Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengapa Kita Lebih Senang Mengingat Kegagalan? Ini 5 Alasannya

Unsplash/Christian Erfurt
Unsplash/Christian Erfurt

Saat paling indah dalam hidup bagi sebagian besar manusia adalah ketika impiannya terwujud. Setelah melalui perjuangan panjang sampai berdarah-darah, akhirnya sampai juga pada tujuan. Rasanya tentu melegakan karena setelah itu tinggal melanjutkan lagi perjuangan keras yang sudah dilakukan.

Tapi, seringkali kita lebih suka mengingat saat-saat gagal daripada saat sudah sukses. Bukan kesalahan, justru ini lima alasan kenapa kita lebih senang mengingat kegagalan. Apakah kamu mengalaminya juga?

1. Karena biasanya yang menyakitkan lebih menantang untuk dirasakan

Pixabay.com/brenkee
Pixabay.com/brenkee

Dari semua emosi manusia, kita lebih senang terperangkap dalam perasaan sedih. Mungkin karena pada saat tersebut pikiran kita berpikir jauh lebih banyak ketimbang saat bahagia. Gak heran, saat-saat yang menyakitkan itu seringkali lebih banyak diingat daripada yang sebaliknya.

Apalagi saat gagal, tentu saja ada peristiwa tidak menyenangkan yang dihadapi hingga membuat kita terluka. 

2. Saat gagal kita justru belajar lebih banyak hal

Foto hanya ilustrasi. (Unsplash/maltewingen)
Foto hanya ilustrasi. (Unsplash/maltewingen)

Analogi kegagalan itu seperti ini: kita sedang jalan-jalan di sebuah kampung, kemudian tersesat di suatu gang. Kita menemui jalan buntu. Akhirnya, mau tak mau kita harus mencari arah jalan keluarnya. Jadi, saat gagal, justru kita lebih banyak berpikir agar kembali ke jalan yang benar menuju impian yang sedang diperjuangkan.

Dalam perjalanan mencari solusi itu kita pun jadi belajar banyak hal. Sebisa mungkin tidak mengulangi kesalahan yang kemarin dan berani mencoba hal baru. Proses keluar dari kegagalan ini seru sekali, makanya kita sering mengingatnya.

3. Setelah gagal, banyak waktu luang untuk merenung

Unsplash/Steven Spassov
Unsplash/Steven Spassov

Ketika menghadapi kegagalan, kita jadi punya waktu untuk beristirahat. Waktu berharga itu bisa kita gunakan untuk merenung mencari jalan keluar. Yang namanya berjuang, tidak bisa kita terus-terusan berlari. Kadang perlu ada waktu jeda agar kita tetap bertahan hidup.

Nah, memang biasanya kalau kita tengah asyik berjuang, suka lupa diri dan waktu hingga akhirnya melupakan hal-hal kecil yang ternyata mengantarkan kita pada kegagalan. Saat itulah kita harus mau istirahat sejenak sebelum kembali berlari.

4. Kenyataannya kegagalan memang lebih sering terjadi

Pexels.com/Tan Danh
Pexels.com/Tan Danh

Oprah Winfrey harus menghadapi banyak kepahitan hidup sebelum akhirnya ia bersinar seperti sekarang. Steve Jobs pun pernah menghadapi kegagalan di tengah-tengah masa bersinarnya bersama Apple Inc. Kegagalan itu gak cuma terjadi sekali dalam proses menuju kesuksesan. Ah, bahkan definisi “sukses” itu sendiri sebenarnya bias, tidak ada yang mutlak.

Karena kejadiannya berkali-kali, kita pun jadi lebih sering mengingatnya. Karena, ketika sudah sampai di tujuan, pasti yang kita ceritakan adalah proses perjuangannya, kan? 

5. Kalau udah dapat yang diinginkan, ya terus mau apa?

Unsplash/Noah Silliman
Unsplash/Noah Silliman

Sebenarnya kalau kita sudah sampai di tujuan, kita harus punya rencana selanjutnya. Kita tetap harus menjalani apa yang sudah diraih, namun dalam perjalanan itu tentu juga harus ada tujuan yang jelas. Makanya, proses impian itu sebenarnya gak pernah berhenti sampai kita mati.

Kalau kita gak punya tujuan baru, justru akan memicu stres yang gak perlu. Oleh karenanya, membuat resolusi setiap tahun baru itu emang penting adanya.

Nah, itulah lima alasan kenapa kita lebih sering mengingat kegagalan daripada keberhasilan. Jangan pernah berhenti, pasti selalu ada jalan jika kamu mendapati kebuntuan. Semangat ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Gendhis Arimbi
EditorGendhis Arimbi
Follow Us