kegigihan Florence Nightingale yang membawa cahaya dalam kegelapan, keperawatan modern pun menganut filosofi “The Light in the Darkness”.

Bagi Reza Riyady Pragita, perawat bukan hanya sekadar profesi. Berkat filosofi keperawatan, ia terinspirasi untuk menjadi sosok yang bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya. Ia tidak hanya bekerja di rumah sakit, tapi juga terjun langsung ke lapangan agar bisa memajukan kehidupan masyarakat.

Berawal dari liburan singkat di tahun 2019, Reza mendapati kisah pilu dari gemerlapnya kota Bali. Bali biasanya dikenal sebagai kota yang dikunjungi turis mancanegara karena banyaknya tempat pariwisata terkenal. Namun, ia menemukan fakta lain saat berlibur di Bali Timur. Ada daerah pedalaman yang ternyata jauh dari kata sejahtera. Bahkan, untuk memenuhi air bersih saja mereka kesulitan. Dengan kepekaannya sebagai seorang perawat, Reza pun berinisiatif membantu masyarakat untuk mendekatkan sumber air bersih di desa.

"Karena keperawatan itu tidak hanya memberikan asuhan keperawatan kepada orang yang sakit, tapi bertajuk pada kebutuhan dasar manusia. Bagaimana mereka bisa memenuhi pola hidup bersih dan sehatnya kalau mereka tidak terpenuhi dari segi kebutuhan dasar, yaitu airnya? Nah, itulah awal saya membuat proyek SAUS (Sumber Air Untuk Sesama)" ujar Reza saat diwawancarai IDN Times pada Selasa (21/10/2025).

2. Krisis air bersih di Desa Ban mendorong Reza membuat program SAUS

potret ibu mengambil air bersih dengan jeriken di Desa Ban
potret ibu mengambil air bersih dengan jeriken di Desa Ban (dok. pribadi/Reza Riyady Pragita)

“Bahkan ketika itu ada kata-kata seperti ini. Mereka itu tahu caranya cuci tangan. Mereka sering banget dapat edukasi bagaimana cara cuci tangan, cara gosok gigi yang benar, dan segala macam. Bahkan, kami juga melakukan edukasi ke sekolah dasar. Mereka bukannya enggak mau melakukan hal itu, bukan enggak mau tahu, bukan bebal. Tapi, mereka enggak punya akses untuk air bersih.”

Desa Ban di Kabupaten Karangasem menjadi daerah yang sering terdampak erupsi Gunung Agung. Hal itu berdampak pada ketersediaan air bersih yang minim. Bahkan, keadaannya semakin diperparah dengan perubahan iklim, curah hujan yang tidak menentu, serta alih fungsi lahan.

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, masyarakat harus membeli dengan harga yang cukup mahal. Satu jeriken air bisa dihargai hingga Rp100 ribu. Jika ingin gratis, masyarakat harus menunggu donasi dari pihak PMI atau BPBD yang datangnya lama. Tidak hanya itu, akses jalan yang cukup terisolir juga semakin menyulitkan untuk mendatangkan air bersih.

Reza tergugah saat melihat ibu-ibu mencari air ke tempat yang cukup jauh. Bahkan, ibu-ibu di sana juga mendorong berdrum-drum jeriken air dengan jarak hingga sekitar 5 kilometer. Ia sedih saat membayangkan seandainya ibunya yang melakukan hal itu.

“Saat itu saya lagi ngefoto pakai kamera mirrorless saya. Saya tuh nangis. Saya ngebayangin gimana kalau ibu saya yang melakukan hal itu. Saya kagum banget sama perempuan Bali. Sebenarnya yang mendasari proyek ini pengin saya kerjakan itu adalah karena perempuan-perempuan Bali itu hebat banget, ya. Di mana mereka itu punya tugas yang cukup mulia selain untuk menjaga anak-anaknya, mendidik anak gitu. Mereka juga menjaga stabilitas finansial keluarga. Belum lagi dikasih tugas yang cukup berat yang di Desa Ban itu mereka kekurangan air."

3. Ide membuat bak penampungan air didapat setelah musyawarah dengan masyarakat Desa Ban

potret air bersih mengalir di bak penampungan Desa Ban
potret air bersih mengalir di bak penampungan Desa Ban (dok. pribadi/Reza Riyady Pragita)

Reza melakukan pendekatan CAP atau Community as Partner dalam menjalankan program SAUS. Dengan pendekatan ini, masyarakat bukan sebagai objek asuhan keperawatan. Melainkan, masyarakatlah yang akan menyelesaikan masalah mereka sendiri.

