Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tanda Kamu Sudah Terjebak dalam Pusaran Hedonisme, Gak Pernah Puas!

ilustrasi belanja (pexels.com/Alan W)
ilustrasi belanja (pexels.com/Alan W)

Sering merasa gak puas meskipun sudah sering beli barang mahal? Di era media sosial seperti sekarang, gaya hidup hedonis seolah jadi standar baru yang tanpa sadar kita ikuti. Konten-konten glamor bikin kita berpikir kalau kebahagiaan selalu datang dari barang branded, tempat mewah, atau tren terbaru.

Padahal, kalau gak dikontrol, pola hidup seperti ini bisa berdampak buruk, baik secara mental maupun finansial. Kita bisa terus terjebak dalam lingkaran kepuasan semu yang gak ada habisnya. Nah, coba cek lima tanda berikut, siapa tahu kamu tanpa sadar sudah masuk dalam pusaran hedonisme!

1. Kebahagiaanmu selalu dikaitkan dengan barang mahal dan tempat mewah

ilustrasi belanja (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi belanja (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Beli barang baru atau nongkrong di tempat fancy memang menyenangkan, tapi kalau kebahagiaanmu selalu bergantung pada hal-hal itu, bisa jadi ada yang perlu dievaluasi.

Setiap kali merasa stres atau bosan, kamu langsung mencari pelarian dengan shopping atau staycation di tempat mahal. Makan atau hangout pun harus selalu di tempat yang estetik dan instagramable, sampai lupa kalau momen sederhana juga bisa memberikan kebahagiaan yang sama.

2. Selalu merasa ketinggalan tren dan takut gak update

ilustrasi belanja (pexels.com/Gustavo Fring)
ilustrasi belanja (pexels.com/Gustavo Fring)

FOMO alias fear of missing out mulai mendominasi cara kamu menjalani hidup. Setiap ada gadget baru, tren fashion, atau tempat viral, kamu merasa harus ikut biar gak ketinggalan.

Gara-gara ini, scrolling media sosial malah bikin kamu cemas dan insecure karena terus membandingkan hidupmu dengan orang lain. Padahal, tren akan selalu berganti, dan gak semua yang viral itu wajib diikuti.

3. Pengeluaran makin gak terkendali karena belanja impulsif

ilustrasi belanja (pexels.com/Anastasia Shuraeva)
ilustrasi belanja (pexels.com/Anastasia Shuraeva)

Punya financial goals? Kayaknya sudah gak lagi jadi prioritas. Saldo sering habis sebelum gajian, bahkan gak jarang harus gesek kartu kredit atau pakai paylater demi memenuhi keinginan sesaat.

Motto hidupnya jadi buy now, think later. Tanpa sadar, kebiasaan ini bikin keuangan berantakan dan bikin stres sendiri di akhir bulan.

4. Validasi dari media sosial jadi kebutuhan utama

ilustrasi belanja (pexels.com/Gustavo Fring)
ilustrasi belanja (pexels.com/Gustavo Fring)

Beli barang atau pergi ke tempat tertentu gak lagi cuma buat diri sendiri, tapi juga demi diunggah ke media sosial. Rasanya kurang afdol kalau belum dapat banyak likes dan komentar.

Tanpa sadar, kamu membangun citra diri sebagai seseorang yang punya gaya hidup mewah, meskipun di balik layar mungkin keuanganmu sedang tidak baik-baik saja. Kalau sudah sampai tahap ini, waktunya introspeksi!

5. Mulai kehilangan koneksi dengan hal-hal esensial dalam hidup

ilustrasi belanja (pexels.com/Felix Young)
ilustrasi belanja (pexels.com/Felix Young)

Dulu, keluarga, pertemanan, atau pengembangan diri jadi prioritas. Sekarang, semuanya mulai bergeser ke materi dan gaya hidup.

Rasanya lebih worth it mengeluarkan uang untuk barang branded ketimbang investasi atau tabungan darurat. Bahkan, kamu mulai menjauh dari teman-teman yang gak bisa mengikuti standar hidupmu. Kalau sudah begini, perlu dipikirkan lagi, apakah semua ini benar-benar membawa kebahagiaan atau cuma ilusi sesaat?

Kalau kamu merasa relate dengan beberapa tanda di atas, jangan panik dulu. Mengenali pola ini adalah langkah pertama buat keluar dari pusaran hedonisme. Ingat, kebahagiaan sejati gak selalu bisa dibeli. Coba luangkan waktu buat refleksi dan cari kepuasan dari hal-hal yang lebih bermakna. Jadi, sudah siap buat hidup lebih meaningful tanpa terjebak hedonisme?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sineas Dadakan
EditorSineas Dadakan
Follow Us