6 Tips agar Kamu Tak Menjadi Sumber Kesedihan Orang Lain, Jaga Sikap!

Kamu mungkin merasa punya banyak teman. Namun, dirimu mengenal mereka semua tidak menjamin kamu adalah kawan yang baik. Boleh jadi sering kali dirimu justru menjadi penyebab kesedihan mereka. Ini baru disadari setelah sikap mereka padamu berubah cukup drastis.
Seperti tadinya kalian berhubungan dekat, lalu perlahan-lahan mereka menjauh dan bersikap dingin padamu. Itu pun tak langsung membuatmu memahami kesalahan diri. Terkadang dirimu malah memandang mereka yang terlalu mudah baper. Padahal, luka yang ditorehkan olehmu cukup dalam serta berulang sampai seseorang tak mampu lagi memakluminya.
Tentu kamu juga gak mau menjadi sumber kesedihan bagi orang lain, kan? Lakukan introspeksi dan sadari pentingnya mengubah kebiasaan-kebiasaanmu yang kurang baik. Lebih peduli pada perasaan orang lain menjadi tanda kematanganmu. Lakukan enam hal ini biar kamu tidak lagi membuat banyak orang bersedih.
1. Pikirkan dulu apa yang hendak dikatakan dan dituliskan

Menahan ucapan atau ketikan di media sosial baik sekali. Sebab dengan begitu, kamu terhindar dari kemungkinan menyakiti perasaan orang. Jangan sering beralasan keceplosan karena ini bisa dicegah bila kamu belajar mengerem diri. Waspadai kecenderunganmu menyahut percakapan dengan terlalu cepat.
Juga kamu gegabah bikin status atau mengetik dan mengirimkan pesan yang bisa bikin orang lain tersinggung. Tidak semua hal di dunia ini tentang kecepatan. Makin cepat responsmu malah boleh jadi makin besar kemungkinan dirimu terjatuh dalam kesalahan.
Setiap kamu hendak berbicara atau menulis sesuatu yang bakal dibaca orang lain, beri waktu untuk diri sendiri berpikir. Jika dirimu tak yakin betul menyampaikannya akan mendatangkan kebaikan atau bersifat netral, mending diurungkan saja.
Termasuk segala bentuk lelucon yang dapat dengan mudah memicu kesalahpahaman. Lebih baik kamu berpikir masak-masak dulu daripada terburu-buru bereaksi dan berujung penyesalan.
2. Jangan membandingkan orang apalagi di depan mereka langsung

Kamu membandingkan diri sendiri dengan orang lain saja tidak baik. Apalagi jika dua orang teman atau saudaramu yang dibanding-bandingkan. Misalnya, dirimu memiliki dua orang teman yang sama-sama penulis. Kemudian kamu bilang pada A bahwa tulisan B sudah lebih banyak yang dimuat di media daripada dia.
Penggemar tulisan B juga gak main-main sehingga popularitasnya sebagai penulis tidak diragukan lagi. Walaupun semua yang disampaikan olehmu fakta, bagi A benar-benar mempermalukannya. Kamu harus sadar diri akan posisimu. Sebanyak-banyaknya kenalanmu, jangan suka membandingkan mereka.
Terlebih itu dilakukan di hadapan mereka langsung atau orang lain. Perkataanmu bisa disebarkan orang sampai dua orang yang dibandingkan akhirnya tahu. Kalau kamu hendak membuat penilaian buat setiapnya, lakukan di dalam hati saja. Ini yang paling aman supaya orang yang dinilai lebih rendah tidak merasa sedih bahkan sakit hati.
3. Jika belum bisa menghilangkan, minimal kurangi kebiasaan pamer

Kesukaanmu pamer apalagi terkait materi sangat mungkin memakan korban. Memang barang yang dipamerkan dibeli dengan uangmu sendiri. Akan tetapi, kian dirimu senang pamer kian besar kemungkinan kamu juga kerap merendahkan orang lain. Hal ini bisa gak disadari olehmu.
Namun, itulah yang terjadi dan membuat hubunganmu dengan orang-orang akhirnya bermasalah. Contohnya, sekarang hidupmu sudah lebih enak daripada dulu. Lalu kamu memamerkan kenyamanan hidupmu sembari mengasihani atau memandang sebelah mata orang yang hidupnya belum seenak dirimu.
Orang-orang khususnya yang mengenal dan dikenal olehmu sejak lama menjadi yakin ejekan itu ditujukan pada mereka. Kamu bisa menolak tuduhan sedang menghina teman sendiri, tetapi itulah yang kadung dirasakan mereka.
Pamer yang semula hanya dimaksudkan buat menunjukkan apa-apa yang kamu miliki sekarang, malah seperti senjata yang memuntahkan peluru ke mana-mana.
4. Gak usah banyak tanya tentang kehidupan pribadi

