Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tanda Sikap Kompetitifmu Sudah Gak Sehat dan Bikin Orang Menjauh

ilustrasi pria yang kompetitif di kantor (pexels.com/fauxels)
Intinya sih...
  • Sulit mengakui keberhasilan orang lain tanpa merasa terganggu
  • Setiap interaksi terasa seperti ajang pembuktian diri untuk menonjolkan diri sendiri
  • Tersinggung jika bukan pusat perhatian dan sulit bekerja sama, lebih suka bersaing diam-diam

Sedikit sikap kompetitif bisa jadi pemicu yang sehat untuk berkembang. Namun, jika dibiarkan tanpa kendali, semangat bersaing bisa berubah menjadi racun dalam hubungan sosial maupun profesional. Sikap yang terlalu fokus untuk menang atau terlihat lebih baik dari orang lain bisa menciptakan jarak yang tak terlihat, namun terasa menyakitkan bagi orang-orang di sekitarmu.

Ironisnya, sikap kompetitif yang berlebihan seringkali muncul tanpa disadari. Kamu mungkin menganggapnya sebagai bagian dari motivasi diri, padahal sudah melukai atau membuat orang lain merasa tak nyaman. Kalau kamu merasa sering gagal menjaga hubungan yang tulus karena rasa ingin selalu lebih unggul, bisa jadi kamu sudah masuk dalam zona persaingan yang gak sehat. Berikut lima tanda paling umum yang perlu kamu waspadai.

1. Kamu susah banget mengakui keberhasilan orang lain

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Diva Plavalaguna)

Saat teman atau rekan kerjamu meraih pencapaian, apakah kamu langsung merasa kesal atau sibuk mencari alasan untuk meremehkannya? Alih-alih memberi selamat dengan tulus, kamu justru sibuk membuktikan bahwa keberhasilan itu “kurang spesial” atau “kurang layak”. Ini bukan sekadar rasa iri biasa, tapi sudah masuk tahap tidak sehat jika kamu terus merasa terganggu dengan keberhasilan orang lain.

Sikap seperti ini menandakan kamu terlalu berfokus pada siapa yang unggul, bukan pada proses atau pertumbuhan pribadi. Rasa iri yang tidak diproses dengan baik bisa mengubahmu menjadi sosok yang dingin, sinis, bahkan toxic di mata orang lain. Mengakui keberhasilan orang lain tidak membuatmu kalah—justru itu mencerminkan kedewasaan emosional yang langka dan berharga.

2. Setiap interaksi terasa seperti ajang pembuktian diri

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Henri Mathieu-Saint-Laurent)

Kalau kamu merasa perlu selalu punya cerita yang lebih hebat dari orang lain, waspadalah. Mungkin tanpa sadar, kamu menjadikan setiap percakapan sebagai panggung untuk membuktikan bahwa kamu lebih sukses, lebih sibuk, atau lebih berprestasi. Bahkan saat suasana santai, kamu sibuk mencari celah untuk menonjolkan diri.

Hal ini membuat interaksi kehilangan kehangatan dan rasa aman. Orang-orang di sekitarmu bisa merasa capek dan tertekan, karena bukannya saling berbagi, mereka malah merasa sedang diadu. Jika terus berlangsung, mereka bisa mulai menjaga jarak dan enggan membangun hubungan yang lebih dekat denganmu. Persaingan boleh, tapi hubungan manusia perlu ruang untuk setara dan saling dukung.

3. Kamu mudah tersinggung kalau tidak jadi pusat perhatian

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Tiger Lily)

Apakah kamu merasa tersinggung atau tidak nyaman saat orang lain mendapat pujian lebih banyak darimu? Kalau iya, ini bisa jadi tanda kamu terlalu bergantung pada pengakuan dari luar untuk menilai dirimu sendiri. Kamu merasa harus selalu jadi yang paling menonjol agar merasa berarti.

Masalahnya, tidak semua momen akan menjadi milikmu. Jika kamu terus-menerus merasa terganggu setiap kali orang lain bersinar, itu akan menambah tekanan emosional dan mengganggu hubungan sosialmu. Sikap seperti ini bisa membuat orang lain enggan memberi dukungan atau pujian, karena takut memicu rasa tersinggung darimu. Padahal, penghargaan sejati tidak datang dari sorotan orang lain, tapi dari penerimaan diri sendiri.

4. Kamu sulit bekerja sama, lebih suka bersaing diam-diam

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Tiger Lily)

Sikap kompetitif yang sehat mendorong kolaborasi. Tapi kalau kamu merasa lebih nyaman bersaing dalam diam, enggan berbagi ilmu atau pengalaman, itu bisa jadi tanda kamu ingin “menang sendiri”. Kamu mungkin takut jika orang lain tahu terlalu banyak, maka sinarmu akan meredup.

Padahal, dalam dunia nyata—baik kerja maupun pertemanan—kemampuan untuk berkolaborasi jauh lebih dihargai daripada sekadar bersinar sendirian. Jika kamu terus menunjukkan sikap tidak terbuka dan lebih suka bersaing daripada bekerja sama, lama-kelamaan orang akan menjauh. Mereka mungkin menilai kamu terlalu egois atau sulit diajak berkembang bersama.

5. Kamu merasa gagal kalau ada yang lebih dulu sukses

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Mikhail Nilov)

Saat orang lain mencapai sesuatu lebih cepat—entah dalam hal karier, percintaan, atau finansial—kamu langsung merasa tertinggal. Kamu mulai mempertanyakan hidupmu, merasa gagal, dan bahkan jadi menyimpan jarak emosional karena merasa kalah. Padahal, sukses bukan perlombaan yang garis finish-nya seragam untuk semua orang.

Jika kamu terus membandingkan hidupmu dengan orang lain, kamu akan kehilangan rasa syukur dan merusak koneksi dengan orang terdekat. Mereka bisa merasa kamu bukan teman yang mendukung, tapi pesaing yang menyimpan rasa iri. Hidup akan terasa jauh lebih ringan jika kamu mulai merayakan langkahmu sendiri, tanpa harus menyesuaikannya dengan kecepatan orang lain.

Bersikap kompetitif bukan hal yang salah, tapi ketika semangat itu menggerus empati dan merusak hubungan, saatnya kamu berhenti sejenak dan mengevaluasi diri. Tidak semua hal harus dijadikan ajang pembuktian. Kadang, jadi orang yang bisa mendukung dan merayakan keberhasilan orang lain justru jauh lebih berkelas dan membahagiakan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Agsa Tian
EditorAgsa Tian
Follow Us