Kenapa Banyak Orang Takut Terlalu Bahagia?

- Cara seseorang membaca pengalaman masa lalu
- Pola pikir yang terbentuk dari lingkungan sekitar
- Kebiasaan mengatur hidup terlalu detail
Bahagia itu sederhana, tetapi tidak semua orang merasa nyaman ketika bahagia datang. Ada yang langsung merasa tegang karena tidak terbiasa merasakan perasaan yang menyenangkan. Dalam kehidupan sehari-hari, bahagia sering dianggap sebagai hal yang cepat berubah, sehingga orang cenderung berhati-hati saat merasakannya. Akibatnya, bahagia terlihat seperti sesuatu yang harus dijaga jaraknya agar tidak mengecewakan.
Di tengah banyaknya distraksi dan tuntutan hidup, sebagian orang mulai merasakan bahwa menerima kebahagiaan tidak semudah yang dibayangkan. Ada alasan yang terbentuk dari pengalaman, lingkungan, sampai cara seseorang membaca situasi. Berikut beberapa hal yang bikin banyak orang takut terlalu bahagia dan sering tak disadari.
1. Cara seseorang membaca pengalaman masa lalu

Pengalaman buruk bisa membuat seseorang lebih peka terhadap hal baik yang datang kemudian. Ketika dulu mereka kehilangan sesuatu, momen bahagia terasa mencurigakan. Mereka menunggu hal buruk muncul lagi tanpa sadar.
Sebagian orang akhirnya memilih menjaga jarak dari bahagia agar tidak merasakan kehilangan yang sama. Mereka bukan menolak perasaan itu, hanya belum yakin bahwa keadaan bisa berjalan baik dalam waktu lama. Bahagia jadi terasa singkat karena selalu ditemani rasa waspada.
2. Pola pikir yang terbentuk dari lingkungan sekitar

Lingkungan yang kompetitif sering membuat orang merasa tidak boleh berhenti atau istirahat terlalu lama. Bahagia dianggap sebagai waktu istirahat yang kebanyakan, seakan-akan ada yang akan menilai mereka kurang berusaha. Akibatnya, momen baik terasa mengganggu kegiatan sehari-hari. Orang jadi sulit menikmati sesuatu yang seharusnya mereka berhak dapatkan.
Media sosial memperkuat pressure itu melalui tampilan hidup orang lain yang serba rapi. Gambaran yang tidak realistis membuat orang merasa kebahagiaannya kurang layak jika tidak sama dengan yang mereka lihat. Perasaan puas berubah menjadi perbandingan. Hal yang sebenarnya cukup sudah terasa kurang karena tolok ukurnya tidak jelas.
3. Kebiasaan mengatur hidup terlalu detail

Ada orang yang merasa aman ketika semua hal bisa diprediksi. Mereka membuat jadwal yang detail agar hidup terasa terarah. Saat muncul momen bahagia yang tidak direncanakan, rasanya justru membingungkan karena tidak sesuai dengan apa yang mereka prediksi.
Kebiasaan seperti ini membuat perasaan bahagia jadi terasa mengganggu. Orang jadi sulit memberi tempat untuk hal-hal yang datang tanpa rencana. Padahal tidak semua hal bisa diatur dengan rumus yang sama. Lama-kelamaan, mereka canggung menerima bahagia yang muncul begitu saja.
4. Kebingungan membaca boundaries

Sebagian orang tidak terbiasa menunjukkan perasaan bahagia mereka. Mereka takut terlihat berlebihan, takut salah paham, atau takut membuat suasana jadi canggung. Ini membuat mereka menahan ekspresi bahagia meski sebenarnya ingin menikmatinya. Mereka seperti perlu menyaring perasaan itu dulu sebelum menunjukkannya.
Kondisi ini sering terjadi pada orang yang belum mengenal boundaries mereka sendiri. Mereka ragu kapan boleh mengekspresikan sesuatu dan kapan harus menahan diri. Bahagia dianggap sebagai hal yang terlalu mencolok jika ditunjukkan tanpa pikir panjang. Akhirnya, mereka memilih aman dengan menyimpannya dalam hati.
5. Kebiasaan membandingkan diri dengan standar yang tidak jelas

Ada orang yang merasa bahagia mereka belum pantas dirayakan karena melihat pencapaian orang lain lebih besar. Mereka merasa apa yang mereka punya belum cukup untuk disebut sebagai sebuah kemajuan. Bahagia berubah menjadi daftar syarat baru yang tidak pernah selesai. Perasaan puas yang sederhana pun hilang karena selalu diganti dengan keinginan lain.
Ketika hidup diukur dari perbandingan, orang sulit menerima kebahagiaan yang mereka rasakan saat ini. Ada rasa takut terlihat kurang jika merasa puas terlalu cepat. Bahagia akhirnya tergeser oleh kebutuhan untuk terus mengejar sesuatu yang sebenarnya belum tentu mereka inginkan. Kondisi ini membuat perasaan itu tidak lagi terasa jujur.
Bahagia sering terasa mengganggu bukan karena perasaannya bermasalah, tetapi karena banyak hal di sekitar kita membentuk cara kita menerimanya. Ada orang yang butuh waktu lebih lama untuk merasa benar-benar bahagia. Dari semua alasan yang membuat banyak orang takut terlalu bahagia, mana yang menurutmu paling relate?



















