Menemukan Identitas Diri saat Remaja Menuju Dewasa yang Sehat Mental

Kenali lebih dalam isu kesehatan mental remaja

Penerbit KPG berkolaborasi dengan COMMA Books dan Into the Light mengangkat isu kesehatan mental dalam diskusi bertema 'Remaja dan Kesehatan Mental'. Acara yang diselenggarakan secara virtual ini, berlangsung pada Sabtu (18/7/2020) pukul 15-00 WIB dengan moderator Udji Kayang.

Penulis buku Awi Chin serta Benny Prawira, Founder dan Advisor Into the Light, didapuk sebagai narasumber. Bagaimana isu ini begitu penting di era derasnya arus informasi seperti sekarang? Yuk, simak dalam rangkuman diskusi di bawah ini!

1. Kesehatan mental remaja begitu penting karena remaja ada pada masa krisis identitas diri

Menemukan Identitas Diri saat Remaja Menuju Dewasa yang Sehat MentalBenny Prawira dalam Diskusi Virtual 'Remaja dan Kesehatan Mental' oleh Penerbit KPG kolaborasi COMMA Books dan Into the Light. 18 Juli 2020. IDN Times/Fajar Laksmita

Remaja ada pada masa krisis, di mana masalah kesehatan itu muncul. Remaja mencari tahu siapa dirinya.

Ini yang membuat mereka kerap terpapar hal-hal yang berisiko, baik secara fisik atau mental. Tekanan teman sebaya menjadi salah satu alasan betapa pentingnya mengenali kesehatan fisik, kesehatan seksual, kesehatan gizi, hingga kesehatan mental remaja.

Benny Prawira menuturkan, "Awareness sudah banyak, baik secara offline maupun online. Itu yang membuat remaja dan dewasa muda mudah mengakses informasi. Into the Light berdiri tahun 2012, belum ada gerakan yang masif, tapi lebih kepada pasien dan bagaimana mereka sembuh. Kemudian tahun 2013, mulai ada komunitas, isu kesehatan jiwa menjadi semakin meluas."

Ia menambahkan bahwa saat remaja mendapat support system yang baik, mereka mendapat kesempatan berkembang dengan optimal. Namun untuk mencapai taraf dukungan sampai ke lingkungan sosial, masih merupakan PR yang panjang. 

2. Support system bagi remaja dibangun tidak hanya dengan satu orang, namun membentuk satu lingkaran

Menemukan Identitas Diri saat Remaja Menuju Dewasa yang Sehat MentalAji dalam Diskusi Virtual 'Remaja dan Kesehatan Mental' oleh Penerbit KPG kolaborasi COMMA Books dan Into the Light. 18 Juli 2020. IDN Times/Fajar Laksmita

Pada masa remaja hingga dewasa awal, individu lebih sering menggunakan sahabat dan orang luar untuk berkoneksi. Dalam hal ini, yang paling penting adalah rasa nyaman dan support satu sama lain.

Individu pada masa ini memahami bahwa teman bisa mendengarkan. Tapi di lain waktu, mereka juga menemui satu teman yang mengucapkan kata kurang nyaman. Melalui koneksi seperti ini, individu mampu mengevaluasi kembali hingga menemukan identitas. 

"Nanti kamu tahu, kalau kamu mau cerita tentang apa. Misalnya, kalau kamu kesulitan mengerjakan PR, kamu bisa cerita ke teman-teman yang pintar. Tapi kalau kamu ingin cerita tentang pacar, kamu bisa cari teman yang asyik, yang pacarannya lebih berpengalaman. Ini penting karena support system itu kita harus buat dari satu lingkaran, gak bisa hanya satu orang," tutur Benny. 

3. Bagaimana menempatkan pasangan sebagai support system?

Menemukan Identitas Diri saat Remaja Menuju Dewasa yang Sehat MentalIDN Times/Alfisyahrin Zulfahri Akbar

Bisa jadi, pasangan ikut andil dalam memberikan support system. Namun, harus dilihat kembali apakah pasangan yang dimaksud, dapat mendengarkan semua aspek permasalahan. Sebab, masa ini adalah momen di mana emosi lebih menguasai individu, sehingga pasangan justru bisa dianggap segalanya atau kerap dinamakan cinta buta.

"Ketika emosi menguasai, seakan pasangan yang menjadi segalanya. Akhirnya, susah untuk evaluasi. Nah setelah putus, biasanya mereka hancurlah. Putus cinta itu bukan hal yang mudah lho, karena remaja mungkin baru pertama kali dan gak berpengalaman. Di mana ia telah mengandalkan satu sosok, tapi hilang setelah putus. Itu merupakan pro dan kontra ketika menjadikan pasangan sebagai salah satu support system," terang Benny. 

dm-player

Selanjutnya, Benny menuturkan bahwa tugas remaja sebenarnya adalah menemukan keseimbangan. Ketika sudah dewasa, kebanyakan masalah remaja sebenarnya belum selesai.

