Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Argumen yang Bikin Kebiasaan Boros Sulit Diubah, Keras Kepala!

ilustrasi belanja banyak (pexels.com/Max Fischer)
Intinya sih...
  • Uang harus dipakai dengan bijak
  • Uang tidak dibawa mati, butuh untuk masa depan
  • Nikmati hasil kerja tanpa boros

Jika kamu terbiasa boros pasti dirimu juga menyadarinya. Pengeluaran bulananmu besar. Gaji pas-pasan bisa habis duluan sebelum bulan berganti. Gaji yang lebih gede pun kadang tanpa sisa. Namun, menyadari hal ini tidak serta-merta membuatmu gampang berubah.

Sebab pemborosan tersebut satu sisi memang terasa menyiksa ketika uangmu ludes, tapi di sisi lain menimbulkan rasa senang. Kamu menikmati berbagai hal yang dibeli. Mulai dari makanan dan minuman lezat, pakaian keren yang hanya beberapa kali dikenakan, liburan ke berbagai tempat, serta lainnya.

Siapa pun yang berusaha untuk menasihatimu agar lebih bijak dalam memakai uang sering menemui jalan buntu. Sifat keras kepalamu bukan main. Bukannya patuh, dirimu selalu mengemukakan argumen sebagai berikut.

1. Uang kalau gak dipakai mau buat apa?

ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Uang memang berfungsi sebagai alat pembayaran. Nilai uang tampak betul ketika digunakan. Kamu dapat menukar uang sekian ratus ribu bahkan jutaan rupiah buat sesuatu yang menurutmu bagus dan penting. Namun, pemakaiannya mesti bijak.

Sebagian buat berbelanja kebutuhan sehari-hari. Sebagian kecilnya lagi untuk mewujudkan keingian. Jangan lupa, harus pula ada jatah buat menjaga masa depanmu dari hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti dengan kamu menabung, berinvestasi, dan membeli proteksi.

Pemakaian uang jangan cuma buat belanja. Jejaknya tidak bertahan lama. Uangmu hanya ditukar dengan benda-benda yang tak mengalami kenaikan nilai dari waktu ke waktu. Bahkan sebagian belanjaanmu seperti sekadar membakar uang.

2. Uang tidak dibawa mati

ilustrasi tekanan finansial di hari Lebaran yang boros (pexels.com/bangunstockproduction)
ilustrasi tekanan finansial di hari Lebaran yang boros (pexels.com/bangunstockproduction)

Memang betul manusia kembali ke pangkuan Tuhan hanya membawa amal baiknya. Akan tetapi, ingat bahwa pemakamanmu saja butuh biaya yang tidak sedikit. Di perkotaan, anggota keluarga almarhum dan almarhumah pun mesti iuran rutin buat pemeliharaan makam.

Malah satu liang kudu dipesan jauh-jauh hari bila kamu gak mau kehabisan tempat. Sejak itu pula dirimu telah mulai beriuran. Belum selama kamu sakit dan butuh perawatan yang mungkin tak hanya 1 atau 2 bulan tapi bertahun-tahun.

Uang tidak dibawa mati. Tapi perjalanan menuju kematian sampai penguburan saja makan banyak biaya. Jika kamu boros terus sehingga gak punya tabungan, siapa yang hendak membiayai semua itu? Coba pikirkan baik-baik.

3. Capek-capek kerja masa tidak menikmati?

ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Kamu memang perlu menikmati hasil kerja. Itu hakmu dan menikmatinya bikin dirimu lebih menyukai pekerjaan. Kamu terhindar dari stres berlebih. Menikmati hasil membuatmu makin paham manfaat dari bekerja keras.

Namun, menikmati tidak harus sampai habis. Malah cara menikmati hingga tak menyisakan apa pun bakal bikin kamu kehilangan rasa nikmat itu sendiri. Kenikmatan sesaat berganti menjadi sengsara saat uang habis gak bersisa.

Nikmati sebagian hasil kerjamu. Sebagiannya lagi diendapkan dalam tabungan sampai ada yang dapat diinvestasikan. Kalau belanja konsumtif memberimu kenikmatan saat ini juga, investasi kasih kamu kenyamanan hidup di kemudian hari.

4. Uang habis tinggal dicari lagi

ilustrasi dua perempuan (pexels.com/Gustavo Fring)

Mungkin karena kamu merasa sangat aman dalam pekerjaan sehingga argumen ini kerap terlontar. Hanya saja, selalu ada kemungkinan uang yang dicari ternyata gak bisa ditemukan lagi. Tidak ada manusia yang dapat memastikan masa depan.

