Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Sumber Iri yang Bikin Gak Bisa Bahagia terhadap Pencapaian Orang 

ilustrasi wanita (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Setiap orang punya perjalanan masing-masing untuk meraih mimpi. Perjalanan itu tentu berbeda untuk setiap individu, dan tak seharusnya dibandingkan walau kalian memiliki mimpi yang sama.

Keberhasilan atau kegagalan teman adalah bagian dari prosesnya, begitu pula dengan keberhasilan dan kegagalanmu. Ketidakmampuan untuk melihat dan menerima pencapaian orang lain akan membuatmu stres sendiri. Kamu jadi pribadi yang penuh iri dan ambisi toksik. Untuk mencegah hal itu terjadi, kamu perlu mengerti dari mana sikap iri itu berasal agar bisa dibereskan. Simak penjelasannya di bawah.

1.Kebiasaan membanding-bandingkan

ilustrasi wanita (pexels.com/Rosa García)

Apalagi di zaman media sosial yang mana kehidupan orang bisa kamu lihat dengan mudah, kebiasaan membandingkan sudah banyak menyebar. Ini yang membuatmu terus merasa kurang dan kurang. Nyatanya, kebiasaan ini toksik dan bisa berdampak buruk.

Kebiasaan membandingkan akan membuatmu selalu menginginkan lebih, yang pada akhirnya menjurus pada iri hati. Kamu jadi merasa menginginkan milik orang, pencapaian orang, prestasi orang, termasuk hidupnya. Kamu lupa untuk mengapresiasi apa yang kamu punya dan malah terus menginginkan lebih banyak.

2.Ambisi yang tidak sehat

ilustrasi wanita (pexels.com/Yan Krukau)

Ambisi yang tidak sehat menginginkanmu untuk selalu menjadi pemenang. Alhasil, saat melihat orang lain menang, kamu langsung merasa gagal. Padahal keberhasilannya sama sekali tidak berpengaruh terhadap kesuksesan atau kegagalanmu sebagai pribadi. Namun kamu tetap menganggap itu personal.

Evaluasi lagi ambisi yang selama ini kamu miliki. Tanya dirimu, apa yang sebenarnya ingin kamu kejar? Bila itu visi yang baik, kamu tidak akan mudah iri oleh pencapaian orang, karena kamu sadar bahwa setiap orang punya proses masing-masing. Atau jangan-jangan, selama ini kamu sendiri tidak tahu apa yang kamu inginkan dalam hidup.

3.Luka masa lalu yang belum selesai

ilustrasi perempuan sedang cemas. (pexels.com/Alea Darmel)

Mungkin dulu kamu pernah dipandang rendah oleh seseorang, yang pada akhirnya berdampak pada caramu melihat pencapaian. Kamu takut bila orang lain meraih sesuatu lebih dulu, kamu akan tertinggal dan gagal.

Mengenali akar dari sikap iri hati bisa membantumu untuk menguranginya hari demi hari. Percaya, deh, masa lalu yang tidak diselesaikan kelak akan menimbulkan luka yang baru, karena sudah menumbuhkan bibit toksik dalam dirimu.

4.Haus akan validasi dan pujian

ilustrasi wanita (pexels.com/Karolina Grabowska)

Keinginan untuk selalu mendapat pujian orang lain dapat membuatmu sulit untuk melihat pencapaian dengan sehat. Kamu akan selalu melihat segala hal sebagai persaingan. Saat temanmu meraih sesuatu, alih-alih turut bahagia untuknya, kamu langsung merasa rendah, iri, sedih, dan tidak berharga.

Validasi orang tidak seharusnya menjadi standar keberhargaan dirimu. Jangan sampai karena terlalu fokus pada pujian dan validasi, kamu akan menganggap semua orang sebagai musuhmu.

5.Berpikir pencapaian adalah segalanya

ilustrasi wanita bekerja (pexels.com/Elina Fairytale)
ilustrasi wanita bekerja (pexels.com/Elina Fairytale)

Pencapaian memang penting, dan tentu bukan hal yang salah bila memiliki ambisi untuk mencapai sesuatu. Salah ketika kamu mendewakan ambisi itu sampai rela melakukan apa pun demi mencapainya.

Iri hati adalah tanda bahwa ambisimu sudah menuju arah toksik. Kamu tidak bisa mengapresiasi pencapaianmu sendiri, dan malah terus melihat hidup orang.

Sekarang kamu sudah tahu dari mana saja iri hati datang. Segera bereskan lima hal di atas, agar kamu pun tidak terus disiksa oleh perasaan cemburu yang tidak berguna.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Caroline Graciela Harmanto
EditorCaroline Graciela Harmanto
Follow Us