Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tantangan Fish Go hingga Jadi Aplikasi yang Diandalkan Nelayan Badung

I Gede Merta Yoga Pratama perkenalkan Fish Go ke nelayan. (instagram.com/mertayogapr)

Niat baik tidak selalu diterima dengan baik pula. Namun, niat baik pasti akan menemukan akhir yang baik. Ungkapan tersebut sesuai untuk menggambarkan perjuangan I Gede Merta Yoga Pratama dalam memperkenalkan Fish Go untuk para nelayan di Kabupaten Badung, Bali. 

Laki-laki yang akrab disapa Yoga adalah sosok di balik terciptanya Fish Go, sebuah aplikasi berbasis navigasi yang mampu melacak keberadaan ikan di laut. Aplikasi ini dibuat dengan tujuan bisa mendukung pekerjaan para nelayan tradisional setempat agar bisa mengetahui di mana titik yang banyak dihuni ikan. 

Aplikasi tersebut menuai kesuksesan dan kini telah dimanfaatkan secara maksimal oleh nelayan setempat. Berkatnya pula, hasil tangkapan nelayan Badung meningkat pesat dengan waktu melaut dan bahan bakar yang lebih efisien. Akan tetapi, tak banyak yang tahu bahwa kesuksesan tersebut tak didapatkan Yoga secara instan. Ia telah menelan begitu banyak pil pahit penolakan dari para nelayan di awal memperkenalkan Fish Go. 

1. Yoga yang bukan perokok harus rela merokok agar bisa mengobrol dengan para nelayan

potret nelayan di Badung, Bali yang menggunakan Fish Go (instagram.com/fishgo.id)

Yoga mulai merintis Fish Go sejak tahun 2017. Namun di awal pembuatannya, Fish Go berupa website yang berisi informasi geografis hingga koordinat area penangkapan ikan. Akan tetapi, Yoga sadar bahwa ternyata para nelayan tidak biasa membuka website saat melaut. Ia pun memutar otak kembali dan akhirnya mengalihkan website tersebut untuk menjadi aplikasi.

Laki-laki yang mengenyam pendidikan S1 di Universitas Udayana ini mengungkapkan bahwa aplikasi dipilih karena nelayan terbiasa menggunakan smartphone di laut. Namun, biasanya untuk sekadar mendengarkan radio dan menelepon keluarga. Ia berpikir, penggunaan aplikasi akan memudahkan akses para nelayan terhadap data yang mereka olah. 

Setelah Fish Go terbentuk, Yoga dan timnya menghadapi batu besar berikutnya, yaitu bagaimana cara memperkenalkan teknologi tersebut kepada para nelayan. Benar saja, aplikasi ini pun menuai penolakan keras saat Yoga memperkenalkannya. Walau begitu, ia merasa sikap defensif ini wajar karena para nelayan Badung terbiasa menggunakan cara tradisional selama ini.

"Ibaratnya, saya baru anak kemarin gitu, tiba-tiba ngajarin cara nyari ikan, ya pasti ditolak, kan. Saya sudah nyoba sama teman-teman di 2017-2018, itu penolakannya keras," ungkap Yoga saat diwawancarai. 

Ia mengatakan, salah satu upaya dan pengorbanan yang dilakukannya untuk bisa ngobrol dengan para nelayan adalah ikut merokok bersama mereka. Padahal, sebenarnya Yoga bukanlah seorang perokok. Namun ia sadar bahwa dengan menempatkan diri di "sepatu" mereka, ia bisa lebih memahami calon-calon pengguna aplikasinya itu. 

"Bahkan saya bukan perokok pun harus pura-pura merokok supaya bisa ngobrol doang sama nelayan. Karena kalau kita tiba-tiba datang terus 'Pak saya punya teknologi gini-gini', wah, gak akan dihiraukan. Sudah berapa kali nyoba," imbuhnya.

2. Untuk uji coba aplikasi, Fish Go bakar uang dengan menanggung biaya melaut nelayan

I Gede Merta Yoga Pratama perkenalkan Fish Go ke nelayan. (instagram.com/mertayogapr)

Ikut merokok bersama para nelayan ternyata tak cukup meyakinkan mereka untuk mencoba Fish Go. Yoga tak habis akal. Ia akhirnya berinisiatif untuk menanggung biaya bahan bakar yang dikeluarkan nelayan untuk melaut. Namun, si nelayan harus menggunakan aplikasi yang dirintisnya. 

"Biaya melaut pun harus saya yang bayarin untuk uji coba. Saya bilang, 'Pak, Bapak saya kasih titik (koordinat ikan), saya bayarin bensinnya, kalau dapat ikan, Bapak ambil, kalau gak dapat ikan, uang bensin ini saya ganti rugi buat jaminan'. Sistemnya kayak gitu, pindah-pindah. Berhasil di kelompok A, pindah ke kelompok B," kata Yoga mengungkapkan pengalamannya.

Pengorbanan ini dilakukan Yoga karena tim Fish Go memang masih trial and error. Mereka membutuhkan percobaan langsung dari para nelayan agar aplikasi bisa dikembangkan hingga menghasilkan titik lokasi ikan yang akurat. Meskipun harus "bakar uang", ternyata usaha yang satu ini secara perlahan membuahkan hasil. 