Kenapa hal-hal pribadi sebisa mungkin tidak ditanyakan? Alasannya, kamu tak tahu seberapa menyakitkan topik itu baginya. Misalnya, temanmu dan pasangannya sudah menikah bertahun-tahun tanpa momongan. Kemudian dirimu dengan entengnya bertanya, "Memangnya kalian gak ingin punya anak?"
Buat mereka, masalah anak boleh jadi tak sesimpel ingin atau tidak ingin. Mereka barangkali sangat mendambakannya, tapi ada masalah kesehatan yang menjadi kendala besar. Mereka juga bukannya tidak berusaha. Hanya saja segala usaha baik medis maupun nonmedis belum juga membuahkan hasil.
Atau, salah satu dari mereka bahkan keduanya punya trauma besar terkait hubungannya dengan orangtua. Mereka sebenarnya ingin punya keturunan, tetapi trauma masa lalu membuat mereka gak yakin bisa menjadi orangtua yang baik. Mereka tak mau melahirkan anak-anak bermasa depan suram lantaran trauma yang masih menyelimuti orangtuanya.
5. Menghargai proses yang dilalui orang lain

Orang yang sedang berproses tak ubahnya meniti jalan yang panjang dan berliku. Mereka paling membutuhkan dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Kalaupun dirimu gak bisa kasih dukungan, minimal jangan mencela proses tersebut. Dia yang lebih tahu tentang berbagai tantangannya.
Kamu yang hanya menjadi pengamat sering kali bersikap sok tahu. Padahal, seandainya dirimu menggantikan posisinya juga belum tentu mampu berproses dengan lebih cepat. Orang yang sedang capek-capeknya berproses, tetapi tidak dihargai akan merasa sangat buruk.
Satu sisi, ia kehilangan semangat dan tidak yakin lagi prosesnya bakal menghasilkan sesuatu. Di sisi lain, dia mempertanyakan kualitas pertemanan kalian. Ternyata kamu bukan kawan yang suportif buatnya. Ia merasa kehilangan kepercayaan padamu. Dia berpikir bahwa hubungan kalian sebenarnya telah berakhir.
6. Bersungguh-sungguh merawat komitmenmu dengan seseorang

Kamu juga bisa menancapkan kesedihan yang sangat dalam di hati orang lain bila ingkar terhadap komitmen bersama. Seharusnya komitmen itu menjadi landasan dalam kalian berdua bertindak. Komitmen yang sudah disepakati bersama tidak bisa akhirnya hanya dipikul oleh satu orang.
Contoh pengingkaran komitmen ialah dalam hubunganmu dengan pasangan. Bukan soal kalian baru berpacaran atau sudah menikah yang bikin pengkhianatan terhadap komitmen bersama terasa sangat menyakitkan. Baik kalian masih sebatas pacaran atau telah menjadi suami istri, komitmen yang terbengkalai oleh tindakan lepas tanganmu membuatnya merasa dipermainkan.
Ia sudah bersusah payah menjaga komitmen tersebut, tapi kamu tidak melakukan hal yang sama. Dirimu gak bisa meminta seseorang buat melupakan saja komitmen yang pernah ada. Tidak semudah itu bagi orang yang ditinggalkan sendirian. Ketika kamu telah melupakannya, dia masih bergelut buat mengatasi kesedihan bahkan rasa tak percaya atas apa yang terjadi.
Tentu tanpa dirimu sengaja melukai hati orang tetap bisa bikin mereka sedih. Akan tetapi, mereka pada akhirnya akan lebih mudah memaklumi kekhilafanmu sebagai manusia. Lain apabila kamu sering membuat siapa pun bersedih. Satu per satu temanmu akan menjauh dan membuat batasan yang tegas dalam berinteraksi denganmu.