Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengapa Kita Terjebak Doomscrolling? Ini Cara Mengatasinya!

ilustrasi doomscrolling (pexels.com/dlxmedia.hu)

Doomscrolling atau kebiasaan scrolling berita buruk secara terus-menerus, telah menjadi fenomena yang semakin meluas, terutama sejak pandemik COVID-19. Keinginan untuk tetap terinformasi tentang keadaan dunia yang penuh ketidakpastian seringkali membuat kita terjebak dalam siklus konsumsi berita negatif yang tak berujung. Meskipun terlihat tidak berbahaya, kebiasaan ini dapat merusak kesehatan mental dan emosional kita. Dalam artikel ini, kita akan membahas penyebab seseorang bisa terjebak doomscrolling, dampaknya terhadap kesehatan, dan bagaimana cara mengatasinya.

Doomscrolling mengacu pada kebiasaan membaca berita buruk atau negatif secara berlebihan yang dapat meningkatkan kecemasan dan stres. Kebiasaan ini tidak hanya merusak mood, tetapi juga dapat menurunkan kualitas hidup secara keseluruhan. Namun, dengan pemahaman yang lebih baik tentang penyebab dan langkah-langkah praktis yang dapat diambil, kita bisa mengurangi dampak buruknya dan kembali mengendalikan kebiasaan tersebut.

1. Bias negatif yang menarik perhatian

ilustrasi demo palestina (pixabay.com/Syahdannugraha)

Otak manusia secara alami lebih mudah terfokus pada informasi negatif daripada yang positif, sebuah fenomena yang dikenal sebagai bias negatif. Menurut teori evolusi, hal ini dulunya berfungsi untuk menjaga kewaspadaan terhadap potensi bahaya. Ketika kita terus-menerus terpapar berita buruk, otak kita cenderung memberi perhatian lebih pada informasi yang menegangkan, seperti kekerasan atau bencana. Sosial media semakin memperburuk masalah ini dengan algoritma yang menyajikan konten yang memicu emosi kuat, seperti ketakutan atau kemarahan. Oleh karena itu, kita cenderung tenggelam dalam siklus berita negatif tanpa sadar.

Bias negatif ini memperburuk kecenderungan untuk melakukan doomscrolling karena otak kita secara alami lebih cepat menangkap berita yang menggugah perasaan, meskipun itu membuat kita cemas. Studi menunjukkan bahwa berita-berita negatif dapat menciptakan perasaan yang lebih kuat dibandingkan berita positif, yang menyebabkan kita terjebak dalam siklus terus-menerus mencari informasi yang menegangkan. Algoritma media sosial memperparah hal ini dengan memperbanyak konten yang berpotensi memicu respons emosional.

2. Pencarian kontrol di tengah ketidakpastian

ilustrasi mencari informasi online (unsplash.com/WebFactory Ltd)

Dalam masa ketidakpastian, seperti yang terjadi selama pandemik COVID-19, banyak orang terjebak dalam kebiasaan doomscrolling sebagai cara untuk mencari kontrol atas situasi yang mereka hadapi. Ketika dunia terasa tidak menentu, kita berusaha untuk terus-menerus mengikuti perkembangan terkini dengan harapan bahwa informasi tersebut akan memberikan rasa aman. Namun, kenyataannya adalah, semakin banyak kita mengonsumsi berita buruk, semakin cemas dan tidak berdaya kita rasakan. Keinginan untuk tetap terinformasi sering kali berbalik menjadi perasaan cemas yang semakin membesar.

Pencarian kontrol ini, meskipun didorong oleh niat baik untuk mempersiapkan diri menghadapi masalah, sering kali mengarah pada perasaan terperangkap. Berita buruk yang terus-menerus kita konsumsi tidak hanya memperburuk kecemasan, tetapi juga membuat kita merasa lebih tidak berdaya. Tidak jarang kita merasa bahwa meskipun kita tahu lebih banyak, kita tetap tidak bisa mengubah situasi atau menghadapinya dengan cara yang lebih positif.

