Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Rahasia di Balik Scrolling: Medsos Diam-Diam Pengaruhi Perasaanmu

ilustrasi menangis (pexels.com/Liza Summer)

Media sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Setiap saat, kita seperti tak lepas dari aktivitas scrolling di layar ponsel. Namun, di balik manfaatnya, media sosial ternyata menyimpan sisi gelap yang memengaruhi kesehatan mental. Pernahkah kamu merasa sedih, cemas, atau kurang percaya diri setelah bermain media sosial? Jika iya, kamu tidak sendirian.

Banyak penelitian menunjukkan hubungan antara penggunaan media sosial dengan perasaan tidak bahagia. Fenomena ini disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain hingga efek algoritma yang secara tidak sadar memengaruhi emosi kita. Yuk, kita bahas lebih dalam dampak-dampak ini dan bagaimana cara mengatasinya!

1. Membandingkan hidup dengan orang lain

ilustrasi membandingkan hidup dengan orang lain (pexels.com/cottonbro studio)

Media sosial penuh dengan unggahan tentang kehidupan yang terlihat sempurna. Mulai dari teman yang liburan ke luar negeri, pasangan yang romantis, hingga pencapaian karier yang tampaknya mulus. Semua ini sering membuat kita bertanya-tanya, “Kenapa hidupku tidak seindah mereka?” Sebenarnya, apa yang terlihat hanyalah secuil momen terbaik dari hidup seseorang.

Kebiasaan membandingkan diri ini sering kali membuat kita merasa kurang berharga atau tidak puas dengan hidup. Dilansir Journal of Social and Clinical Psychology (2018), semakin sering seseorang menggunakan media sosial, semakin tinggi kemungkinan mereka merasa iri atau minder. Hal ini terjadi karena media sosial menciptakan ilusi bahwa orang lain menjalani hidup yang jauh lebih baik.


Peneliti Melissa G. Hunt mengungkapkan bahwa melihat kehidupan sempurna di media sosial bisa membuat kita lupa mensyukuri apa yang sudah dimiliki. Oleh karena itu, penting untuk menyadari bahwa apa yang terlihat di layar ponsel bukanlah gambaran utuh kehidupan seseorang. Fokuslah pada dirimu sendiri dan apa yang bisa membuatmu bahagia.

2. Paparan berita negatif yang berlebihan

ilustrasi berlebihan membaca berita buruk (pexels.com/MART PRODUCTION)

Media sosial bukan hanya soal unggahan pribadi, tapi juga menjadi tempat penyebaran berita. Sayangnya, kabar buruk seringkali lebih cepat menyebar dibandingkan dengan kabar baik. Akibatnya, kita sering terpapar konten negatif yang memicu kecemasan atau rasa takut, bahkan tanpa kita sadari.

Kebiasaan ini disebut doomscrolling, yaitu membaca berita buruk secara terus-menerus. Dilansir Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking (2020), doomscrolling bisa meningkatkan risiko depresi dan gangguan kecemasan. Semakin sering kita membaca berita negatif, semakin buruk suasana hati yang dirasakan.

Untuk mengatasi hal ini, cobalah membatasi waktu mengakses media sosial dan memilih konten yang lebih positif. Jika perlu, gunakan fitur mute atau blokir untuk menghindari akun-akun yang sering membagikan berita negatif. Ingat, kesehatan mental jauh lebih penting daripada mengetahui semua berita terbaru.

3. Ketergantungan pada validasi sosial

ilustrasi bergantung pada validasi orang lain (pexels.com/Antoni Shkraba)

Saat mengunggah sesuatu di media sosial, banyak dari kita berharap mendapat banyak like, komentar, atau reaksi positif. Ketika respons yang diterima tidak sesuai harapan, perasaan kecewa atau minder pun muncul. Seolah-olah nilai diri kita bergantung pada reaksi orang lain di dunia maya.

Fenomena ini sering terjadi, terutama pada generasi muda. Menurut penelitian dari Journal of Adolescent Health (2019), orang yang terlalu sering mencari validasi melalui media sosial lebih rentan merasa rendah diri. Hal ini diperparah oleh tekanan untuk terus tampil sempurna demi mendapatkan perhatian dan pengakuan.

Agar tidak terjebak dalam lingkaran ini, penting untuk mengingat bahwa validasi sejati berasal dari diri sendiri, bukan dari orang lain. Cobalah untuk lebih fokus pada hal-hal yang membuatmu bahagia di dunia nyata, seperti berkumpul dengan keluarga atau teman dekat, daripada mengejar like di media sosial.

4. Kurangnya interaksi tatap muka

ilustrasi interaksi tatap muka (pexels.com/Tirachard Kumtanom)

Meskipun tujuan utama media sosial adalah menghubungkan orang, faktanya, penggunaan berlebih justru bisa membuat kita merasa lebih kesepian. Ketika terlalu banyak waktu dihabiskan di dunia maya, interaksi langsung dengan orang di sekitar kita pun berkurang.

Penelitian oleh American Journal of Preventive Medicine (2017) menunjukkan bahwa orang yang menggunakan media sosial lebih dari dua jam sehari memiliki kemungkinan dua kali lipat merasa kesepian dibandingkan mereka yang jarang menggunakannya. Nyatanya, interaksi langsung secara tatap muka punya peran besar dalam mendukung kesehatan mental.

Untuk mengatasi ini, cobalah menggantikan waktu scrolling dengan aktivitas yang melibatkan komunikasi langsung, seperti berbincang dengan teman, mengikuti komunitas, atau sekadar berjalan-jalan bersama keluarga. Interaksi di dunia nyata jauh lebih bermakna dibandingkan interaksi di dunia maya.

5. Algoritma yang memengaruhi emosi

ilustrasi scrolling sosial media (pexels.com/Kerde Severin)

Pernahkah kamu merasa media sosial tahu persis apa yang membuatmu emosi? Ini bukan kebetulan. Algoritma media sosial dirancang untuk menampilkan konten yang paling menarik perhatian, termasuk yang memicu emosi negatif seperti kemarahan atau kesedihan.

Dilansir dari laporan Center for Humane Technology (2021), algoritma cenderung memprioritaskan konten kontroversial karena lebih menarik perhatian pengguna. Sayangnya, hal ini bisa memperburuk kondisi mental, terutama jika kamu sudah merasa stres atau lelah. Media sosial tidak peduli dengan kesehatan mentalmu—yang penting, kamu terus terlibat.

Sebagai pengguna, kamu bisa melawan efek ini dengan lebih selektif dalam mengikuti akun dan memilih jenis konten yang ingin dilihat. Jangan biarkan algoritma mengendalikan emosimu. Ingat, kamu punya kendali penuh atas apa yang kamu konsumsi di media sosial.

Media sosial memang membawa banyak manfaat, seperti memudahkan komunikasi dan memberikan akses informasi. Namun, efek buruknya terhadap kesehatan mental tetap perlu diperhatikan. Jika kamu merasa media sosial mulai membuatmu sedih atau cemas, cobalah untuk membatasi penggunaannya dan lebih banyak fokus pada dunia nyata.

Ingatlah, nilai dirimu tidak ditentukan oleh jumlah like atau komentar di media sosial, melainkan dari bagaimana kamu menjalani hidup dengan penuh rasa syukur dan kebahagiaan. Yuk, mulai gunakan media sosial dengan lebih bijak dan jadikan itu alat untuk mendukung, bukan mengganggu, kesejahteraanmu!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bagus Samudro
EditorBagus Samudro
Follow Us