Drama ini banyak membahas stigma mengenai relasi perempuan usia di atas 30 tahun dengan laki-laki yang usianya jauh lebih muda. Lantas haruskah kita menyerah dengan stigma?
Atau haruskah kita lebih berani untuk melihat beyond the stigma seperti yang dilakukan Jin-A? Apa pun sikap yang kita pilih, pastinya, menghindari stigma itu susah dan gak otomatis menyelesaikan masalah.
Sebelum memulai relasi dengan siapa pun, kita punya standar objektif berdasarkan kebutuhan kita mengenai pasangan. Fokus pada aspek-aspek apa yang sebenarnya kita butuhkan dari pasangan, bukan yang kita ingin.
Misal, "Pengen sih punya pasangan yang seusia, tapi lebih butuh pasangan yang matang/dewasa. Pengen sih punya pasangan lulusan universitas ternama tapi lebih butuh pasangan yang gigih dan tangguh". Kalau udah punya standar, kita bisa lebih nyaman dengan pilihan kita karena sudah berdasar pertimbangan kebutuhan kita.
"Ini kan hidup saya" Yup, setuju! Memilih pasangan itu pilihan sadar yang perlu mengutamakan kebutuhan kita. In the end, kita yang akan menjalani segala konsekuensinya.
Tapi seimbangkan juga dengan hal-hal yang menjadi kebutuhan bagi orang yang bermakna di kehidupan kita. Mari lebih merasa empati sehingga bisa memahami alasan dibalik perilaku orang lain.
Setelah itu kompromi kan hal-hal yang memang bisa diterima bersama. Atau, kalau udah sangat rumit bisa memilih untuk agree to disagree seperti yang dilakukan Jin-A dan ibunya.
Ibu yang perannya lebih dominan banyak menggunakan instruksi dan arahan serta nasihat-nasihat kepada anaknya, layaknya seorang couch atau pelatih. Sedangkan ayah meski lebih pasif, namun memberikan kepercayaan, mengutamakan diskusi dan mendengarkan sudut pandang anak, layaknya seorang konselor.
Sebenarnya gak ada pendekatan yang salah dan benar, tapi perlu lebih sadar pada tahap perkembangan individu usia dewasa yang sudah dapat berpikir mandiri dan cukup matang dalam mengambil keputusan.
Berapa kali hayo kita liat adegan dimana Jin-A dan Jun-hui saling melindungi perasaan satu sama lain dengan bilang "I'm okay"? Dari satu sudut pandang kita bisa menangkap manis banget ya mereka, tapi kalau pola penyelesaiannya sama, keduanya justru membangun relasinya di atas kebahagiaan yang semu.
Dalam setiap relasi, latih agar pikiran, perasaan dan perbuatan kita sejalan. Lagi merasakan emosi negatif, ungkapkan perasaan negatif tersebut dengan cara yang efektif di waktu yang tepat. Most of the time, not always maybe, tampilkan diri kita, perasaan kita, pikiran kita secara apa adanya pada pasangan.
Sepanjang seri drama ini, sebenarnya kita dibawa alur ceritanya untuk ikut tumbuh bersama Jin-A. Terasa banget ada perubahan pribadi Ms. Tambourine menjadi Jin-A yang ada di akhir episode.
Meski pada akhirnya banyak konsekuensi pahit yang musti ia tanggung, namun semua terbayar dengan meningkatnya kualitas kematangan dan kebijaksanaannya dalam memandang kehidupan. Mungkin gak sih mengubah kepribadian kita di usia segitu?
Kepribadian pada dasarnya sudah cukup matang di usia lebih dari 30 tahun, tapi dengan kehebatan kita untuk selalu belajar, kita masih bisa mengubah mindset. Belajar cara mengelola emosi, dan mengubah cara kita dalam merespon permasalahan.
Selamat melakukan pencarian diri, kapan pun itu. Gak ada patokan maupun batasan waktu untuk kembali mendefinisikan diri kita.