Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Tanda Kamu Terjebak Productivity Guilt di Akhir Pekan

ilustrasi perempuan lelah (unsplash.com/Stacey Koenitz)
ilustrasi perempuan lelah (unsplash.com/Stacey Koenitz)
Intinya sih...
  • Rasa bersalah saat beristirahat bisa jadi tanda productivity guilt.
  • Productivity guilt dapat membuat akhir pekan terasa melelahkan.
  • Membandingkan diri dengan orang lain di media sosial bisa meningkatkan rasa bersalah.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Akhir pekan seharusnya jadi waktu istirahat yang menyenangkan, tapi kenapa malah terasa ada beban nggak jelas? Kadang, bukannya bersantai, pikiran terus-terusan dihantui hal-hal yang “seharusnya” dikerjakan. Kok, rasanya bersantai jadi sesuatu yang salah, ya? Nah, kalau pernah merasa kayak gini, bisa jadi ini adalah gejala productivity guilt.

Fenomena ini sering terjadi saat merasa bersalah karena nggak produktif, bahkan ketika tubuh butuh istirahat. Yuk, coba cek apakah kamu juga mengalami productivity guilt dengan melihat empat tanda ini. Kalau iya, mungkin sudah saatnya berhenti terlalu keras sama diri sendiri.

1. Merasa salah ketika bersantai

pria menyendiri (pexels.com/Andrew Neel)
pria menyendiri (pexels.com/Andrew Neel)

Kalau setiap kali rebahan langsung muncul pikiran, “Kenapa aku cuma diam di sini?”, ini salah satu tanda productivity guilt. Seolah-olah waktu santai itu terbuang percuma dan harusnya dimanfaatkan untuk hal lain yang lebih “berguna”. Padahal, istirahat juga bagian penting dari produktivitas, lho.

Yang lebih parah, rasa bersalah ini malah bikin akhir pekan terasa lebih melelahkan. Alih-alih pulih, pikiran jadi sibuk menghakimi diri sendiri. Hayo, kenapa harus sekeras itu sama diri sendiri? Rehat itu bukan dosa!

2. Kepikiran pekerjaan di tengah libur

wanita menggunakan laptop (pexels.com/Canva Studio)
wanita menggunakan laptop (pexels.com/Canva Studio)

Akhir pekan tiba, tapi otak masih memikirkan tugas kantor atau deadline minggu depan. Bahkan ketika mencoba menikmati waktu bersama teman atau keluarga, pikiran malah sibuk “checklist” tugas yang belum selesai. Akhirnya, kamu seperti libur hanya setengah hati—fisik libur, tapi mental tetap kerja.

Ini jadi tanda bahwa kamu terlalu terikat pada konsep “produktivitas setiap waktu”. Ingat, otak juga butuh waktu buat jeda, sama seperti tubuh yang perlu istirahat. Kalau terus-terusan begini, stres akan menumpuk tanpa disadari.

3. Selalu cari alasan untuk tetap sibuk

ilustrasi wanita dan pria sedang berkomunikasi (pexels.com/Tim Douglas)
ilustrasi wanita dan pria sedang berkomunikasi (pexels.com/Tim Douglas)

Ada waktu kosong sedikit, langsung berpikir, “Apa yang bisa dikerjakan sekarang?” Rasanya kalau diam saja, itu sama saja dengan buang-buang waktu. Padahal, nggak semua momen harus diisi dengan kegiatan produktif, kan?

Kadang, memaksa diri untuk terus sibuk itu malah bikin kamu kehilangan momen untuk benar-benar menikmati hidup. Akhir pekan adalah waktu untuk “bernapas” setelah seminggu penuh bekerja. Jadi, kenapa memaksakan diri untuk sibuk sepanjang waktu?

4. Membandingkan diri dengan orang lain

wanita sedang bersedih (pexels.com/ RDNE Stock project)
wanita sedang bersedih (pexels.com/ RDNE Stock project)

Scrolling media sosial di akhir pekan, lalu melihat teman-teman posting aktivitas produktif mereka? Langsung deh merasa gak cukup baik karena “cuma santai di rumah”. Pikiran ini sering muncul karena kamu membandingkan apa yang dilakukan dengan standar orang lain.

Tapi yang sering dilupakan, apa yang dilihat di media sosial hanyalah sebagian kecil dari hidup mereka. Mungkin mereka juga bersantai, tapi nggak dipamerkan di timeline. Jadi, stop membandingkan dan nikmati akhir pekanmu tanpa beban!

Mengalami productivity guilt itu wajar, kok, apalagi di zaman yang serba cepat seperti sekarang. Tapi, penting banget buat ingat bahwa produktivitas bukan berarti harus terus bekerja tanpa henti. Beri waktu untuk diri sendiri menikmati akhir pekan tanpa rasa bersalah. Istirahat adalah investasi, bukan penghambat produktivitas!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us