- Zina muhsan, dilakukan oleh orang yang sudah menikah
- Zina ghair muhsan, dilakukan oleh orang yang belum pernah menikah
Apakah Selingkuh Berkali-kali Bisa Taubat Setelah Nikah?

- Taubat dalam Islam: Peluang bagi siapa sajaDalam ajaran Islam, perselingkuhan atau zina adalah dosa besar yang sangat dibenci Allah, terutama bagi mereka yang sudah menikah. Pernikahan membawa tanggung jawab untuk saling menjaga kehormatan dan kesetiaan.
- Realitas rumah tangga setelah selingkuh: Membangun ulang dari nol
Perselingkuhan bukan hanya kesalahan pribadi, tetapi juga meninggalkan luka mendalam bagi pasangan. Kepercayaan yang hilang membuat hubungan menjadi rapuh dan suasana rumah sering dipenuhi kecurigaan.
Kasus perselingkuhan kembali ramai di Indonesia dan membuat banyak orang bertanya-tanya soal kesetiaan. Bahkan, ada yang menganggap selingkuh sudah jadi kebiasaan sejak masa pacaran. Akhirnya muncul kekhawatiran, apakah orang seperti itu bisa benar-benar berubah setelah menikah?
Topik ini penting, karena pernikahan bukan hanya soal cinta tapi juga komitmen jangka panjang. Banyak pasangan takut mengulang luka yang sama di masa pacaran ke dalam rumah tangga. Jadi, apakah selingkuh berkali-kali bisa bertaubat setelah menikah? Yuk, kita bahas bersama!
1. Taubat dalam Islam: Peluang bagi siapa saja

Dalam ajaran Islam, perselingkuhan atau zina adalah dosa besar yang sangat dibenci Allah, terutama bagi mereka yang sudah menikah. Pernikahan membawa tanggung jawab untuk saling menjaga kehormatan dan kesetiaan. Saat pengkhianatan terjadi, bukan hanya pasangan yang terluka, tetapi juga keutuhan keluarga ikut terancam.
Menurut Rasta Kurniawati Br. Pinem, S.Ag dalam buku Hukum Pidana Islam, zina didefinisikan sebagai hubungan antara laki-laki dan perempuan tanpa ikatan pernikahan yang sah menurut syariat. Sementara itu, jurnal dari Universitas Muslim Indonesia berjudul Studi Perbandingan Hukum Pidana Islam dan Hukum Positif Tentang Delik Perzinaan oleh Muh. Fikram dkk menjelaskan bahwa ada dua jenis zina:
Zina muhsan dianggap memiliki konsekuensi dosa dan kerusakan yang lebih besar karena merusak janji suci dalam pernikahan. Hidup bersama dalam keluarga diibaratkan sebagai bangunan kokoh, sedangkan perselingkuhan adalah retakan besar yang bisa merobohkannya bila tidak segera diperbaiki.
Namun, seberat apa pun dosanya Islam tidak menutup pintu taubat. Yang terpenting adalah kejujuran hati, niat kuat untuk berubah dan tidak mengulanginya lagi. Allah sendiri menegaskan dalam Al-Qur’an:
“Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)
Ayat ini adalah pelukan bagi siapa saja yang merasa dirinya terlalu berdosa. Selama masih ada usaha memperbaiki diri, pintu ampunan tetap terbuka seluas langit.
2. Realitas rumah tangga setelah selingkuh: Membangun ulang dari nol

Perselingkuhan bukan hanya kesalahan pribadi, tetapi juga meninggalkan luka mendalam bagi pasangan. Kepercayaan yang hilang membuat hubungan menjadi rapuh dan suasana rumah sering dipenuhi kecurigaan. Perjalanan memperbaiki kondisi ini tidak selalu mudah dan membutuhkan waktu panjang.
Eka Purwitasari dari Rumah Zakat menyatakan, "Taubat harus dibuktikan dengan perubahan nyata dalam tindakan, bukan hanya penyesalan lisan".
Eka menjelaskan, bahwa selingkuh adalah perbuatan yang merusak dan pelakunya harus benar-benar bersungguh-sungguh untuk kembali ke jalan yang benar. Alasan ini penting karena pernikahan adalah ikatan yang harus dirawat setiap hari.
Mereka yang pernah berkali-kali selingkuh saat pacaran biasanya punya pola perilaku yang bersumber dari masalah kepribadian, kebiasaan, atau kurangnya kontrol diri. Jika pola itu terbawa ke dalam pernikahan tanpa adanya perubahan, kemungkinan terulang kembali sangat besar. Konseling pernikahan, komunikasi jujur, dan komitmen bersama bisa menjadi langkah awal memperbaiki kepercayaan.
3. Apakah pernikahan otomatis rusak karena selingkuh?

Walaupun perselingkuhan adalah kesalahan besar, pernikahan tidak otomatis batal karenanya. Masih ada ruang untuk memperbaiki hubungan bila kedua pihak sepakat untuk bertahan. Namun, keputusan tersebut harus disertai pemulihan yang serius dan bertahap.
Bagi pasangan yang memilih untuk melanjutkan pernikahan, penting adanya batas baru dan aturan kesetiaan yang lebih kuat. Kejujuran dan keterbukaan menjadi fondasi utama untuk membangun ulang hubungan dari reruntuhan kepercayaan. Jika pelaku benar-benar bertaubat, maka perubahan itu akan tercermin dalam sikap sehari-hari.
Berubah itu mungkin, tetapi harus dibuktikan dengan tindakan yang konsisten setiap hari. Kesetiaan adalah komitmen yang dijaga, bukan sekadar janji yang diucapkan. Semoga setiap pasangan mampu memperbaiki diri dan membangun rumah tangga yang lebih kuat ke depannya.


















