Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Penyebab Orang Berhenti Bersimpati atas Penderitaanmu

ilustrasi kesedihan (pexels.com/RODNAE Productions)
ilustrasi kesedihan (pexels.com/RODNAE Productions)

Mayoritas orang akan seketika bersimpati ketika mengetahui penderitaan orang lain. Ada kepedulian bahkan keinginan untuk menolong orang lain yang sedang mengalami masalah. Minimal, dengan memberikan dukungan moral.

Namun, simpati ini ternyata dapat menguap dalam waktu yang cukup singkat, lho. Apabila kamu mendapati orang-orang yang semula bersimpati atas penderitaanmu menjadi lebih cuek bahkan berbalik 'menyerangmu', bisa jadi penyebabnya ada di bawah ini.

1. Kamu terus menyudutkan orang yang tidak pernah menyudutkanmu

ilustrasi pasangan dalam masalah (pexels.com/cottonbro)
ilustrasi pasangan dalam masalah (pexels.com/cottonbro)

Diamnya seseorang atas berbagai pernyataanmu yang menyudutkannya bisa menjadi senjata ampuh untuk memutarbalikkan keadaan. Orang-orang yang tadinya lebih percaya padamu sekarang berubah menjadi yakin dia tidak bersalah.

Alasannya, orang yang berdiri di jalan kebenaran sering kali tidak membutuhkan pembelaan diri apa pun. Diamnya seseorang menjadi tanda kepercayaan dirinya bahwa ia tak melakukan semua yang kamu tuduhkan. 

Sedang kamu yang berkoar-koar tentang kesalahannya memiliki kewajiban untuk membuktikan setiap perkataanmu. Bahkan ketika dia hanya diam, sangat mungkin kamu menjadi makin agresif dan melebih-lebihkan kesalahannya.

2. Kamu memperoleh keuntungan materi atau ketenaran dari tereksposnya penderitaan tersebut

ilustrasi pria dengan banyak uang (pexels.com/WoodysMedia)
ilustrasi pria dengan banyak uang (pexels.com/WoodysMedia)

Saat kamu membuka penderitaanmu di depan orang banyak, otomatis akan ada keuntungan yang didapatkan. Pertama dan utama tentunya pertolongan secara langsung serta dukungan psikis. Kedua hal tersebut masih tergolong keuntungan yang wajar diperoleh.

Akan tetapi, kalau kamu sampai mengeruk banyak keuntungan materi atau popularitasmu melejit gara-gara mengumbar penderitaan, simpati orang bakal berubah. Kamu terlihat memanfaatkan cerita tragis tersebut untuk mencari keuntungan pribadi sebanyak mungkin.

Sebagian orang malah akan berpikir jangan-jangan semua ini hanya setingan. Kamu merekayasa sebagian atau seluruh kisah penuh penderitaan itu demi tujuan tertentu. Bukannya bersimpati, mereka justru merasa sedang dimanfaatkan saja olehmu.

3. Kamu seperti tidak cukup berjuang untuk keluar dari situasi yang sulit

ilustrasi perempuan dalam masalah (pexels.com/Christina Chekhomova)
ilustrasi perempuan dalam masalah (pexels.com/Christina Chekhomova)

Tentu saja kamu berhak membela diri dengan mengatakan dirimu juga telah berusaha sekuat tenaga untuk keluar dari jeratan situasi sulit. Akan tetapi, orang lain pun menilai seberapa keras kamu sudah berjuang.

Bila menurut mereka kamu tak juga mengerahkan kemampuan terbaikmu untuk melepaskan diri dari penderitaan, simpati mereka akan menurun. Apalagi jika kamu menolak saran atau bantuan lain yang coba mereka berikan. 

Sifat keras kepalamu membuat mereka bosan. Kamu seakan-akan terlalu asyik meratapi bahkan 'menikmati' penderitaanmu ketimbang benar-benar tak tahan lagi berada dalam situasi tersebut.

4. Kamu terkesan membesar-besarkan penderitaanmu demi dikasihani

ilustrasi pria yang duduk (pexels.com/carol wd)
ilustrasi pria yang duduk (pexels.com/carol wd)

Orang lain tahu kamu sedang memiliki masalah. Namun, masalahmu sebenarnya tidak sebesar yang selama ini kamu ceritakan. Kamu cuma lebay. Perilaku membesar-besarkan penderitaan ini mengesankan kamu pribadi yang terlalu manja dan haus akan perhatian.

Karena kamu bukan anak-anak lagi, orang-orang di sekitarmu pasti menjadi enggan terus memberikan perhatian padamu. Makin kamu terlihat cuma mencari perhatian, makin mereka bersikap cuek dan tidak lagi bersimpati.

5. Pada akhirnya terbuka bahwa kamu punya andil kesalahan

ilustrasi pria dalam masalah (pexels.com/Ivan Samkov)
ilustrasi pria dalam masalah (pexels.com/Ivan Samkov)

Apabila sebab penderitaan 100 persen berada di luar kendalimu, simpati orang lain akan bertahan tinggi. Mereka melihat kamu tidak berdaya untuk menghadapinya. Namun, kalau di kemudian hari terbuka fakta bahwa kamu punya andil dalam menimbulkan penderitaan tersebut, simpati mereka otomatis berkurang.

Bukan cuma andil kesalahan itu yang menurunkan simpati orang, melainkan juga sikapmu yang selama ini tidak mengakuinya. Ini membuatmu tampak sengaja menutupinya agar kamu makin terlihat sebagai korban yang perlu dikasihani.

Simpati dari orang lain sebaiknya memang tak usah dicari-cari. Biarkan rasa simpati itu muncul secara alami tanpa kamu membesar-besarkan penderitaanmu atau terus mengeksposnya. Sebab simpati yang telanjur pergi akan sukar kembali bahkan dapat berubah menjadi sikap antipati, lho.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Agustin Fatimah
EditorAgustin Fatimah
Follow Us