Saat musyawarah di Desa Ban, masyarakat berkata lebih membutuhkan air bersih daripada bedah rumah. Mereka ingin keberadaan air bersih semakin dekat dan tidak perlu lagi berebut air. Dalam musyawarah itu, muncul solusi untuk membuat bak cubang untuk menampung air.

Saat riset tentang sumber air, Reza mengakui akses jalannya tidak bisa dilalui dengan motor. Bahkan, untuk melewatinya dengan berjalan kaki juga sulit.

“Jadi kita diajak ke tempat sumbernya. Itu lumayan enggak bisa dilalui dengan motor karena kita harus jalan kaki. Itu pun lumayan (sulit). Pada saat itu, saya sampai luka-luka karena saya sampai jatuh. Jalannya benar-benar setapak gitu,” jelas Reza.

Meski penuh rintangan, Reza tidak menyerah untuk membuat program SAUS. Ia bertekad untuk mendatangkan perubahan pada Desa Ban yang kesulitan air.

4. Masalah dana sempat menjadi rintangan saat menjalankan program SAUS

campaign SAUS (Sumber Air Untuk Sesama) di kitabisa.com
campaign SAUS (Sumber Air Untuk Sesama) di kitabisa.com (dok. pribadi/Reza Riyady Pragita)

Untuk menggalang dana, Reza membuat campaign di kitabisa.com. Ia membagikan campaign itu di Instagram, bahkan hingga ada influencer yang turut menyumbang donasi. Ia juga sempat mendapat bantuan dari Bupati Klungkung yang merupakan bupati dari kabupaten tempatnya tinggal. Meski sudah disebarkan sedemikian rupa, ternyata dana yang terkumpul masih tidak mencukupi.

Reza mengaku sempat ragu untuk melanjutkan program SAUS. Ia sudah mengusahakan lewat jalur politik, tapi dana yang dihasilkan tetap belum mencukupi. Ia jadi cemas dan merasa proyek itu mungkin proyek yang tidak diharapkan atau malah akan mendatangkan masalah.

Bahkan, Reza sempat ada di fase titik terendah karena mendapati donasi di kitabisa.com hanya mentok di Rp2,8 juta pada hari terakhir. Ia pun merasa tidak mampu menciptakan bak penampungan air seperti yang sudah dijanjikan.

“Saya tuh bingung emang dari dana segini bisa nyiptain apa? Kan udah janji mau nolong. Tapi, segini doang.”

Meski begitu, ternyata Reza menyadari kalau hal yang dikerjakan dengan tulus akan mengena ke hati yang lain. Seperti mendapat keajaiban, Tuhan memberinya jalan yang tak terduga saat ia sudah hampir menyerah. Ia mendapat pesan di Instagram tentang campaign-nya di kitabisa.com. Rupanya, ada komunitas dari Sumatera Utara yang ingin donasi dan mengirim uang sebanyak Rp28 juta.

Setelah mendapat dana yang cukup, Reza menghubungi Ketua Adat dan meminta tolong untuk membuat bak penampungan air. Jadi, masyarakat sendiri juga ikut serta dalam prosesnya. Mulai dari pembelian perlengkapan berupa pipa hingga pompa air. Lalu sampai proses pembuatan bak penampungan. Setelah perjuangan yang panjang, bak penampungan air pun diresmikan pada Januari 2020.

“Itu benar-benar kayak sebuah keajaiban dan benar-benar ada gitu. Dan saya masih ingat banget saking senangnya, kita bikin banner, salah bikin. Harusnya ‘cubang’, tapi kita tulisnya ‘cupang’ dan itu lucu banget. Di situ, aduh gimana, nih. Orang peresmiannya sekarang, kok tulisnya ‘cupang’ gitu,” kenang Reza sambil tersenyum.

5. Berkurangnya permasalahan PHBS di Desa Ban dan sejumlah dampak positif lain program SAUS

potret senyum masyarakat Desa Ban, Karangasem, Bali
potret senyum masyarakat Desa Ban, Karangasem, Bali (dok. pribadi/Reza Riyady Pragita)

Sebagai perawat, Reza mengaku kesulitan jika kedatangan pasien yang masih bayi atau anak-anak. Menurutnya, memasang infus ke pasien anak itu sulit karena pembuluh darah yang masih kecil dan bikin tidak tega saat memasangnya.

Kebanyakan pasien anak yang datang karena permasalahan dehidrasi berat yang disebabkan oleh adanya infeksi bakteri akibat diare. Banyak pasien dari Desa Ban yang memilih berobat ke RSUD Klungkung, tempat Reza bekerja, alih-alih ke rumah sakit di Karangasem. Hal itu dikarenakan akses jalan yang lebih baik dan lokasinya cukup dekat.

