Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Cara Menghadapi Fake Friend, Penting untuk Tetapkan Batasan!

ilustrasi wanita mengangkat kaki di sofa (pexels.com/polinazimmerman)

Fake friend atau teman palsu merupakan orang-orang yang berpura-pura peduli tentangmu, tetapi sebenarnya tidak memiliki niat yang tulus di hati mereka. Dilansir Verywell Mind, Aimee Daramus, PsyD, psikolog klinis di Clarity Clinic, Chicago, menjelaskan, bahwa teman palsu hanya muncul saat situasi menguntungkan mereka.

Hubungan pertemanan mereka sering ditentukan oleh apa yang bisa mereka peroleh, baik dalam hal status sosial, kepemilikan materi, keuntungan finansial, atau manfaat lainnya. Jika sosok fake friend sedang ada di hidupmu, cari tahu cara menghadapi mereka lewat artikel berikut ini.

1. Komunikasikan secara terbuka

ilustrasi kedua wanita bercengkrama (pexels.com/ekaterinabolovtsova)

Jika dalam kasus mengenal seseorang dalam waktu yang lama dan baru-baru ini mulai terlihat perubahan dalam perilakunya, sebenarnya ada potensi untuk memperbaiki hubungan tersebut. Dilansir MindBodyGreen, Tiana Leeds, M.A., LMFT, seorang terapis pernikahan dan keluarga berlisensi, mengatakan, dalam beberapa kasus seperti ini, ada kemungkinan untuk memperbaiki hubungan melalui komunikasi yang terbuka.

Leeds juga mengusulkan jika melihat tanda-tanda bahwa teman tersebut mungkin memiliki potensi untuk berubah menjadi teman yang lebih baik dan lebih tulus. Cobalah membicarakan perasaanmu dengan mereka secara jujur. Berbicara terbuka tentang bagaimana perasaan dan apa yang kamu harapkan akan memberi mereka kesempatan untuk memahami dan bekerja sama untuk menciptakan hubungan yang lebih baik.

"Jika kamu merasa bahwa persahabatan palsu ini bisa berkembang menjadi persahabatan yang nyata, maka ada kesempatan untuk membicarakan perasaan kepada teman ini," kata Leanna Stockard, LMFT, seorang terapis berlisensi, dilansir Women's Health .

"Jika mereka mampu menjadi teman yang berkualitas, mereka akan memahami perasaan kamu dan berusaha untuk melakukan perubahan," tambahnya.

2.  Fokus pada pertemanan yang lebih positif dan sehat

ilustrasi saling berpelukan (pexels.com/ellyfairytale)

Teman palsu atau pertemanan yang tidak sehat sering kali membawa toksinitas dan negativitas ke dalam hidup. Lebih fokus pada pertemanan yang lebih positif dapat menghindari potensi stres dan konflik yang berasal dari pertemanan palsu.

Teman-teman sejati cenderung hadir dalam situasi sulit dan merayakan keberhasilan sahabatnya. Mereka memberikan dukungan nyata dan tulus yang dapat membantu kamu mengatasi masalah dan merasa dihargai.

"Seorang teman yang baik adalah seseorang yang berkomitmen pada pertumbuhan mereka sendiri dan mendorong pertumbuhan dalam diri temannya. Mereka tidak akan merasa cemburu atau bersaing dengan temannya sendiri, dan mereka akan menginspirasi untuk menjadi versi diri yang penuh potensi," kata Leeds.

3. Tetapkan batasan

ilustrasi cewek hangout (unsplash.com/brookecagle)

Batasan sangat penting untuk diterapkan dalam setiap hubungan, terutama dalam kasus persahabatan palsu. Apalagi, jika kamu merasa dimanfaatkan dalam pertemanan ini. Leanna Stockard menyebutkan, contoh-contoh batasan yang dapat diterapkan termasuk batasan fisik, batasan emosional, dan batasan mental.

Batasan fisik yang dimaksud seperti menghabiskan waktu bersama teman, kamu bisa mengurangi untuk menghabiskan waktu bersama si fake friend.  Lakukan juga batasan emosional dengan tidak membagikan hal-hal sensitif mengenai dirimu kepada mereka. Serta, batasan mental dengan membatasi informasi pribadi yang dibagikan kepada mereka.

"Jika teman ini tidak pandai menjaga rahasia, mungkin perlu mengatur batasan mental dan emosional di mana kamu tidak berbagi dengan mereka hal-hal yang tidak ingin diungkapkan kepada orang lain. Atau, jika kamu tidak benar-benar merasa nyaman menghabiskan waktu berdua dengan orang ini, pertimbangkan untuk membatasi pertemuan dengan hanya berinteraksi dengan teman dalam situasi di mana ada lebih banyak orang hadir," kata Stockard.

4. Percaya naluri dan intuisi

ilustrasi perkumpulan sedang bermain (pexels.com/yankrukov)

Hal yang bisa kamu lakukan adalah percayai naluri dan intuisimu. Jika orang ini secara konsisten membuatmu merasa buruk, itu bukanlah persahabatan dan tidak ada alasan untuk tetap mempertahankan hubungan semacam itu.

"Jika ini bukan persahabatan yang saling menguntungkan, maka tidak ada alasan untuk melanjutkan," kata Annette Nuñez, M.S., Ph.D., seorang psikoterapis, dilansir MindBodyGreen.

5. Mengakhiri hubungan

ilustrasi wanita bersedih (pexels.com/lizasummer)

Jika merasa perlu mengakhiri pertemanan, ada dua cara yang dapat dilakukan, yaitu dengan cara menghindari teman tersebut atau mengakhiri hubungan secara tegas. Menurut Leeds, kamu tidak selalu harus memiliki percakapan dan langsung mengatakan "putus" pada teman tersebut.

Beberapa orang memilih untuk membiarkan hubungan meredup secara alami dengan mengurangi usaha untuk berteman dan menegakkan batasan pribadi. Nunez juga mengatakan, jika ingin mengakhiri hubungan dengan tegas, lakukan percakapan terbuka dengan teman tersebut dan memberitahunya bahwa hubungan ini tidak lagi memberikan manfaat atau mendatangkan kebahagiaan.

"Bersedia untuk melepaskan mereka jika mereka kembali merendahkanmu. Pahami bahwa ini adalah hal yang wajar untuk memprioritaskan kebahagiaan dan kesejahteraan kamu," kata Daramus.

Jika sudah sampai di tahap merugikan, tidak perlu mempertahankan hubungan tersebut. Menjaga jarak atau memiliki percakapan tegas untuk mengakhiri hubungan bisa menjadi pilihan yang sehat. Fokuslah pada hubungan yang memberi nilai tambah, empati, dan dukungan tulus. Jangan ragu untuk melepaskan teman palsu!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Tarmizi Murdianto
Bayu Nur Seto
Muhammad Tarmizi Murdianto
EditorMuhammad Tarmizi Murdianto
Follow Us