Misalnya, kamu putus lalu move on. Bisa jadi, move on yang kamu lakukan belum sempurna. Padahal personal balance itu juga mempengaruhi akademik. Maka, sistem dukungan dari lingkungan itu disiapkan untuk mengakomodir kebutuhan remaja semacam ini. 

Baca Juga: 5 Cara Mudah Ini Bisa Meningkatkan dan Menjaga Kesehatan Mental 

4. Yang penting bukan hanya mengakses kesehatan mental dari media, tapi juga dari literatur lain

Menemukan Identitas Diri saat Remaja Menuju Dewasa yang Sehat Mentalinstagram.com/penerbitkpg

"Terkait media sosial ada berbagai pendapat, pun kita harus bijak. Apakah toksik itu karena faktor waktu, jenis konten, atau jenis relasi. Banyak fitur sebenarnya yang sudah disediakan berbagai platform untuk memblokir orang yang toksik atau kita bisa juga mengatur konten. Penting bukan hanya mengakses media, tapi juga literatur dan pemahaman," tambah Benny. 

Individu seyogyanya harus memahami tentang apa yang mereka lakukan ketika ada sesuatu yang mengancam. "Masalah di media sosial adalah masalah masyarakat yang real. Kita gak bisa serta merta menyalahkan media. Nah, ini berarti kita harus fokus dengan jelas. Apakah itu tentang masalah bullying, stigma, atau tidak adanya toleransi dalam masyarakat. Kita harus punya prioritas dalam hidup. Masa kita terus meladeni orang yang hating aja? Itu bung-buang waktu sekali," tutur Benny. 

Ia juga menambahkan bahwa pendidikan seks harus mulai diajarkan sejak dini. Saat remaja, individu diberi tahu dasar-dasar dan konsekuensi ketika melakukan hubungan seksual.

Informasi tentang pertimbangan aspek sosial dan budaya saat melakukan seks di luar nikah, harus diketahui melalui pendidikan formal maupun informal. Hal-hal terkait bagaimana individu akan mendapat infeksi dari hubungan seks bebas, juga perlu diperhatikan.

5. Awi Chin memperlihatkan krisis remaja dalam pencarian jati diri melalui novel perdana 'Yang Tak Kunjung Usai

Menemukan Identitas Diri saat Remaja Menuju Dewasa yang Sehat MentalAwi Chin dalam Diskusi Virtual 'Remaja dan Kesehatan Mental' oleh Penerbit KPG kolaborasi COMMA Books dan Into the Light. 18 Juli 2020. IDN Times/Fajar Laksmita

Awi Chin, penulis 'Yang Tak Kunjung Usai', mencoba memperlihatkan pergolakan krisis remaja melalui novel perdananya. Awi menunjukkan kehidupan remaja di daerah Kalimantan serta bagaimana budaya mereka memengaruhi tokoh dalam mengambil keputusan.

"Ini adalah novel tentang sexual awakening, hasrat untuk tumbuh dan mencari jati diri. Saya berpikir bahwa banyak orang menganggap hidup itu adalah mencari kebahagiaan. Tapi sebenarnya, hidup itu tak kunjung usai. Akan selalu ada proses di dalamnya, mencari cinta, mencari uang mungkin, sesuatu yang ingin kita dapat. Di mana setelah kita mendapatkan, lalu mencari sesuatu yang lain lagi," tutur Awi. 

Ada hal-hal yang harus diajarkan ke generasi muda dan itu adalah kegelisahan Awi yang ingin diceritakan. Ia ingin menekankan pentingnya bercerita.

Ketiga tokoh dalam novel, selalu memiliki teman untuk mengobrol. Lebih dari itu, Awi ingin melawan beberapa stigma yang ada dalam masyarakat. Mulai dari isu suicide, pernikahan, hingga orientasi seksual.

Saat ditanya mengenai pesan setelah menulis novel ini, Awi menuturkan, "Remaja itu indah dan pahit di waktu bersamaan. Ketika kalian mencintai orang, cintai diri terlebih dulu."

Itu tadi beberapa rangkuman dari diskusi singkat mengenai remaja dan kesehatan mental. Seperti bagaimana Benny Prawira menutup diskusi, bahwa di masa pandemik ini, kita tidak hanya harus stay healthy dan jaga jarak, tapi juga jaga jiwa. 

Baca Juga: Cegah Mental Illness, Kenali 5 Jenis Terapi Mental Sesuai Gejalanya

Topik:

  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya