Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Tentang Rasa Takut Ditinggal dalam Hubungan Asmara

ilustrasi attachment style
ilustrasi attachment style (pexels.com/Anastasia Shuraeva)
Intinya sih...
  • Rasa takut ditinggal sering berakar dari pengalaman masa kecil, seperti pengabaian atau perceraian orang tua.
  • Ketakutan ini bisa memicu perilaku cemas yang merusak hubungan, membuat pasangan merasa terbebani oleh tuntutan emosional yang terus menerus.
  • Tanda-tanda ketakutan sering muncul dalam keseharian, seperti kebutuhan akan kepastian terus-menerus dan kecenderungan untuk terlalu menyenangkan pasangan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kamu merasa panik saat membayangkan pasangan meninggalkanmu? Perasaan sesak di dada itu bukan sekadar drama, tapi sering muncul karena yang disebut sebagai fear of abandonment atau rasa takut ditinggal.

Rasa ini bisa sangat berpengaruh dalam hubungan asmara. Nah, ini dia lima fakta penting tentang rasa takut ditinggal, dampaknya dalam hubungan, dan cara sehat untuk menghadapinya. Yuk simak selengkapnya!

1. Rasa takut ditinggal sering berakar dari pengalaman masa kecil

ilustrasi diskusi keluarga
ilustrasi diskusi keluarga (pexels.com/Annushka Ahuja)

Banyak orang membawa ketakutan tersembunyi untuk ditinggalkan. Akar masalahnya biasanya ada di pengalaman masa kecil, ketika dukungan emosional terasa tidak konsisten atau bahkan hilang sama sekali. Situasi seperti pengabaian, perceraian orang tua, atau trauma bisa meninggalkan luka yang terbawa hingga dewasa. Akibatnya, saat menjalin hubungan asmara, orang cenderung menjadi terlalu cemas, melekat berlebihan, atau salah mengartikan perilaku biasa sebagai tanda penolakan.

Mereka yang memiliki gaya keterikatan cemas sering mencari kepastian tanpa henti dan bertindak lebih karena rasa takut kehilangan, bukan karena rasa percaya. Hal ini bisa membuat hubungan menjadi terasa berat karena pasangan merasa terbebani oleh tuntutan emosional yang terus menerus. Jika dibiarkan, pola seperti ini bisa memperkuat rasa takut ditinggal dan membuat seseorang semakin sulit merasa aman dalam hubungan.

2. Ketakutan ini bisa memicu perilaku cemas yang justru merusak hubungan

ilustrasi cemas
ilustrasi cemas (pexels.com/Atul Choudhary)

Ketika rasa takut ditinggal terlalu mendominasi, banyak orang rela mengorbankan dirinya sendiri demi mempertahankan hubungan. Mereka bisa berhenti melakukan hal-hal yang disukai, menjauh dari teman, atau melupakan kebutuhan pribadi hanya untuk memastikan pasangan tetap ada.

Sayangnya, perilaku ini justru bisa berubah menjadi lingkaran yang merugikan. Kecemasan berlebihan membuat seseorang mudah curiga, sering menguji pasangan, atau bahkan menuduh tanpa alasan jelas. Bukannya membuat pasangan lebih dekat, perilaku ini malah bisa menciptakan jarak emosional. Akhirnya, ketakutan yang ingin dihindari, justru semakin mungkin terjadi.

3. Tanda-tanda ketakutan sering muncul dalam keseharian

ilustrasi ketakutan
ilustrasi ketakutan (pixabay.com/ambermb)

Rasa takut ditinggal tidak selalu terlihat jelas, tapi biasanya bisa dikenali dari pola perilaku sehari-hari. Orang dengan masalah ini sering merasa butuh kepastian terus-menerus, menafsirkan hal kecil seperti balasan pesan yang lambat sebagai tanda penolakan, atau bahkan memutuskan hubungan lebih dulu sebelum benar-benar disakiti. Selain itu, ada juga kecenderungan untuk terlalu menyenangkan pasangan agar merasa aman, serta kebiasaan berlebihan dalam menganalisis setiap interaksi untuk mencari tanda-tanda pengkhianatan.

Meskipun terlihat seperti bentuk perlindungan diri, kebiasaan ini justru melemahkan rasa percaya. Hubungan yang seharusnya penuh kasih berubah menjadi penuh kecemasan dan keraguan. Lama-kelamaan, bukan hanya pasangan yang merasa lelah, tapi juga orang yang terus-menerus hidup dalam rasa was-was itu sendiri.

4. Rasa takut ditinggal bisa memicu stres emosional dan hubungan yang tidak stabil

ilustrasi depresi
ilustrasi depresi (pexels.com/Nathan Cowley)

Ketakutan ini sering membuat seseorang jadi sangat sensitif secara emosional. Mereka merasa segala hal lebih intens, mudah tersinggung, dan sering bereaksi berlebihan terhadap hal kecil yang dianggap ancaman. Kondisi ini juga membuat batasan pribadi menjadi kabur, sehingga sulit membedakan mana kebutuhan diri sendiri dan mana kebutuhan pasangan.

Selain itu, orang dengan rasa takut ditinggal sering menyalahkan diri sendiri setiap kali ada masalah dalam hubungan. Hal ini menumbuhkan rasa rendah diri dan rasa bersalah yang berlebihan, seolah-olah mereka memang tidak pantas dicintai. Dalam kasus yang lebih berat, rasa ini bisa terhubung dengan gangguan seperti kecemasan, depresi, atau gangguan kepribadian ambang (borderline personality disorder). Dampaknya bisa sangat serius, mulai dari rasa kesepian yang mendalam hingga munculnya perilaku menyakiti diri sendiri.

5. Proses kesembuhan membutuhkan kesadaran diri, terapi, dan hubungan yang lebih sehat

ilustrasi terapi
ilustrasi terapi (pexels.com/Polina Tankilevitch)

Rasa takut ditinggal bukan sesuatu yang harus selamanya membayangi hubungan. Ada banyak cara untuk pulih, salah satunya melalui terapi. Terapi perilaku kognitif, terapi perilaku dialektis (DBT), maupun terapi fokus emosional (EFT) bisa membantu menemukan akar masalah dan melatih respon emosional yang lebih sehat.

Selain itu, penting juga untuk membangun hubungan baik dengan diri sendiri. Menumbuhkan rasa sayang pada diri, menemukan rasa memiliki di luar hubungan asmara, serta menjaga persahabatan atau hobi pribadi bisa membuat seseorang merasa lebih stabil. Dengan dukungan yang tepat, kita bisa belajar memahami pemicu ketakutan, berani menyampaikan kebutuhan dengan jujur, dan perlahan membangun keterikatan yang lebih aman. Seiring waktu, hubungan yang didasari rasa percaya akan terasa lebih ringan dan tulus dibanding hubungan yang dipenuhi rasa takut.

Rasa takut ditinggal bisa membuat cinta terasa penuh cemas dan melelahkan. Namun, memahami 5 fakta ini membantu kita melihat penyebabnya, cara ia muncul, serta langkah untuk mengatasinya. Dengan kesabaran, keberanian mengenali diri sendiri, dan dukungan yang tepat, kita bisa membangun hubungan yang lebih sehat, penuh rasa percaya, dan bebas dari ketakutan berlebihan. Semua orang berhak merasakan cinta yang aman dan hangat, termasuk kamu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us