Fish Go bekerja dengan memanfaatkan prediksi suhu permukaan air laut yang nyaman menjadi habitat ikan serta data klorofil A yang mengindikasikan di mana para ikan mencari makanan. Perpotongan kedua titik itu menghasilkan koordinat lokasi tempat ikan berkumpul. Area itu disebut sebagai area potensial. 

Selain lokasi ikan, Fish Go juga mampu memberikan prediksi waktu paling potensial untuk menangkap ikan sehingga melaut jadi lebih efisien. Bahan bakar kapal pun dapat dimaksimalkan dengan baik. 

Yoga melanjutkan bahwa para nelayan akhirnya menyadari bahwa Fish Go sangat membantu pekerjaan mereka setelah mencobanya sendiri. Akhirnya, satu per satu nelayan Badung mau mendaftar secara mandiri dan setor KTP untuk membuat akun. Hingga tahun 2019, Fish Go akhirnya berhasil mengumpulkan 326 akun yang terdaftar. Benar, setidaknya butuh waktu 2 tahun untuk bisa merebut hati para nelayan setempat. 

3. Turun lapangan dengan ikut melaut bersama para nelayan untuk mengembangkan akurasi aplikasi

I Gede Merta Yoga Pratama perkenalkan Fish Go ke nelayan. (instagram.com/mertayogapr)

Totalitas tanpa batas, Yoga juga tak ragu untuk turun lapangan demi mengetahui seberapa akurat aplikasinya. Ia meluangkan waktu untuk ikut melaut bersama para nelayan secara rutin.

Ia mengatakan, "Untuk menghasilkan akurasi yang bagus itu saya harus melaut. Setahun, saya setidaknya punya kuota melaut 12 kali sama mereka untuk tahu akurasinya gimana, kita juga ngukur kuantitas air."

Menurut Yoga, data yang ditampilkan di aplikasi sistemnya pantulan, bukan data real di lapangan. Perbedaan sedikit saja akan memengaruhi akurasi data yang diakses para nelayan sehingga ia harus selalu mengevaluasinya. 

"Misalnya di data citra menunjukkan 27 derajat (Celsius), tapi di lapangan ternyata 26 derajat, perbedaan 1 derajat itu sangat berpengaruh karena keberadaan ikan sudah berpindah. Makanya, kita masih melakukan validasi dengan ke lapangan dari segi teknologinya," papar laki-laki yang baru saja menikah ini. 

4. Membangun alat sendiri bermodal kanibal dari alat lainnya

I Gede Merta Yoga Pratama (instagram.com/mertayogapr)

Yoga juga menjelaskan bahwa mereka tak hanya memanfaatkan aplikasi untuk mendeteksi lokasi ikan. Fish Go juga mengembangkan alat bernama PATRIOT. Alat tersebut berfungsi untuk meningkatkan akurasi data pencitraan yang ada di aplikasi. PATRIOT dipasang di kapal sebagai Fish Finder yang bisa mendeteksi kedalaman laut dan keberadaan ikan di area nelayan menebar jaringnya. 

PATRIOT bekerja dengan mengandalkan sensor. Alat ini dimasukkan ke area permukaan laut, lalu menembakkan sensor ke dalam. Setelahnya, PATRIOT bisa mendeteksi dua komponen di atas. 

Lagi-lagi, proses menciptakan PATRIOT tidaklah mudah. Yoga mengungkapkan bahwa timnya harus belanja alat-alat besar lalu membongkarnya untuk dijadikan kanibal. Mereka juga harus mencari alat sensor yang sesuai karena yang ada di Indonesia akurasinya kurang bagus.

5. Harus mampu memilah para pendaftar, memastikan tidak ada kapal besar dan pihak asing yang mendapat akses

potret tim Fish Go (instagram.com/mertayogapr)

Semakin besar kapal, semakin besar pula gelombangnya. Peribahasa yang satu ini juga menggambarkan perjalanan Fish Go dalam menyejahterakan para nelayan. Kini setelah aplikasi tersebut mengumpulkan banyak pengguna, tim Fish Go harus semakin teliti dalam mengecek background para pendaftar. Kenapa demikian?

Yoga menegaskan sedari awal bahwa aplikasi yang dikembangkan bersama teman-temannya ini hanya ditujukan untuk nelayan-nelayan kecil. Kapal-kapal besar dan asing tidak boleh mendapatkan akses terhadap data lokasi ikan yang telah diusahakan oleh Fish Go. 

"Sektor kelautan perikanan ini suatu sektor yang 'seksi' sebenarnya. Mafia-mafia ikan itu gak boleh memperkaya diri mereka sendiri saja. Fish Go hanya membantu aspek kecil saja, waktu, jumlah tangkapan nelayan-nelayan kecil ini supaya dapat ikan. Supaya potensi yang kita punya ini, ya, dimanfaatin sama orang-orang kita, bukan kapal-kapal asing lagi yang memperoleh manfaatnya," ungkap Yoga. 

Mulai dari batu kecil hingga besar yang menghadang, Yoga dan tim Fish Go tak menyerah untuk terus mengembangkan aplikasi tersebut. Niat mulia mereka hanya satu, yaitu membantu menyejahterakan kehidupan nelayan agar penggerak perekonomian ini tidak miskin di atas laut Indonesia yang kaya. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
azka
Editorazka
Follow Us