5 Alasan Konten Flexing Bikin Psikis Lelah, Stop Mengaksesnya!

Banyaknya konten flexing atau memamerkan kemewahan di media sosial punya dampak yang berbeda pada setiap orang. Ada orang yang menganggapnya hiburan semata sehingga setelah melihatnya pun tak memikirkannya lebih jauh. Ada pula orang yang malah sangat menyukainya karena membangkitkan keinginan dan semangat agar kelak juga punya kehidupan yang sama.
Tapi, jika kamu malah merasa stres selepas mengaksesnya pun gak salah. Ini tanda konten flexing memberikan pengaruh yang buruk padamu. Psikismu menjadi lelah. Dirimu dapat merasa kehabisan energi meski tak melakukan aktivitas yang berarti. Juga suasana hati berubah dari positif menjadi negatif.
Kamu bisa merasa marah pada pengunggah konten, sedih atas kehidupanmu sendiri, serta muak sampai rasanya tak tahan buat melempar smartphone. Daripada gadget-mu jadi korban, pahami dulu lima alasan konten flexing bikin psikis lelah dan artinya gak cocok buatmu. Jangan ragu untuk menghindarinya, termasuk dengan unfollow atau memblokir sejumlah akun,
1. Hidup lagi capek-capeknya malah disodori konten kemewahan

Apa yang diperlihatkan dalam konten tersebut berbanding terbalik dengan kehidupanmu hari ini. Hidupmu tengah susah-susahnya dari segi ekonomi. Kamu harus bekerja sangat keras dan berhemat mati-matian untuk berbagai alasan. Tapi sejumlah orang seperti tak henti-hentinya kebanjiran uang.
Ada yang pamer saldo rekening, liburan terus, mobil baru, makan di restoran mewah, pesta, barang bermerek, dan sebagainya. Jarak yang jauh antara kondisimu dengan orang yang flexing membuatmu merasa lebih buruk ketimbang seandainya dirimu tidak menontonnya. Konten tersebut bikin kamu merasa miskin sekali.
Dirimu sudah berumur sekian tetapi masih belum punya apa-apa. Kamu merasa hidup tidak adil karena tak mengganjar kerja kerasmu dengan hasil yang sepadan. Ini sebabnya penting untuk mengenali kondisimu sebaik-baiknya. Jika hidupmu sedang gak baik-baik saja, terlalu banyak mengakses medsos yang dipenuhi aksi pamer bukanlah tindakan yang tepat.
2. Konten tak hanya pamer kemewahan, tapi juga meremehkan

Bukan soal pamer kemewahannya yang mengganggumu. Kamu sadar bahwa sebagian orang mempunyai kekayaan lebih banyak dan memperlihatkannya di media sosial mereka sendiri mendatangkan rasa bangga. Mungkin pula karena kemewahan sudah menjadi bagian dari kesehariannya, mereka pun merasa biasa saja.
Tapi saat konten tersebut juga diwarnai dengan aksi meremehkan orang-orang berpenghasilan rendah atau bersifat sederhana, ini yang membuatmu muak. Walau semua itu hanya ada dalam konten yang tidak ditujukan khusus untukmu, rasanya kamu benar-benar ikut terhina. Emosimu seperti disulut setiap menyaksikan konten sejenis.
Ketika kamu gak tahan lagi, dirimu membalas dengan komen penuh kekesalan atau membuat status yang melawan konten tersebut. Baik pembuat konten memperhatikan komentarmu atau tidak, tetap saja bagimu ini sama seperti cekcok dalam kehidupan nyata. Berawal dari konten orang lain, semua energimu tersedot untuk meladeninya.
3. Adanya sejumlah kasus membuatmu berpikir semua itu palsu

