Reza Riyady: Alirkan Air Bersih demi Kesehatan Warga Desa di Bali

Di banyak tempat, kekeringan sering dipandang sebagai persoalan ketiadaan air. Namun di Desa Ban, Karangasem, sulitnya akses terhadap air bersih menimbulkan risiko krisis kesehatan. Air yang keruh dan tidak layak pakai membuat warga rentan diare dan dehidrasi.
Fakta memprihatinkan ini ditemukan sendiri oleh seorang perawat asal Klungkung, Bali yang bernama Reza Riyady Pragita. Hati nuraninya terketuk setelah melihat perjuangan para perempuan dari Desa Ban harus berjalan setidaknya 5 kilometer setiap hari untuk menimba air. Bahkan perjalanan tersebut semakin dipersulit dengan medan yang tak beraspal.
Berangkat dari kepedulian terhadap sesama dan prinsip keperawatan yang dipegangnya, Reza bertekad untuk menghadirkan sumber air bersih di Desa Ban. Sebab ia memahami bahwa upaya memperbaiki kesehatan masyarakat Desa Ban harus dimulai dari akar, yaitu mempermudah akses air bersih bagi warga.
1. Keterbatasan akses terhadap air bersih membuat warga rentan terkena diare dan dehidrasi

Saat pertama kali melakukan riset lapangan, Reza menyadari bahwa persoalan utama Desa Ban adalah keterbatasan sumber air bersih. Dengan latar belakangnya di dunia kesehatan, Reza tahu betul bahwa air adalah kebutuhan mutlak yang berhubungan erat dengan kesehatan masyarakat.
Apalagi, sebagai perawat, ia sudah terbiasa menerima pasien dari Desa Ban. Mayoritas adalah pasien anak kecil yang datang dengan kondisi diare dan dehidrasi berat. Kebanyakan dari mereka mengalami gangguan kesehatan karena air yang mereka konsumsi tidak layak minum.
"Pasien saya banyak dari Desa Ban atau Karangasem bagian utara. Itu mereka lebih cenderung berobat ke Rumah Sakit Klungkung, tempat saya bekerja," ungkap Reza dalam sesi Workshop Menulis Online Astra 2025 yang diselenggarakan pada Selasa (21/10/2025).
Kondisi ini membuatnya melihat bahwa masalah kesehatan tidak dapat dilepaskan dari ketersediaan air bersih. Tanpa air, warga sulit menjaga kebersihan, sulit mengonsumsi air minum yang aman, dan sulit menjalani hidup yang sehat. Dari pengamatan itulah Reza memahami bahwa solusi yang dibutuhkan Desa Ban adalah pengadaan air bersih.
2. Warga Desa Ban harus menempuh jarak yang jauh dan terjal untuk mendapatkan air bersih

Pengamatan Reza yang terjun ke lapangan secara langsung ternyata bisa divalidasi melalui data yang ada. Wilayah Karangasem, Bali Timur memang rentan mengalami kekeringan dan sulit mengakses air bersih. Bantuan demi bantuan sering disalurkan oleh pemerintah, tapi jarang yang langsung menyasar pada akar permasalahannya.
Bahkan pada tahun 2019, ketika Reza datang untuk melakukan pengamatan, warga Desa Ban bercerita bahwa air bersih pernah dijual di sana dengan harga selangit, yaitu Rp100 ribuan untuk satu jeriken.
"Saya ke sana lihat sendiri, masyarakatnya harus jalan jauh, sekitar 5 kilometer, cuma buat ambil air. Jalannya itu berbatu, nanjak, terus motornya aja kadang sampai harus didorong," tutur Reza menjelaskan kondisi Desa Ban.
Bahkan ada sebuah momen yang membuat hati Reza teriris. Ketika ia melihat seorang ibu di Desa Ban harus mendorong gerobak berat berisikan beberapa jeriken air. Ia menempuh jarak yang jauh dan medan yang terjal demi membawa air untuk keluarganya.
"Saya, tuh, sampai nangis. Saya bayangin, gimana kalau ibu saya yang melakukan hal itu," kata Reza dengan suara bergetar.
3. Sulitnya akses terhadap air membuat kepedulian warga akan kebersihan terbilang rendah

Keterbatasan akses terhadap air bersih mau tidak mau membuat kepedulian masyarakat akan kebersihan terbilang rendah. Reza menceritakan bahwa saat ia datang ke Desa Ban, dirinya melihat bahwa warga setempat sampai sulit untuk mandi.
Pemandangan anak kecil yang lalu-lalang bermain dalam keadaan baju yang kumal bahkan menjadi sangat wajar di sana. Bukan hanya itu, mereka juga kesulitan untuk menjaga kebersihan diri dan hal ini semakin mengetuk hati Reza sebagai seorang perawat.
"Mungkin kita berpikir bahwa orang mandi itu 3 kali sehari, tapi di sana jangankan 3 kali sehari, 3 hari sekali pun belum tentu," tuturnya sambil berkaca-kaca.
Namun Reza bisa memastikan bahwa hal ini tidak semata-mata karena masyarakat abai terhadap kebersihan, tapi karena air bersih yang jarang ada. Ia melanjutkan, "Mereka bukannya tidak mau melakukan itu, bukan tidak mau tahu, bukan bebal, tapi mereka tidak punya akses untuk air bersih."
4. Reza menggagas program Sumber Air untuk Sesama demi wujudkan bak penampungan air bersih di Desa Ban

