7 Hal yang Bikin Seseorang Tetap Bertahan dengan Pola Pikir Destruktif

Tentu kita sudah memahami jika pola pikir turut mempengaruhi kualitas kehidupan yang dijalani seseorang. Berawal dari pola pikir, menjadi pondasi dalam bersikap maupun menentukan keputusan. Seharusnya kita mampu membangun pola pikir yang membangun. Tapi faktanya, tidak semua orang memiliki pemahaman demikian.
Beberapa di antaranya justru masih bertahan dalam pola pikir destruktif. Mereka mengembangkan mindset yang sebenarnya dapat merusak kualitas hidup itu sendiri. Bahkan pola pikir ini dijadikan sebagai pedoman utama dalam menjalani hidup. Mengapa seseorang masih tetap bertahan dengan pola pikir destruktif? Apakah karena tujuh hal berikut?
1. Pola pikir yang memang sudah terbentuk sejak kecil

Pola pikir destruktif berisi tentang mindset yang dapat merusak keseimbangan hidup. Contohnya pola pikir bahwa seseorang menganggap dirinya tidak layak memperoleh kebahagiaan. Namun, yang menarik untuk diketahui, mengapa seseorang tetap bertahan dengan pola pikir destruktif?
Bisa jadi pola pikir ini memang sudah terbentuk sejak kecil. Entah karena pengalaman traumatis atau terbiasa tumbuh di lingkungan yang penuh dengan penolakan. Pola pikir yang sebenarnya tidak relevan ini akan terus terbawa sampai mereka memasuki usia dewasa dan dihadapkan dengan keputusan penting.
2. Pengaruh lingkungan dan orang-orang sekitar

Manusia dalam menjalani hidup selalu berdampingan dengan lingkungan sekitar beserta orang-orang di dalamnya. Tentu kita akan dihadapkan dengan lingkungan yang memiliki berbagai macam karakter. Termasuk lingkungan yang didominasi dengan standar maupun pola pikir tertentu.
Sedikit banyak ini turut mempengaruhi mengapa seseorang tetap bertahan dengan pola pikir destruktif. Mereka merasa kesulitan membebaskan diri dari pengaruh lingkungan dan orang-orang sekitar yang mendominasi. Lingkungan sosial dapat memperkuat pola pikir destruktif melalui tekanan, tuntutan, atau standar tertentu yang harus arus dipatuhi.
3. Rasa takut yang besar akan perubahan

Siap atau pun tidak, kita akan tetap menghadapi yang namanya perubahan. Hal ini sejalan dengan dinamika lingkungan beserta pengaruh yang ada di dalamnya. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah belajar menyesuaikan diri dengan perubahan agar mampu membawa diri dengan baik.
Di sinilah kita akan menemukan alasan mengapa seseorang tetap bertahan dengan pola pikir destruktif. Mereka ini adalah tipe orang yang memiliki rasa takut akan perubahan. Dalam menilai segala sesuatu cenderung mengedepankan pola pikir skeptis dan sudut pandang negatif. Tidak ada sudut pandang yang melibatkan dua sisi.
4. Faktor kebiasaan dan kenyamanan

Tentu kita sudah memahami jika pola pikir destruktif berpotensi merusak kualitas hidup. Contohnya seseorang tidak lagi termotivasi untuk berusaha. Selain itu, pola pikir destruktif juga membuat seseorang tidak mampu memahami diri secara utuh karena hanya menilai dari sisi negatif.
Namun demikian, apa yang membuat seseorang tetap bertahan dengan pola pikir destruktif? Di antaranya faktor kebiasaan dan kenyamanan. Pola pikir negatif ini pada akhirnya menjadi kebiasaan yang terinternalisasi. Seseorang merasa lebih nyaman menjalani sesuatu yang sudah terbiasa sejak kecil.
5. Kurang memperoleh dukungan sosial

Ketika pola pikir destruktif ini dibiarkan, banyak aspek penting dalam hidup terganggu. Bahkan kita tidak lagi memiliki keseimbangan. Tapi jika diamati dari lingkungan sosial, ternyata masih banyak orang enggan melepaskan pola pikir destruktif, apalagi menggantinya dengan mindset yang lebih bijak.
Mereka terjebak dalam situasi demikian karena kurang memperoleh dukungan sosial. Baik dari teman, keluarga, maupun orang-orang terdekat lain yang melingkupi. Mereka merasa berjuang sendiri yang pada akhirnya lebih memilih menyerah karena tidak memperoleh motivasi.
6. Perasaan ragu saat hendak mengubah pola pikir

Banyak sekali sisi negatif yang akan dirasakan ketika mempertahankan pola pikir destruktif. Kita tumbuh menjadi sosok manusia dengan karakter pesimis. Belum lagi sudut pandang yang kurang tepat ketika memaknai berbagai persoalan hidup. Namun yang tidak boleh dilupakan, mengapa seseorang tetap memilih bertahan dengan pola pikir tersebut?
Sudah tentu terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab di baliknya. Pola pikir destruktif bisa terjadi karena perasaan ragu saat hendak mengubah pola pikir. Kadang-kadang seseorang merasa tidak cukup baik atau merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk berubah. Pola pikir ini bisa mengarah pada perasaan pesimis atau tidak percaya diri, yang menghambat perubahan.
7. Ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi

Ciri khas yang membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya adalah keberadaan emosi. Baik berupa sedih, marah, kecewa, atau kebahagiaan. Sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk mengendalikan emosi agar tidak terlalu berlebihan.
Ternyata ini berkaitan dengan penyebab seseorang tetap bertahan dalam pola pikir destruktif. Mereka adalah tipe orang yang tidak mampu dalam mengendalikan emosi. Seseorang mungkin merasa lebih mudah untuk berpikir secara merusak daripada menghadapi dan memproses emosi-emosi tersebut dengan cara yang sehat.
Kehadiran pola pikir destruktif jika dibiarkan akan merusak kualitas hidup secara bertahap. Mulai dari merusak kepercayaan diri, semangat dalam berproses, sampai dengan merusak sudut pandang dalam menilai alur kehidupan.
Tapi jika diperhatikan, beberapa orang justru masih betah bertahan dengan pola pikir destruktif. Entah disebabkan oleh kesadaran yang rendah, atau mungkin faktor lingkungan yang turut mempengaruhi semangat dalam berbenah.