3. Algoritma media sosial yang memperburuk situasi

ilustrasi beragam sosial media (pexels.com/Luca Sammarco)

Salah satu alasan mengapa doomscrolling begitu sulit dihentikan adalah karena algoritma media sosial dirancang untuk menampilkan konten yang paling menarik bagi pengguna. Algoritma ini lebih cenderung menampilkan berita yang dramatis dan emosional, yang memicu respons emosional yang kuat. Akibatnya, kita sering kali terperangkap dalam lingkaran informasi negatif yang memperburuk perasaan kita dan membuat kita terus kembali untuk mengonsumsinya. Semakin banyak kita berinteraksi dengan konten negatif, semakin banyak konten serupa yang muncul di beranda kita.

Media sosial menggunakan algoritma untuk memperpanjang waktu yang kita habiskan di platform mereka dengan menampilkan berita yang lebih menarik, meskipun itu berita buruk. Ini menciptakan siklus yang sulit dihentikan, di mana kita merasa terus-menerus harus memeriksa informasi terbaru yang seringkali semakin memicu ketegangan. Tanpa disadari, kita semakin terjerat dalam kebiasaan ini, yang memperburuk dampak negatif pada kesehatan mental kita.

4. FOMO (Fear of Missing Out) yang memperburuk doomscrolling

ilustrasi mencari informasi di instagram (pexels.com/picjumbo.com)

Fenomena FOMO (Fear of Missing Out) adalah salah satu pendorong utama dari doomscrolling. Ketakutan untuk ketinggalan informasi penting atau terbaru memaksa kita untuk terus menggulir media sosial atau aplikasi berita. Meskipun ini dimaksudkan untuk menjaga kita tetap terhubung dengan dunia, dampaknya sering kali kontraproduktif, karena kita merasa cemas dan tertekan dengan segala hal yang terjadi di sekitar kita. Semakin kita mengikuti informasi yang menggugah, semakin kita merasa tertekan dan terbebani, meskipun kita mungkin tidak dapat mengubah apapun.

FOMO mendorong kita untuk terus memeriksa pembaruan, meskipun kita sudah merasa kelelahan atau stres. Kebiasaan ini mengarah pada peningkatan kecemasan, karena kita merasa tidak memiliki kontrol atas keadaan di sekitar kita. Dalam jangka panjang, ini tidak hanya menguras energi mental tetapi juga menyebabkan kita merasa terisolasi dan tidak dapat menikmati momen yang lebih positif dalam hidup kita.

5. Cara mengatasi doomscrolling dan meningkatkan kesehatan mental

ilustrasi seseorang melakukan meditasi (pixabay.com/kalyanayahaluwo)

Untuk mengatasi doomscrolling, langkah pertama adalah menyadari kebiasaan ini dan menetapkan batasan yang jelas terkait penggunaan media sosial dan konsumsi berita. Mengatur waktu tertentu setiap hari untuk membaca berita atau menggulir media sosial dapat membantu mengurangi kebiasaan ini. Selain itu, sangat penting untuk memilih sumber informasi yang lebih positif dan bermanfaat. Mengikuti akun-akun yang berbagi berita konstruktif atau fokus pada topik-topik yang dapat meningkatkan kesejahteraan mental juga dapat membantu.

Selain itu, menggantikan waktu yang biasa kita habiskan untuk doomscrolling dengan aktivitas positif lainnya, seperti berolahraga, berkumpul dengan teman-teman, atau mengeksplorasi hobi baru, dapat memberikan efek yang jauh lebih bermanfaat. Berlatih mindfulness dan meditasi juga bisa membantu mengurangi kecemasan dan membantu kita lebih sadar akan pilihan kita dalam mengonsumsi informasi.

Terjebak doomscrolling merupakan situasi yang dapat merusak kesehatan mental dan emosional, namun dengan kesadaran dan tindakan yang tepat, kita dapat memecahkan siklus ini. Mengatur waktu penggunaan media sosial, memilih sumber berita yang lebih positif, serta menggantikan kebiasaan ini dengan aktivitas yang lebih bermanfaat dapat membantu kita memulihkan keseimbangan hidup. Jangan lupa untuk selalu bersikap baik pada diri sendiri dan menghargai setiap langkah kecil menuju perubahan yang lebih sehat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Shafira
EditorShafira
Follow Us