Setelah melihat langsung kondisi warga Desa Ban, Reza memutuskan bahwa langkah paling penting adalah menghadirkan akses air bersih yang bisa digunakan setiap hari. Ia kemudian menggagas program Sumber Air untuk Sesama (SAUS) melalui gerakan Bali Tersenyum ID.
"Kita ingin mendekatkan sumber air dengan pendekatan CAP, Community As Partner. Kita di keperawatan itu menggunakan masyarakat bukan sebagai objek asuhan, tapi masyarakatlah yang akan menyelesaikan masalahnya sendiri," lanjutnya.
Dari situ, ia menawarkan solusi untuk warga Desa ban, yaitu membangun cubang atau bak penampungan air yang bisa digunakan bersama-sama. Reza bekerja sama dengan warga untuk menentukan lokasi sumber air, membangun cubang, hingga memastikan instalasi pipa dapat menjangkau titik yang paling dibutuhkan.
Tentunya, banyak tantangan yang harus dihadapi Reza dan timnya saat itu. Terutama dari sisi finansial. Reza yang menyadari bahwa dirinya tak bisa bergerak sendiri membuat laman penggalangan dana di sebuah platform online. Dengan begitu, siapa pun bisa ikut berdonasi dan membagikannya.
Namun dana sempat macet di angka Rp2,8 juta. Di titik itu, mental Reza benar-benar diuji. Ia mengaku sempat down dan mempertanyakan usahanya yang terhambat pendanaan tersebut. Reza mengenang, "Saya saat itu menangis, bingung, karena saya sudah terlanjur janji."
Untungnya, usahanya membuahkan hasil. Reza mendapatkan suntikan dana sebesar Rp30 juta dari seorang donatur asal Medan, Sumatra Utara. Hal ini memantik semangat Reza dan menyadarkannya bahwa niat yang baik pasti akan mendapatkan sambutan yang baik pula.
"Apa yang dikerjakan dengan tulus dan dari hati akan mengena ke hati lainnya," tuturnya.
5. Kasus dehidrasi berat dari Desa Ban menurun setelah adanya program SAUS

Hasil paling terasa dari hadirnya air bersih di Desa Ban terlihat dari perubahan kondisi kesehatan warganya. Sebelum program SAUS berjalan, Reza mengaku sering menerima pasien dari Desa Ban yang datang dengan diare dan dehidrasi berat. Namun situasi itu berubah setelah cubang dibangun dan air bersih mulai mengalir ke desa. Warga tidak lagi harus menempuh jarak jauh di bawah terik matahari, dan mereka kini bisa mengakses air yang lebih aman dan bersih.
Menurut Reza, sejak program SAUS berjalan, laporan kasus diare dan dehidrasi dari Desa Ban menurun. Sebuah dampak kesehatan yang sebelumnya sulit dicapai hanya dengan pengobatan.
"Alhamdulillah data angka dari Riskesdas Provinsi Bali itu meningkat. Berarti di sini kita bisa lihat terjadi pertumbuhan data yang cukup baik. Walaupun itu mungkin tidak sepenuhnya karena Desa Ban, tapi setidaknya kita mampu membantu Bali untuk tetap berada di 5 besar kota dengan angka perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang baik," ungkap Reza.
Momen ketika air pertama kali mengalir menjadi titik balik yang membekas bagi Reza. “Saat itu, saya merasakan sendiri air itu keluar. Merasakan betapa segarnya air itu,” kenangnya. Warga pun banyak mengucapkan terima kasih atas inisiatif Reza.
6. Inisiatif yang tulus ini membuat Reza mendapatkan SATU Indonesia Awards dari Astra pada tahun 2022

Usaha Reza dalam meningkatkan kesehatan warga Desa Ban tidak hanya dirasakan oleh masyarakat setempat, tetapi juga mendapat pengakuan yang lebih luas. Pada tahun 2022, ia menerima SATU Indonesia Awards tingkat provinsi dari Astra untuk kategori Kesehatan. Penghargaan ini menjadi titik penting yang membuka lebih banyak peluang kolaborasi, dukungan, dan jejaring bagi Reza untuk mengembangkan programnya.
Dengan dukungan tersebut, Reza berharap pendekatan sederhana yang berdampak ini dapat diterapkan di desa-desa lain yang menghadapi masalah serupa. Ia berencana memperluas program SAUS dan terus mendorong model pemberdayaan yang membuat masyarakat bisa mandiri dalam menjaga kesehatan mereka sendiri.
“Mari kita bergerak, mulai dari hal yang kecil saja. Karena prinsip dalam hidup saya itu, hiduplah seperti pohon. Hidup untuk menghidupi,” ujar Reza.


