Beberapa kasus korupsi dan penipuan dengan pelaku yang suka flexing di medsos membuatmu yakin bahwa seluruh kemewahan yang dipamerkan hanya kepalsuan. Citra dibangun lewat teks, foto, dan video. Aslinya siapa yang tahu? Kamu tidak percaya ada begitu banyak orang kaya sungguhan di medsos.
Dirimu lebih yakin bahwa orang-orang yang teramat kaya tak lagi perlu memamerkan apa pun. Bahkan hal itu paling dihindari demi keamanan diri dan keluarga. Berhadapan dengan hal-hal yang menurutmu palsu akan memberikan ketidaknyamanan. Sama seperti seandainya kamu mesti bercakap-cakap dengan orang yang selalu mengenakan 'topeng'.
Citra kaya palsu berarti segala tentang orang itu juga tidak asli. Kamu membutuhkan interaksi dengan orang yang lebih nyata dan apa adanya. Biar kalian sama-sama tahu kehidupan masing-masing tanpa dibuat-buat. Jika dirimu merasakan hal ini, interaksi di dunia maya memang kurang cocok untukmu.
4. Sudah terlalu sering melihatnya

Berbagai konten kini membanjiri media sosial. Dengan atau tanpa kamu mengikuti akunnya pun, unggahan yang memamerkan kemewahan bisa muncul begitu dirimu membuka medsos. Apalagi jika beberapa kali kamu menonton sampai habis sebuah video, pasti nanti tambah banyak video serupa yang ditampilkan.
Belum lagi bila selama ini kamu tambah penasaran saja dengan kemewahan dalam hidup orang-orang. Dirimu bakal secara aktif mencari konten yang mirip. Dampak terburuknya baru terasa belakangan. Satu sisi, kamu gak bisa menahan diri buat terus mengaksesnya. Di sisi lain, itu membuatmu tersiksa.
Konten flexing sebaiknya memang tidak diakses sering-sering. Tidak apa-apa sesekali kamu melihatnya hanya agar tahu adanya jenis kehidupan lain dari yang biasa terdapat di sekitarmu. Kalau-kalau suatu saat kamu bertemu orang yang amat kaya biar gak kaget lagi. Tapi jangan setiap hari menyaksikannya karena akan membuatmu merasa buruk.
5. Prinsip dan gaya hidupmu berbeda

Perbedaan prinsip dan gaya hidup antara kamu dengan pembuat konten membuatmu tidak nyaman. Gaya hidupmu sederhana. Prinsip hidupmu ialah kekayaan bukan buat dihamburkan apalagi dipamerkan. Sementara itu, orang yang gemar flexing jelas gaya hidupnya serba mewah dan pamer penting buat menunjukkan eksistensi mereka.
Kalian sudah gak sefrekuensi. Tidak penting kamu dan pembuat konten saling mengenal atau tidak, kalian gak cocok untuk sering-sering bersinggungan. Sekalipun hanya dengan dirimu melihat konten yang dibagikannya. Seandainya dia juga melihat unggahanmu yang berbeda dengan prinsip serta gaya hidupnya, pasti juga timbul rasa kurang nyaman.
Meski kamu sebaiknya tidak terlalu anti dengan orang yang prinsip serta gaya hidupnya berbeda sekali denganmu, sebaiknya kalian gak terlalu dekat. Termasuk dengan dirimu sebisa mungkin melewati saja konten-konten penuh kemewahan ini. Sebagai gantinya, akseslah konten-konten yang lebih sesuai dengan prinsip serta gaya hidupmu. Akibatnya bakal lebih positif buat psikismu.
Meski konten flexing bikin psikis lelah, melarang orang lain untuk pamer juga kurang tepat. Alih-alih laranganmu didengarkan malah kamu bisa dikomentari negatif oleh warganet yang memandang konten seperti itu bukan masalah. Lebih baik kamu membatasi diri sendiri dari mengakses konten-konten pamer.
Jika dirimu sudah tahu seseorang pamer kemewahan melulu, gak usah diikuti. Kalaupun kamu tidak enak untuk tak mengikutinya karena ia masih teman atau saudaramu, cepat-cepat melewati unggahannya saja. Jangan pula suka mengintip story-nya karena aksi pamernya mungkin lebih parah daripada unggahannya di feed.