Pekerjaanmu bisa tiba-tiba hilang oleh berbagai penyebab. PHK mungkin masih ada tanda-tandanya seperti situasi kantor yang makin gak stabil dan pemotongan bonus terus-menerus. Tapi meski tidak diharapkan, terdapat pula kemungkinan musibah menimpamu sampai dirimu tidak mampu bekerja lagi.

Jangan terlalu percaya diri kamu akan mendapatkan uang kembali segampang memungut batu di dekat telapak kaki. Hindari mengatakan itu tak mungkin. Satu-satunya hal yang mustahil di dunia ini hanyalah kemustahilan itu sendiri.

5. Uangku, suka-suka aku

ilustrasi belanja bersama (pexels.com/Gustavo Fring)

Kamu sebagai pemilik uang memang berhak menggunakannya untuk apa saja. Mau uangnya dihabiskan di minggu pertama gajian pun sebetulnya tak ada yang bisa melarang. Dengan catatan, dirimu tahu betul konsekuensinya dan siap menanggungnya sendirian.

Bukan kamu sulitnya minta ampun ketika dinasihati biar mengontrol pengeluaran, tapi ujung-ujungnya merepotkan orang. Pinjam uang ke sana sini selalu menjadi solusi setiap uangmu sudah ludes. Bila permintaanmu gak dipenuhi nanti orang lain yang dibilang pelit.

Seharusnya dirimu malu apabila ngeyel setiap dinasihati, tapi tetap mengandalkan orang lain saat hal buruk terjadi. Ketika kamu menjawab suka-suka saban diingatkan, bukan salah mereka jika gak mau tahu tentang apa yang terjadi padamu kemudian. Sekali kepedulian mereka diabaikan, memedulikanmu kembali rasanya cuma buang-buang energi.

6. Bilang saja iri

ilustrasi dua perempuan (pexels.com/Alex P)

Kamu menuduh semua orang yang menasihatimu supaya lebih bijak menggunakan uang cuma iri. Mungkin karena gaji mereka tak sebesar dirimu sehingga gak bisa melakukan hal yang sama denganmu. Orang dengki memang ada. Tapi orang yang wataknya buruk tidak bakal sudi menasihatimu.

Beda orang iri dengan orang yang tulus kasih nasihat ialah pendengki cuma membicarakanmu di belakang. Dia menyebarkan berbagai prasangka terhadapmu. Misalnya, terkait sumber uang yang dibelanjakan. Bahkan ia tega menyumpahi kamu mendadak miskin.

Sementara itu, orang yang tulus dalam menasihati bicara langsung denganmu. Dia nyaman dengan gaya hidupnya sendiri sekalipun mungkin benar bahwa pendapatannya di bawahmu. Ia menasihati semata-mata buat kebaikanmu.

7. Boros saja masih bisa menabung, kok

ilustrasi belanja banyak (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Pendapatanmu memang besar. Pengeluaranmu yang di atas rata-rata belum sampai menghabiskannya. Itu yang membuatmu merasa tetap kaya sekalipun boros. Namun, jangan mengukur kekayaanmu dari uang yang dihabiskan. Hitung kekayaanmu dari aset yang berhasil dibangun berbekal tabunganmu.

Pos tabungan 20 persen dari pendapatan mestinya dapat dinaikkan saat penghasilanmu juga meningkat. Contoh, ketika gajimu Rp2 juta, kamu hidup dari 50 persen pendapatan atau Rp1 juta. 30 persen penghasilan atau Rp600 ribu untuk refreshing dan Rp400 ribu sebagai simpanan. Saat gajimu naik menjadi Rp5 juta, pos tabungan bisa diperbesar tanpa menghambat pemenuhan gizimu.

Uang belanja sehari-hari digandakan menjadi Rp2 juta saja sudah besar. Masih ada sisa Rp500 ribu untuk ditambahkan ke tabungan dan investasi. Demikian pula pos playing cukup Rp1 juta, Rp500 ribu sisanya kembali ditambahkan ke tabungan. Total pos tabungan menjadi setara biaya sehari-hari yaitu Rp2 juta. Tujuan keuangan jangka panjang lebih mudah tercapai.

Banyak orang menasihatimu agar lebih hemat pun gak akan mempan kalau kamu terlalu suka berargumen. Harus ada kesadaran dalam diri demi kebaikanmu. Kurangi cari pembenaran supaya keuangan lebih terjaga.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us