Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apa Kata Hukum Gereja Tentang Perkawinan Katolik?

ilustrasi pasangan menikah (unsplash.com/Євгенія Височина)

Sejatinya, pernikahan bukan hanya pesta melainkan komitmen seumur hidup yang harus diputuskan dengan pertimbangan matang. Bagi umat Katolik, pasangan yang menikah akan melewati proses pemberkatan nikah di mana mereka saling mengikat janji di hadapan Tuhan dan jematnya.

Namun, Katolik dan gereja umumnya menerapkan aturan atau hukum yang berlaku tentang perkawinan. Keuskupan Agung Jakarta memberitakan hukum gereja mengenai perkawinan Katolik dalam laman resminya sebagai berikut:

1. Arti perkawinan Katolik

ilustrasi pasangan menikah (unsplash.com/Samantha Gades)

Perkawinan Katolik dalam KHK (Kitab Hukum Kanonik) kanon 1055 §1didefinisikan sebagai perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen.

Dalam hukum tersebut juga dikatakan bahwa perkawinan tidak diartikan kontrak. Perkawinan merupakan proyek laki-laki dan perempuan untuk saling mencintai dan memberikan diri satu sama lain.

Menurut pandangan Katolik, perkawinan harus mengutamakan kesejahteraan suami isteri, kelahiran dan pendidikan anak. Artinya, suatu perkawinan bukan sekadar soal pasangan tetapi juga bisa menjamin kesejahteraan anak.

Perkawinan Katolik juga dapat diartikan perkawinan yang mengikuti tata cara gereja Katolik. Umumnya, terjadi pada pasangan yang sama-sama dibaptis di gereja Katolik. Namun, bisa juga pada pasangan yang salah satunya dibaptis di gereja non Katolik.

2. Perkawinan Katolik tidak bisa diceraikan

ilustrasi pasangan menikah (unsplash.com/Olivia Bauso)

Sifat dasar perkawinan Katolik mengacu pada monogam dan inissolubile. Monogam bermakna satu laki-laki dan satu perempuan. Indissolubile berarti perkawinan tidak bisa diceraikan kecuali oleh maut.

Kanon 1141 dalam Hukum Gereja 1983 menyatakan bahwa perkawinan ratum (antara orang-orang yang dibaptis) dan consummatum (disempurnakan dengan persetubuhan) tidak dapat diputus oleh kuasa manusiawi manapun dan atas alasan apa pun, selain oleh kematian.

3. Perkawinan Katolik merupakan kesepakatan dua belah pihak

ilustrasi pasangan menikah (unsplash.com/Jonathan Borba)

Di dalam Katolik juga dijelaskan tentang kesepakatan nikah. Hal ini menyatakan bahwa perkawinan Katolik harus didasarkan pada kesepakatan atau perjanjian antar kedua belah pihak atau pasangan suami istri itu sendiri.

Dengan kata lain, pasangan yang ingin menikah secara Katolik harus bebas dari paksaan pihak luar. Pasangan juga tidak terhalang untuk menikah, serta mampu secara hukum. 

4. Perbedaan sakramen dan pemberkatan pernikahan

ilustrasi menikah (pexels.com/Juan Vargas)

Dilansir Keuskupan Agung Jakarta, sakramen perkawinan dan pemberkatan perkawinan memiliki definisi yang berbeda. Sakramen merupaan janji perkawinan yang diberikan dan dijalankan oleh kedua orang yang dibaptis dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Dalam konteks ini, pasangan berjanji untuk saling menghormati dan mencintai seperti Tuhan Yesus kepada umat-umatnya.

Sementara pemberkatan merupakan janji antar satu sama lain. Pernikahan beda agama tidak termasuk sakramen karena pihak non Katolik belum mengimani Allah sebagai Juruselamat. 

Dengan kata lain, pemberkatan juga bisa merujuk pada mendoakan orang lain agar senantiasa dilimpahi berkat. Berkat yang akan menuntun manusia untuk mencari, mengasihi, dan melayani-Nya dengan setia. Namun secara sakramen, perkawinan Katolik tetap mengikuti hukum gereja yang menyatakan bahwa sakramen perkawinan terjadi pada pasangan laki-laki dan perempuan yang sudah dibaptis.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pinka Wima
Adyaning Raras Anggita Kumara
Pinka Wima
EditorPinka Wima
Follow Us