6 Tips Cegah Culture Shock saat Kuliah di Luar Kota

Culture shock atau gegar budaya ialah rasa kaget ketika kamu memasuki lingkungan yang baru. Apalagi saat dirimu untuk pertama kalinya merantau guna keperluan berkuliah. Makin jauh jarak kampung halaman dengan universitas, perbedaan budayanya pasti juga besar.
Misalnya, kamu berasal dari Jakarta kemudian berkuliah di Jawa Tengah atau sebaliknya. Atau bahkan dirimu sampai menyeberang pulau untuk menimba ilmu. Kamu dituntut untuk mampu beradaptasi dengan baik dengan lingkungan yang baru termasuk masyarakatnya.
Gegar budaya yang tidak kunjung teratasi akan menyulitkanmu dalam mengikuti perkuliahan. Walaupun secara mata kuliah dirimu sebenarnya tidak ada masalah, rasa gak nyaman pada budaya setempat membuatmu tak bisa fokus. Mumpung masih ada waktu sebelum perkuliahan dimulai, simak kiat-kiat di bawah ini untuk membantu proses adaptasimu.
1. Punya mental siap belajar hal-hal baru

Tentu saja di perguruan tinggi kamu akan mempelajari banyak sekali hal baru. Dari mata kuliahnya saja sudah sangat spesifik sesuai jurusan yang diambil. Berbeda sekali dengan saat dirimu menjadi murid sekolah. Akan tetapi, belajar tidak terbatas pada berbagai mata kuliah.
Kamu juga mesti siap mempelajari budaya di kota tujuanmu. Seperti cara mereka saling memanggil, standar kesopanannya, rasa kuliner khasnya, dan sebagainya. Kesiapan mental ini dapat mulai dibangun dengan dirimu bertanya pada orang-orang yang pernah tinggal di sana.
Juga melihat berbagai liputan atau membaca artikel tentang kota yang akan menjadi tempatmu menuntut ilmu. Jangan cuma fokus pada tujuan utamamu yaitu memperoleh gelar akademik. Dengan kesediaan mempelajari budaya setempat, kamu lebih cepat merasa nyaman dan bisa berbaur dengan teman-teman yang asli sana maupun masyarakat pada umumnya.
2. Jangan merasa kampung halamanmu pasti lebih baik

Secara naluri tentu ada kecenderungan setiap orang merasa bangga pada kampung halamannya. Segala tentang tanah kelahiran amat lekat di hati dan makin kuat justru ketika kamu berada jauh darinya. Tetapi, ingat bahwa bias pemikiran seperti ini selalu terjadi.
Artinya, sebenarnya setiap kota pasti memiliki keunggulan dan kekurangannya. Bila kamu ingin lebih mudah kerasan, coba lihat sebanyak mungkin poin plus dari daerah tersebut. Kota asalmu bagus, tetapi tak berarti kota-kota lain di negeri ini berada di bawahnya dari segala aspek.
Kamu kudu bijak dan cermat dalam memberikan penilaian. Cintai tanah kelahiranmu tanpa menjadi bersikap anti pada daerah lain. Jika dirimu telah tinggal selama 18 tahun di tanah kelahiran, wajar kamu amat mencintainya. Sekarang tugasmu adalah pelan-pelan belajar mencintai juga tempatmu merantau meski kamu mungkin hanya akan 3 sampai 4 tahun di sana.
3. Utamakan selalu bersikap sopan

Di setiap daerah bisa memiliki tata krama yang agak berbeda. Namun, ada bentuk kesopanan yang diterima di semua daerah. Misalnya, membiasakan diri untuk berkata maaf, tolong, dan terima kasih. Juga setidaknya kamu mengangguk ketika berjalan melewati orang lain. Khususnya pada mereka yang lebih tua.
Sikap sopan menyenangkan hati orang lain sehingga dirimu mudah diterima di tengah-tengah mereka. Terkadang hambatannya hanyalah kamu merasa terlalu malu untuk tersenyum pada orang lain apalagi menyapa. Namun sebagai pendatang, dorong dirimu lebih keras.
Daripada kamu selalu diam saja, menunduk terus, atau justru menatap lurus-lurus ketika ada orang lain di kanan dan kirimu. Semua itu mengesankan kurangnya kesopananmu. Pada teman sebaya pun sikap sopan tetap dibutuhkan untuk mencegah belum apa-apa dia sudah tersinggung.
4. Jangan malu bertanya jika tidak tahu

Sebagai orang dari jauh, tentu ada banyak hal yang belum kamu tahu tentang kebiasaan di sana. Jangan sampai dirimu bersikap sembrono. Cari tahu dengan memberanikan diri bertanya. Kamu bisa bertanya pada teman yang asli sana atau pemilik kos-kosan.
Jangan asal membawa kebiasaan di daerahmu ke daerah yang berbeda. Sebab hal-hal yang dipandang wajar di tanah kelahiranmu boleh jadi malah dinilai negatif di tempat lain. Ketika orang lain memberitahumu pun, hindari dirimu mengeyel seakan-akan kamu gak bisa menerima perbedaan kebiasaan itu.
5. Wajib langsung berkenalan dengan teman yang asli sana

Bukan artinya teman sesama perantau gak penting. Namun, terkadang solidaritas sesama perantau terlalu kuat sehingga tanpa sadar kamu cuma mau dekat dengan sesama anak kos. Padahal, semua kawan sama pentingnya.
Pun segera berkenalan dengan teman yang asli sana akan amat membantumu beradaptasi di lingkungan yang baru. Kamu dapat bertanya seputar budaya di sana dan memintanya menemanimu jalan-jalan. Biar dirimu makin tahu berbagai jalan serta tempat penting.
Kamu harus bisa membawa dirimu dengan baik dari mana pun asalmu. Cegah teman-teman yang asli sana menilaimu sebagai pendatang yang angkuh. Jika dirimu telanjur mendapatkan label seperti itu, kamu bakal lebih sulit membaur di tengah semua teman.
6. Jangan terjebak stereotipe

Stereotipe misalnya terkait watak orang-orang sana yang lebih keras, lembek, atau justru bermuka dua. Pahami bahwa pada dasarnya sifat-sifat seperti di atas bisa ada dalam diri setiap orang. Tidak bergantung pada daerahnya.
Apabila kamu menggeneralisasi watak orang satu daerah secara negatif, bagaimana dirimu bakal suka berada di antara mereka? Tinggal bertahun-tahun di sana pun bisa membuat pandanganmu tetap buruk. Meski sikap mereka padamu baik-baik saja, pikiranmu telah memberikan cap negatif.
Kalaupun ada banyak orang di sekitarmu meyakini stereotipe tersebut, jadikan sebagai kewaspadaan saja. Namun, jangan serta-merta ikut memercayainya. Dapatkan pengalamanmu sendiri dengan berinteraksi secara langsung dengan teman-teman asli sana.
Culture shock pada mahasiswa baru biasa terjadi jika kamu berkuliah di provinsi yang berbeda atau pindah dari luar kota kecil ke kota besar maupun sebaliknya. Setiap rasa kurang nyaman muncul, sadari bahwa ini bagian dari proses adaptasimu. Bersabarlah dalam usaha mengenali lingkungan barumu dan terus berpikir positif biar dirimu makin kerasan.