Belakangan, Reza mendapati kalau sudah jarang pasien anak dehidrasi berat yang datang ke rumah sakit tempatnya bekerja. Terlebih, masyarakat sudah mulai bisa menerapkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) setelah adanya akses air bersih di Desa Ban.

“Alhamdulillah angka Riskesdas Provinsi Bali meningkat. Berarti di sini bisa kita lihat terjadi pertumbuhan data yang cukup baik. Walaupun itu mungkin enggak karena Desa Ban banget gitu, tapi berarti setidaknya kita mampu membantu Bali untuk tetap berada di lima besar kota dengan angka PHBS yang baik di Riskesdas.”

Di sisi lain, Reza juga memberi edukasi untuk masyarakat Desa Ban agar bisa lebih mudah mengakses air bersih. Ketua Adat menghargai upaya Reza untuk membantu dan berkata akan menjaga bak penampungan air. Terlebih, bak cubang itu semakin istimewa karena masyarakat Desa Ban juga berkontribusi langsung dalam proses pembuatannya.

Reza juga sempat berkunjung ke rumah masyarakat. Saat itu, ada kakek yang memeluk Reza dan timnya karena berterima kasih atas kehadiran program SAUS. Kakek itu juga memberi oleh-oleh berupa buah-buahan hasil kebun. Ia masih tidak menyangka hal sederhana seperti air ternyata bisa membawa dampak yang besar.

6. Meraih SATU Indonesia Awards menguatkan tekad Reza untuk terus menebar kebaikan

potret Reza Riyady Pragita dan Penerima SATU Indonesia Awards hadiri Bootcamp Astra 2025 di Bali
potret Reza Riyady Pragita dan Penerima SATU Indonesia Awards hadiri Bootcamp Astra 2025 di Bali (motorkux.id)

Reza meraih SATU Indonesia Awards provinsi untuk bidang kesehatan di tahun 2022 dari PT Astra International tbk. Ia tidak pernah mengajukan diri, tapi tiba-tiba mendapat pesan di Instagram yang menanyainya tentang program SAUS. Saat dinyatakan menjadi salah satu pemenang, ia juga tidak memercayainya. Ia awalnya sempat mengira bahwa pesan yang berisi kemenangannya itu merupakan penipuan.

Setelah meraih SATU Indonesia Awards, Reza merasa semakin semangat untuk meneruskan cita-citanya untuk mengalirkan kebaikan. Ia berharap kehadiran bak penampungan air tidak hanya membantu masyarakat untuk menjaga PHBS. Tapi, kalau bisa juga membuat anak-anak muda menjadi lebih mandiri dan tidak lagi merantau ke Denpasar atau pergi bekerja di kapal pesiar.

Reza berharap anak-anak muda bisa mandiri dan memajukan Desa Ban dengan kehadiran air dari program SAUS. Bahkan, Reza juga ingin agar masyarakat bisa menemukan potensinya hingga memiliki perusahaan air mineralnya sendiri.

Dari segi pariwisata, Reza merasa masyarakat Bali sangat spiritual. Belakangan, tradisi melukat sudah mulai terkenal. Melukat merupakan tradisi umat Hindu Bali yang dilakukan di daerah yang memiliki perairan atau sumber air. Tradisi ini berfungsi sebagai ritual pembersihan diri. Ia ingin agar masyarakat bisa membuat tirta pemelukatan yang akan menjadi daya tarik desa.

“Jadi saya itu penginnya masyarakat itu ada atau tidak adanya saya, itu sejahtera gitu. Itu pemikiran saya dan saya berharap proyek SAUS ini bisa menjadi percontohan untuk penyelesaian masalah air bersih di Bali.”

Reza berharap dengan adanya program SAUS, akan ada banyak gerakan positif lainnya yang muncul. Menurutnya, Indonesia bukan hanya butuh orang pintar. Melainkan, butuh jutaan orang yang mau memulai sebuah perubahan yang nantinya akan mengalirkan banyak kebaikan. Terlebih, ia ingin menjadi manusia yang bermanfaat bagi yang lainnya.

“Karena prinsip dalam hidup saya itu adalah hidup seperti pohon, hidup untuk menghidupi,” tutur Reza.

Reza menjadi perawat yang mengalirkan air bersih di Desa Ban yang begitu terisolir di pedalaman Bali. Dengan kepekaannya sebagai seorang perawat, ia terjun langsung ke lapangan untuk mendekatkan sumber air bersih. Meski terlihat sederhana, kebaikannya berdampak besar dan menjadi inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Diana Hasna
EditorDiana Hasna
Follow Us

Latest in Life

See More

5 Cara Mengakui dan Menerima Emosi Negatif

16 Nov 2025, 23:58 WIBLife