Apa Itu Tall Poppy Syndrome? Ini Tanda-tanda dan Cara Mengatasinya

Dalam dunia kerja saat ini, sukses bukan hanya soal skill dan usaha, tapi juga bagaimana lingkungan meresponsnya. Sayangnya, banyak orang yang justru mendapat kritik atau dijauhi ketika mereka terlalu menonjol. Fenomena ini dikenal sebagai Tall Poppy Syndrome, di mana orang-orang yang mencapai kesuksesan malah "dipangkas" agar tidak terlihat lebih unggul dari yang lain.
Fenomena ini semakin terasa di era media sosial, di mana pencapaian seseorang bisa dengan mudah menjadi bahan komentar. Dukungan memang ada, tetapi tak jarang diiringi kritik atau kecemburuan. Banyak orang akhirnya memilih untuk tidak terlalu menonjol demi menghindari hal-hal tersebut. Lalu, mengapa hal ini bisa terjadi, dan bagaimana cara menghadapinya? Yuk, simak!
1. Apa itu Tall Poppy Syndrome?

Tall Poppy Syndrome adalah fenomena sosial di mana seseorang yang mencapai kesuksesan atau menonjol dalam suatu bidang justru mendapatkan kritik, kecemburuan, atau upaya untuk dijatuhkan oleh orang lain. Istilah ini berasal dari analogi bahwa "bunga poppy yang tumbuh lebih tinggi dari yang lain harus dipotong agar tetap seragam." Fenomena ini sering muncul di berbagai aspek kehidupan, termasuk dunia kerja, akademik, bisnis, hingga pergaulan sosial.
“Tall Poppy Syndrome adalah fenomena budaya di mana individu yang mencapai kesuksesan menonjol sering menjadi sasaran kritik atau upaya penurunan status oleh orang lain," tutur Dr. Doug Garland, mantan Profesor Klinis Ortopedi di University of Southern California, peneliti Tall Poppy Syndrome selama lebih dari satu dekade.
Dalam praktiknya, Tall Poppy Syndrome bisa terjadi ketika seseorang mendapatkan promosi di tempat kerja dan rekan-rekannya merespons dengan komentar sinis atau menjauhinya. Bisa juga saat seorang kreator konten viral di media sosial lalu mendapat banyak komentar negatif dari orang-orang yang merasa tidak senang dengan kesuksesannya.
2. Asal-usul dan tanda-tanda Tall Poppy Syndrome

Tall Poppy Syndrome berakar dari budaya Australia dan Selandia Baru, yang sangat menekankan kesetaraan sosial. Orang yang dianggap terlalu sukses atau menonjol sering kali mengalami tekanan sosial agar tidak terlihat lebih baik dari yang lain. Namun, fenomena ini juga terjadi di banyak negara lain, termasuk di lingkungan kerja dan dunia digital saat ini.
Dilansir The Future Economy, Dr. Rumeet Billan, CEO Women of Influence dan peneliti utama studi The Tallest Poppy, menjelaskan, “Tall Poppy Syndrome digunakan untuk menggambarkan situasi ketika seseorang diserang, dibenci, tidak disukai, dikritik, atau dijatuhkan karena pencapaian dan/atau kesuksesannya.”
Beberapa tanda Tall Poppy Syndrome yang sering muncul antara lain:
- Komentar sinis atau meremehkan – Seseorang yang mencapai sesuatu malah mendapat komentar seperti "Ah, dia cuma beruntung" atau "Pasti ada orang dalam di balik kesuksesannya."
- Dikucilkan dari lingkungan sosial – Orang yang sukses justru dijauhi oleh rekan-rekannya yang dulu akrab.
- Dikritik lebih keras daripada orang lain – Kesalahan kecil yang dilakukan seseorang yang sukses lebih sering dibesar-besarkan dibandingkan dengan orang lain yang melakukan hal yang sama.
- Serangan di media sosial – Di era digital, banyak orang yang sukses mendapat kritik tajam atau hujatan tanpa alasan yang jelas hanya karena mereka terkenal atau berhasil.
3. Cara mengatasi Tall Poppy Syndrome

Untuk mengatasi Tall Poppy Syndrome, baik individu yang mengalaminya maupun lingkungan sekitar perlu mengubah pola pikir dan budaya sosial yang lebih mendukung. Beberapa cara yang bisa dilakukan antara lain:
- Menghargai pencapaian orang lain: Alih-alih merasa terancam atau iri, cobalah untuk melihat keberhasilan orang lain sebagai inspirasi, bukan ancaman.
- Membangun lingkungan kerja dan sosial yang suportif: Organisasi dan komunitas perlu membangun budaya yang menghargai prestasi tanpa menciptakan persaingan tidak sehat.
- Tetap percaya diri dan fokus pada tujuan: Jika mengalami Tall Poppy Syndrome, jangan biarkan komentar negatif menghentikan langkah. Tetap fokus pada tujuan dan kelilingi diri dengan orang-orang yang mendukung.
- Menjaga komunikasi yang baik: Jika merasakan tekanan dari lingkungan, cobalah untuk berkomunikasi dengan rekan atau teman untuk mencari solusi yang lebih baik daripada saling menjatuhkan.
- Bijak dalam membagikan pencapaian: Meskipun tidak salah untuk membagikan kesuksesan, ada baiknya menyesuaikan cara dan waktu yang tepat agar tidak menimbulkan kecemburuan yang berlebihan di lingkungan sekitar.
Tall Poppy Syndrome adalah fenomena yang nyata dan semakin terasa di era digital. Dengan membangun budaya yang lebih positif dan saling mendukung, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih sehat di mana setiap orang bisa meraih kesuksesan tanpa takut dijatuhkan.