Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Kebiasaan Kecil Pekerja Remote yang Tanpa Sadar Menguras Energi

ilustrasi pekerja remote
ilustrasi pekerja remote (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Kerja remote sering dipandang sebagai bentuk kebebasan baru di dunia kerja modern. Banyak orang membayangkan ritme hidup yang lebih fleksibel, waktu istirahat yang cukup, dan keseimbangan antara urusan pribadi dan pekerjaan. Namun, di balik kenyamanan itu, ada kebiasaan kecil yang diam-diam membuat pekerja remote merasa cepat lelah meski tidak melakukan aktivitas berat.

Kelelahan itu tidak selalu datang dari pekerjaan besar, tapi dari hal-hal sepele yang terus diulang setiap hari tanpa disadari. Tanpa batas waktu yang jelas, tubuh dan pikiran sering kali kehilangan arah untuk beristirahat. Berikut lima kebiasaan kecil pekerja remote yang tanpa sadar justru menguras energi mereka setiap hari.

1. Terlalu lama terpapar layar membuat pikiran sulit tenang

ilustrasi pekerja remote
ilustrasi pekerja remote (pexels.com/Thirdman)

Bekerja dari rumah sering berarti menghabiskan waktu lebih lama di depan layar mulai dari laptop, ponsel, hingga televisi yang tetap menyala di latar belakang. Paparan visual yang terus-menerus membuat otak tidak pernah benar-benar beristirahat, bahkan ketika kamu sedang tidak bekerja. Mata terasa berat, kepala mudah penat, dan pikiran seperti penuh kabut.

Tanpa sadar, tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan kapan harus fokus dan kapan harus santai. Jika hal ini dibiarkan, kelelahan mental akan muncul lebih cepat daripada kelelahan fisik. Memberi jeda dari layar, sekadar berjalan sebentar atau melihat pemandangan luar rumah, bisa membantu pikiran mengatur ulang fokus dan mengembalikan kejernihan berpikir.

2. Waktu istirahat yang tidak pernah benar-benar dipakai untuk istirahat

ilustrasi pekerja remote
ilustrasi pekerja remote (pexels.com/Yan Krukau)

Banyak pekerja remote merasa sudah beristirahat hanya karena meninggalkan meja kerja. Padahal, pikiran sering masih memikirkan pesan yang belum dibalas, deadline yang menunggu, atau tugas yang tertunda. Akibatnya, waktu istirahat menjadi semu tubuh diam, tapi otak tetap bekerja.

Hal ini menciptakan kelelahan yang sulit dijelaskan. Kamu merasa tidak produktif padahal sudah bekerja sepanjang hari. Mengistirahatkan tubuh tanpa menenangkan pikiran tidak memberi efek pemulihan yang utuh. Cobalah melakukan hal sederhana seperti berjalan tanpa ponsel, menulis jurnal, atau sekadar duduk diam tanpa tujuan agar otak bisa benar-benar berhenti sejenak.

3. Ruang kerja yang tidak memberi batas antara hidup dan pekerjaan

ilustrasi kerja remote
ilustrasi kerja remote (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Salah satu kesalahan kecil tapi berdampak besar adalah bekerja di tempat yang sama dengan ruang istirahat. Ketika meja kerja menyatu dengan tempat tidur, otak kehilangan isyarat untuk memisahkan aktivitas profesional dan pribadi. Akibatnya, suasana rumah yang seharusnya menenangkan justru terasa penuh tekanan.

Ruang yang sempit tidak selalu menjadi alasan untuk tidak punya zona kerja yang jelas. Bahkan meja kecil di sudut ruangan bisa menjadi pembeda antara waktu bekerja dan waktu berhenti. Dengan begitu, tubuh belajar membaca sinyal misalnya saat duduk di meja itu berarti fokus, saat meninggalkannya berarti selesai. Batas sederhana ini sangat membantu menjaga energi agar tidak terkuras sepanjang hari.

4. Terlalu sering membandingkan diri dengan produktivitas orang lain

ilustrasi produktivitas menurun
ilustrasi produktivitas menurun (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Media sosial membuat banyak pekerja remote terjebak dalam kebiasaan membandingkan diri tanpa henti. Melihat orang lain tampak selalu produktif, bersemangat, dan penuh ide bisa menimbulkan rasa bersalah karena merasa tertinggal. Padahal, setiap orang punya ritme kerja dan kapasitas energi yang berbeda.

Kebiasaan membandingkan ini membuat fokus berpindah dari proses ke hasil. Akhirnya, pekerjaan terasa seperti perlombaan tanpa garis akhir. Energi terkuras bukan karena tugas yang berat, tapi karena tekanan dari ekspektasi yang tidak nyata. Menyadari batas diri dan menghargai pencapaian kecil bisa menjadi langkah penting untuk menjaga keseimbangan batin.

5. Semakin sibuk dianggap keren

ilustrasi sibuk
ilustrasi sibuk (pexels.com/Michael Burrows)

Banyak pekerja remote yang menilai diri berdasarkan seberapa padat jadwal mereka. Semakin sibuk, rasanya semakin berharga. Padahal, kesibukan tidak selalu sama dengan kemajuan. Terlalu banyak aktivitas bisa menimbulkan rasa hampa karena semua dilakukan tanpa jeda untuk menikmati hasil.

Kebiasaan ini muncul dari tekanan tak terlihat untuk selalu produktif, terutama di era digital yang menyanjung kecepatan. Padahal, berhenti sejenak bukan tanda kemalasan, tapi bentuk kesadaran bahwa energi manusia tidak tak terbatas. Nilai diri tidak ditentukan dari seberapa sibuk kamu, melainkan dari seberapa tulus kamu menjalani proses dan memberi ruang bagi diri sendiri untuk bernapas.

Kerja remote memang memberi kebebasan besar, tapi kebebasan itu datang dengan tanggung jawab untuk mengenali batas energi diri. Kelelahan tidak selalu berarti kurang tidur, kadang karena terlalu sering menuntut diri tanpa memberi ruang untuk jeda. Jadi, sudahkah kamu memberi kesempatan bagi tubuh dan pikiranmu untuk benar-benar beristirahat hari ini?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Atqo Sy
EditorAtqo Sy
Follow Us

Latest in Life

See More

6 Self-Love Practice agar Kamu Lebih Sayang Diri Sendiri, Terapkan!

21 Okt 2025, 12:47 WIBLife